tirto.id - Ada banyak cara licik untuk meraup kekayaan secara instan. Korupsi dan merampok bank cuma dua di antaranya. Lesmana (Ray Sahetapy) memilih jalur yang lebih berkelas: bersekutu dengan iblis.
Pada suatu hari ia melakukan pertemuan dengan perempuan perantara di ruang bawah tanah rumahnya. Kepala kambing jadi bagian dalam ritual. Serbuk putih ditaburkan ke lantai, menjadi garis-garis lambang pemujaan setan.
Si perempuan berdiri di atasnya lalu meminta mahar. Pertama, beberapa lembar uang, yang kemudian dibakarnya.
Kedua, segenggam rambut orang tersayang Lesmana. Si perempuan menelannya bulat-bulat. Sebagian rambutnya ia potong, ia ikat melingkar di jari telunjuk, dan turut meminta Lesmana untuk menelannya.
Lesmana menurut setiap titah si perempuan. Namun agak marah saat telapak tangannya disayat.
Tiba-tiba si perempuan melayang. Angin bertiup kencang. Entah dari mana, lembaran uang berdatangan. Mata Lesmana terbelalak bahagia. Kopernya sampai luber. Ia disuruh pulang, di mana uang dalam jumlah lebih banyak sudah menanti.
Permulaan Sebelum Iblis Menjemput mengingatkan saya dengan Pengabdi Setan (2017). Selain latar jadul dalam rumah berbentuk villa, karakter si perempuan akan mengingatkan kita pada sosok Ibu Mawarni Suwono (Ayu Laksmi). Dandanannya vintage, memakai selembar kain untuk penutup kepala, berwajah seram, dan irit bicara.
Bisnis Lesmana diceritakan sempat mengalami masa jaya. Sayangnya semua berubah 180 derajat saat krisis moneter menghantam. Suatu ketika, ia terkena penyakit aneh. Kulitnya lecet-lecet. Ia cuma bisa berbaring di rumah sakit, dan meninggalkan gelisah pada istri dan anak-anaknya.
Narasi utama Sebelum Iblis Menjemput terkait bagaimana menandatangani kontrak dengan iblis membuat keluarga Lesmana berantakan.
Lesmana meninggalkan istri pertama yang melahirkan Alfie (Chelsea Islan). Ia menikah lagi dengan mantan artis Laksmi (Karina Suwandi) dan melahirkan Maya (Pevita Pearce), Ruben (Samo Rafael), dan Nara (Hadijah Shahab).
Laksmi dan Maya tak pernah menyukai Alfie. Keduanya berambisi menjarah aset-aset Lesmana di rumah lamanya, tempat ia berkongsi dengan iblis. Alfie sampai di lokasi duluan dan menemukan barang-barang bekas pemujaan setan di lantai dua. Ia pun mengajak Laksmi dkk lari. Namun, perkataannya tidak digubris. Di saat bersamaan, pintu menuju ruang bawah tanah telah terbuka—begitu juga jampi-jampinya. Setan pun lepas, meneror sekaligus menagih nyawa dari orang kesayangan Lesmana.
Sepanjang sisa film penulis skenario dan sutradara Timo Tjahjanto menyuguhkan rangkaian adegan-adegan horor, hampir tiada henti. Di satu sisi, barangkali ia ingin adrenalin penonton terjaga, sebagaimana The Raid: Redemption (2011) dipadati kelahi, kelahi, kelahi, sampai akhirnya si jagoan menang.
Tapi saya ngos-ngosan, barangkali juga penonton lain. Sebelum Iblis Menjemput tergolong film yang menebar klimaks di sepanjang narasi. Bukan yang pelan-pelan membangun atmosfer hingga teror mencapai puncaknya. Sekali lagi, bikin ngos-ngosan. Barangkali didasarkan pada obsesi untuk membuat film seseram mungkin.
Permasalahannya adalah cerita berhenti hanya di permulaan saja. Semenjak teror berjalan, yang ada cuma proses bertahan hidup para penghuni rumah. Padahal Timo sebenarnya masih harus menjelaskan potongan-potongan cerita yang hilang.
Timo kemudian menyediakan penjelasan dengan cara klasik: Alfie mengalami beberapa kilas balik hingga akhirnya tercerahkan soal akar permasalahan yang membelit ayahnya.
Jika Anda menonton film horor Mama (2013), teknik yang serupa dipakai oleh sutradara sekaligus penulis naskah Andy Muschietti. Bedanya jika pencerahan dalam Mama didapat protagonis via mimpi, sementara Alfie memfantasikannya sendiri di beberapa situasi yang acak.
Kelemahan utama teknik tersebut masih berkutat pada pertanyaan dari mana kilas balik dan pencerahan para protagonis itu berasal?
Kekuatan supranatural adalah domain pihak antagonis. Jadi, tidak lucu jika si makhluk astral-lah yang melahirkan kilas balik itu sendiri, yang ujung-ujungnya jadi senjata bagi si protagonis untuk mengalahkan dirinya.
Untungnya Timo menyajikan horor dalam teknik sinematografi yang cukup beragam. Setidaknya belum jatuh ke dalam jurang klise yang dalam. Musik pengiringnya juga cukup mendukung. Siapa komposernya? Fajar Yuskemal, komposer Merantau (2009), The Raid (1 dan 2), dan Headshot (2016).
Saya juga tertarik dengan eksperimen Timo untuk memasukkan banyak unsur genre gore/slasher. Bukan kejutan sebenarnya, mengingat ia telah mengakrabi darah muncrat di karya-karya sebelumnya. Contohnya Rumah Dara (2010), atau yang terbaru The Night Comes for Us (2014).
Dengan demikian sosok makhluk peneror dalam film yang dibuat Sky Media itu bukan cuma ada dan menakut-nakuti secara supranatural. Sang iblis benar-benar hadir untuk mengancam nyawa penghuni rumah dengan menyeret, mencekik, menggigit, sampai mengguncang-guncang ranjang.
Di satu adegan sang iblis bahkan mengubah Laksmi menjadi zombie haus darah yang mengincar penghuni rumah dengan teramat buas. Saat malam hari Laksmi dilawan Alfie lalu kabur menuju hutan yang sedang hujan, suasana horor makin berlipat ganda. Rombongan keluarga serba salah: dapat ancaman baik di dalam maupun di luar rumah.
Sebelum Iblis Menjemput membuat penekanan bagaimana Alfie, si protagonis, bertahan hidup. Maya yang awalnya satu kubu pun akhirnya berbalik menjadi musuh.
Jadi jangan harap Anda akan disuguhi pesona duo Chelsea-Pevita. Chelsea di sini bukan aktris manis yang menghiasi Ayat-Ayat Cinta 2 (2017). Pevita juga bukan gadis imut yang menyihir mata para lelaki sejak 5 cm (2012). Keduanya justru bersimbah darah, bertindak bak orang kesurupan, hingga saling bergulat di atas lumpur.
Produser Wicku V. Olindo dalam konferensi pers di Jakarta, Selasa (10/7/2018), mengatakan pihaknya memang menuntut para pemain untuk keluar dari zona nyaman. Para aktris dituntut untuk menjalani peran dengan tuntutan yang berbeda.
“Mereka dipaksa main dengan karakter yang belum pernah mereka mainkan,” kata Wicku, sebagaimana dilaporkan Antara.
Pemaksaan itu bagi saya cukup berhasil dalam konteks eksplorasi kemampuan akting Chelsea dan Pevita, keduanya benar-benar “tersiksa” oleh teror. Penonton disajikan sisi akting yang lain, mengingat selama ini keduanya kerap ditampilkan manis-manja dalam film-film atau serial drama.
Produksi Sebelum Iblis Menjemput barangkali masih mengikuti tren kesuksesan Pengabdi Setan. Namun film ini jelas menyediakan pilihan karier yang lebih luas bagi Chelsea-Pevita ke depannya. Keduanya akan mulai dikenal sebagai aktris yang mau ditampilkan jelek, asal hasil akhirnya tetap menggigit.
Editor: Windu Jusuf