tirto.id - Senior Expert 2 PT Pertamina, Wawan Sulistyo Dwi mengungkapkan bahwa kerja sama penerimaan, penyimpanan, dan penyerahan BBM dengan perusahaan kilang minyak PT Orbit Terminal Merak (OTM) yang dilaksanakan dalam jangka waktu satu tahun pada November 2014 sampai November 2015 berpotensi menimbulkan kerugian negara sebesar US$16,6 juta atau setara dengan Rp217 miliar.
"Bisa dijelaskan saudara, temuan ini apa dasar saudara mendapatkan temuan ini dan apa argumentasinya," tanya jaksa penuntut umum dalam persidangan kasus dugaan korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang periode 2018-2023 di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta Pusat, Senin (10/11/2025).
"Jadi terkait dengan temuan ini, karena kami melakukan review, jadi awalnya kami mendapatkan ada angka 6,5 di kontrak, 6,5 itu darimana? Ternyata itu hasil kajian pranata UI yang di sensitivitas analisis itu ada angka 6,5 dan itu menjadi guideline di kontrak," jawab Wawan.
Wawan kemudian menjelaskan perihal kekeliruan pranata UI dalam menghitung throughput fee yang terdiri atas nilai aset dari PT OTM yang harus dibayarkan oleh Pertamina. Dia menjabarkan sejumlah kekeliruan dari yang pertama mengenai nilai aset.
Dalam kajian pranata UI disebutkan bahwa aset PT OTM seluas 220.000 meter persegi sementara Wawan menyebut bahwa perhitungan tersebut berbeda dengan yang dilakukan oleh Kantor Jasa Penilai Publik (KJPP). Dalam perhitungan KJPP, luas aset yang PT OTM yang tercatat throughput fee hanya seluas 190.694 meter persegi.
"Sehingga ada selisih luasan 29.306 meter persegi," ujar Wawan.
Selain dari luas tanah, perhitungan pranata UI dan KJPP juga berbeda dalam penentuan harga tanah PT OTM sebagai lokasi penampungan kilang minyak. Dalam perhitungan pranata, UI menggunakan meter persegi dengan nilai masing-masing Rp2,5 juta yang direferensikan pada keterangan lurah setempat. Sedangkan KJPP menaksir nilai tanah wilayah tersebut per meter di angka Rp850 ribu.
"Sehingga ada selisih nilai tanah yang dihitung oleh pranata UI dengan yang kami hitung, itu selisih nilai tanahnya itu untuk pengakuan aset itu sebesar Rp387.910.100.000. Itu yang pertama, dari sana kalau kita hitung ke komponen throughput fee, itu juga akan menjadi nilai throughput fee-nya lebih tinggi," jelasnya.
Selain itu, Wawan juga menemukan adanya kesalahan yang menyebabkan adanya pembengkakan throughput fee yang dibebankan kepada Pertamina untuk PT OTM. Ia mencontohkan seperti kesalahan pada pemasukan data ke Microsoft Excel hingga adanya pencatatan yang terhitung dua kali untuk perizinan studi hingga amortisasi atau alokasi biaya aset tak berwujud secara bertahap selama masa manfaatnya
"Sehingga dari perhitungan tersebut, setelah kami rekonstruksi dengan cara yang sama, jadi kita cuman melakukan, menggunakan data yang menurut kami itu sudah sesuai dengan yang seharusnya dengan menyesuaikan nilai tanah tadi dan juga link Excel-nya kita benerin, kita sesuaikan lagi dengan yang seharusnya, itu ada selisih nilai US$2,75 per kiloliter," jelasnya.
Kehadiran Wawan dalam persidangan tersebut untuk menjadi saksi bagi terdakwa kasus dugaan korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang periode 2018-2023 yaitu beneficial owner PT Navigator Khatulistiwa, Muhammad Kerry Adrianto Riza (anak Riza Chalid), Komisaris PT Navigator Khatulistiwa dan Komisaris PT Jenggala Maritim, Dimas Werhaspati, serta Komisaris PT Jenggala Maritim sekaligus Direktur Utama PT Orbit Terminal Merak (OTM), Gading Ramadhan Joedo.
Penulis: Irfan Amin
Editor: Andrian Pratama Taher
Masuk tirto.id

































