tirto.id - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memberikan pengamanan ekstra kepada para Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang menangani perkara dugaan korupsi proyek jalan di Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Sumatera Utara.
Hal ini dilakukan oleh KPK usai adanya kejadian kebakaran rumah yang menimpa Hakim Pengadilan (PN) Medan, Khamazaro Waruwu. Khamazaro merupakan Hakim yang mengadili perkara proyek jalan ini.
"Jadi tidak hanya Pak Jaksa saja ke sana dan Ibu Jaksa, karena ada Ibu Jaksanya. Jadi ke sana itu juga dengan teman-teman dari pengamanan yang ada disini. Jadi tingkatkan kewaspadaan ya tentu wajar ya, sebuah respons atas kejadian yang terjadi di sana," kata Plt Direktur Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, kelasa wartawan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Senin (10/11/2025).
Asep juga telah membahas soal pengamanan untuk para Jaksa dengan Direktur Penuntutan KPK. Katanya, Jaksa yang menangani kasus ini dipastikan tidak ada yang memiliki rumah di wilayah Sumatra Utara.
"Jadi para JPU yang di sini itu menginap di sana (Sumatera Utara) tapi kita juga lengkapi dengan teman-teman yang pengamanan dari KPK," tuturnya.
Asep menegaskan, peningkatan kewaspadaan harus terus dilakukan olah para Jaksa yang tengah melakukan tugasnya. Dia juga menyampaikan turut prihatin atas kejadian yang menimpa Hakim PN Medan ini.
"Kami turut prihatin dengan kejadian terbakarnya rumah hakim yang menangani perkara tangkap tangan di Sumatera, perkara yang ditangani oleh KPK. Dan kami juga monitor bahwa kepolisian di daerah Sumatera Utara sudah melakukan penanganan kebakaran tersebut," katanya.
Kata Asep, KPK mendukung upaya penyelidikan dan penyidikan yang dilakukan oleh pihak Kepolisan, atas kebakaran rumah yang dialami oleh Khamazaro.
"Kita juga sama-sama menunggu, kita memberikan kesempatan kepada kepolisian tentunya, aparat penegak hukum untuk melakukan investigasi terkait masalah tersebut," pungkasnya.
Khamazaro merupakan hakim yang menangani berbagai kasus di lingkungan PN Medan. Salah satunya, yakni kasus proyek jalan turut yang menyeret nama Gubernur Sumatera Utara sekaligus menantu Presiden ke-7 Joko Widodo, Bobby Nasution.
Kasus ini terkait dengan dugaan korupsi proyek jalan di Dinas PUPR Sumut. Dalam sidang perkara itu, Khamazaro sempat meminta agar Bobby dihadirkan dalam sidang.
Permintaan ini muncul setelah terungkap adanya pergeseran anggaran melalui Peraturan Gubernur (Pergub) dalam sidang yang digelar pada Rabu (24/9/2025) lalu. Sidang ini mengadili dua terdakwa dari pihak swasta yaitu Direktur Utama PT Dalihan Na Tolu Grup, Muhammad Akhirun Piliang alias Kirun, dan Direktur PT Rona Mora, Muhammad Rayhan Dulasmi.
Dalam sidang kasus yang turut melibatkan Kepala Dinas PUPR Pemprov Sumut nonaktif, Topan Obaja Putra Ginting (TOP) atau anak buah Bobby ini, Khamazaro memeriksa Sekretaris Dinas PUPR Sumut, Muhammad Haldun, sebagai saksi.
Dalam keterangannya, Haldun mengatakan bahwa anggaran untuk dua proyek jalan yang menjadi objek korupsi, yakni ruas Sipiongot-Batas Labuhan Batu dan Sipiongot-Hutaimbaru di Padang Lawas Utara dengan total nilai Rp165 miliar, belum dialokasikan pada APBD murni 2025.
Bukan berdasarkan alokasi, Haldun menyebut bahwa anggaran yang digunakan bersumber dari pergeseran dana sejumlah dinas yang dilegalkan melalui Pergub.
Kemudian, atas keterangan yang disampaikan oleh Haldun, Hakim mengatakan bahwa yang paling bertanggung jawab atas hal tersebut adalah Gubernur Sumut, Bobby Nasution. Selain Bobby, Hakim juga meminta JPU untuk menghadirkan Pj Sekretaris Daerah Sumut saat itu, Effendy Pohan, untuk dimintai keterangan mengenai dasar hukum Pergub yang disebut telah diubah hingga enam kali.
Penulis: Auliya Umayna Andani
Editor: Andrian Pratama Taher
Masuk tirto.id


































