Menuju konten utama

Saat Status Hukum Tim Seleksi Anggota KPU-Bawaslu Terancam Digugat

Jokowi disarankan perbaiki timsel KPU-Bawaslu. Sebab, segala keputusan timsel bisa dianggap ilegal karena tak sesuai regulasi yang berlaku.

Saat Status Hukum Tim Seleksi Anggota KPU-Bawaslu Terancam Digugat
Petugas keamanan bersiaga di halaman kantor Komisi Pemilihan Umum (KPU), Jakarta, Sabtu (29/6/2019). ANTARA FOTO/Reno Esnir/aww.

tirto.id - Panitia Seleksi (Pansel) Anggota KPU dan Bawaslu 2022-2027 kembali disorot. Kali ini, tiga organisasi masyarakat sipil yakni Indonesia Corruption Watch (ICW), Perkumpulan Untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) serta Pusat Studi Konstitusi (PUSaKO) Universitas Andalas mengajukan surat keberatan tentang Pembentukan Tim Seleksi Calon Anggota KPU Masa Jabatan 2022-2027 dan Calon Anggota Bawaslu Masa Jabatan 2022-2027 sesuai Keputusan Presiden Nomor 120/P tahun 2021.

Dalam surat yang dikirim pada 5 November 2021 ke Sekretariat Negara, mereka keberatan karena tim seleksi bentukan Presiden Jokowi itu dinilai melanggar Undang-Undang Nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilu.

“ICW, Perludem, dan PUSaKO menjelaskan, dari 11 orang tim seleksi KPU dan Bawaslu periode 2022-2027, terdapat empat orang yang berasal dari unsur pemerintah. Padahal, ketentuan di dalam Pasal 22 ayat (3) huruf a UU No. 7 Tahun 2017 secara eksplist mengatur, bahwa unsur pemerintah di tim seleksi KPU dan Bawaslu dibatasi hanya tiga orang," kata Direktur Eksekutif Pusako Feri Amsari dalam keterangan, Kamis (11/11/2021).

Ketiga kelompok masyarakat ini menilai ada 4 perwakilan pemerintah, yakni Juri Ardiantoro yang merupakan Ketua Pansel berasal dari Kantor Staf Kepresidenan, Poengky Indarti sebagai bagian dari Komisi Kepolisian Nasional, Bahtiar selaku Direktur Jenderal Politik dan Pemerintah Umum Kemendagri serta Edward Omar Sharief Hiariej selaku Wamenkumham.

Feri menuturkan, komposisi timsel saat ini tidak hanya bertentangan dengan undang-undang, tetapi juga berpotensi melanggar asas umum pemerintahan yang baik, terutama soal kepastian hukum dan kecermatan di dalam mengeluarkan sebuah keputusan tata usaha negara, dalam hal ini surat keputusan presiden di dalam pengangkatan tim seleksi KPU dan Bawaslu Periode 2022-2027.

Selain itu, ketiga lembaga swadaya masyarakat ini juga menyoalkan posisi Juri Ardiantoro sebagai pansel. Mereka mengingatkan bahwa Pasal 22 ayat 4 huruf a UU 7/2017 mengamanatkan agar tim seleksi mempunyai reputasi dan rekam jejak yang baik. Juri dinilai bermasalah karena pernah menjadi bagian tim sukses Jokowi-Maruf Amin pada Pilpres 2019. Mereka khawatir potensi konflik kepentingan bila mantan Wakil Direktur Hukum dan Advokasi Tim Kampanye Nasional Jokowi-Ma’ruf Amin itu menjadi tim seleksi.

Feri dan organisasi lain mendesak Presiden Jokowi untuk mengoreksi Keputusan Presiden Nomor 120/P 2021 dan memperbaiki tim seleksi sesuai dengan amanat undang-undang. Hal tersebut harus segera dilakukan agar proses seleksi yang saat ini sudah berjalan tidak terdampak hukum dan menghindari pelanggaran hukum yang lebih luas. Mereka pun tidak menutup kemungkinan untuk menggugat ke PTUN bila dalam 10 hari tidak diproses Jokowi.

Ketua tim pansel, Juri Ardiantoro enggan berkomentar soal keberatan yang diajukan ICW, Perludem, dan PUSaKO. Ia beralasan, surat tersebut diserahkan ke presiden sehingga bukan wewenang pansel. Namun ia memastikan pansel akan terus berjalan meski ada yang keberatan.

“Hampir tiap hari rapat, termasuk dari pagi ini. Besok Jumat, kami juga menerima teman-teman tersebut yang tergabung dalam koalisi masyarakat sipil," kata Juri kepada reporter Tirto, Kamis (11/11/2021).

Juri pun menegaskan, perwakilan pemerintah hanya 3 orang karena Poengky Indarti bukanlah unsur pemerintah. Ia mengingatkan Poengky adalah unsur masyarakat di Kompolnas.

Di sisi lain, Juri enggan berkomentar lebih jauh tentang tudingan konflik kepentingan terhadapnya sebagai pansel dan latar belakang sebagai timses. Ia hanya memastikan tim seleksi akan bekerja sebaik mungkin.

“Timsel akan bekerja sebaik-baiknya. Soal rekam jejak teman-teman, tahu sendiri kan semua anggota timsel," tutur Juri.

Staf Khusus Menteri Sekretariat Negara Bidang Komunikasi dan Media Faldo Maldini membenarkan pihak istana sudah menerima surat tersebut. Mereka akan mempelajari argumen dari surat keberatan yang diajukan Perludem dkk.

“Kami sudah terima. Segera diproses. Semua pandangan tentu harus diapresiasi. Kami akan pelajari argumen-argumennya," kata Faldo dalam keterangan tertulis, Kamis (11/11/2021).

Namun Faldo menegaskan bahwa keputusan pembentukan timsel sudah dipertimbangkan sebelum disahkan. Ia pun mengingatkan bahwa Poengky adalah perwakilan masyarakat sesuai keputusan di Kompolnas.

"Sejauh ini, keputusan soal timsel ini, sudah sesuai dengan perundang-undangan. Kami sudah jelaskan sebelumnya, Ibu Poengky merupakan perwakilan masyarakat sebagaimana status beliau juga begitu di Kompolnas. Saya rasa ini clear," klaim Faldo.

Di sisi lain, Faldo menilai perlu ada bukti tentang dugaan konflik kepentingan. Ia menilai bahwa perwakilan pemerintah pasti berkaitan dengan Jokowi selaku presiden. Ia lantas mencontohkan Wamenkumham Eddy Hiariej saat menjadi saksi sengketa Pilpres 2019.

"Pak Eddy juga saksi ahli Pak Jokowi dulu di MK, berarti tidak valid juga dong? Bisa bubar ini panitia kalau cara menilainya begitu. Saya kira unsur kredibilitas yang paling penting. Lihat tim ini bekerja, nama seperti apa yang muncul nanti, kita bisa nilai bersama," kata Faldo.

Berpotensi Hasil Seleksi Tidak Sah

Ahli Hukum Tata Negara dan Administrasi Negara dari Universitas Bengkulu Beni Kurnia Illahi tidak memungkiri bahwa ada pelanggaran dalam pengangkatan pansel KPU/Bawaslu. Ia melihat ada pelanggaran undang-undang dalam pembentukan pansel sebagaimana pandangan masyarakat sipil.

“Tentu dari aspek hukum administrasi negara bisa kita menilai bahwa keputusan presiden tentang pengangkatan tim seleksi KPU/Bawaslu ini bertentangan dengan Peraturan Perundang-undangan dan Asas Umum Pemerintahan yang Baik. Sebab, sejumlah regulasi terutama Pasal 22 ayat (3) UU Pemilu dan Pasal 22 ayat (4) dilanggar oleh presiden sebagai Pejabat Tata Usaha Negara," kata Beni kepada reporter Tirto.

Sehingga ketika keputusan tersebut dikeluarkan, kata dia, masyarakat sebagai konstituen tentu merasa dirugikan. “Karena, bagaimana hendak mewujudkan pemilu yang luber dan jurdil, sementara proses awal untuk menentukan tim seleksi komisioner KPU/Bawaslu saja masih bermasalah dan menabrak peraturan perundang-undangan,” kata Beni.

Beni pun menilai, publik bisa menggugat keputusan Jokowi lewat upaya administrasi. Hal tersebut sesuai Pasal 75 ayat 1 UU 30 tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan bahwa masyarakat bisa mengajukan upaya administratif terhadap putusan Jokowi.

Beni menegaskan soal dalih Poengky sebagai unsur masyarakat adalah hal yang salah. Ia mengingatkan Poengky tetap bagian dari pemerintah karena unsur pejabat yang berfungsi mengawasi kinerja aparatur kepolisian.

Beni menyarankan Jokowi untuk memperbaiki timsel. Ia beralasan, segala keputusan timsel bisa dianggap ilegal karena tidak sesuai dengan regulasi yang berlaku dan hasil seleksi batal demi hukum. Ia merujuk ke Pasal 52 ayat (1) dan Pasal 56 ayat (2) UU 30/2014.

“Tentu kalau dalam hukum administrasi, ketika syarat formilnya itu terlanggar, maka seluruh substansi yang terkandung di dalam keputusan tersebut juga dapat dibatalkan semuanya,” kata Beni.

Beni juga mengingatkan penggugat bisa saja menggugat secara hukum administrasi lewat PTUN. Mereka bisa menuntut perbaikan atau mungkin pembatalan. Selain itu, penggugat bisa saja mengajukan putusan sela ke PTUN agar proses pelaksanaan seleksi ditunda dengan meminta penundaan pelaksanaan Keppres.

“Jangan sampai nanti proses di PTUN sedang jalan, namun Timsel masih tetap melaksanakan fungsinya menyeleksi komisioner KPU/Bawaslu. Di samping itu, putusan PTUN untuk kasus ini tentunya akan bersifat erga omnes, di mana daya berlaku putusan tersebut mengikat secara publik, di samping mengikat para pihak yang bersengketa (inter pares), juga mengikat bagi siapapun di luar pihak-pihak yang bersengketa," tegas Beni.

Baca juga artikel terkait PANSEL atau tulisan lainnya dari Andrian Pratama Taher

tirto.id - Hukum
Reporter: Andrian Pratama Taher
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Abdul Aziz