tirto.id - Wakil Menteri Hukum, Edward Omar Sharif Hiariej, mengungkapkan dalam Rancangan Undang-undang Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (RUU KUHAP) mengatur ketentuan pembatasan waktu pencekalan tersangka ke luar negeri (LN) dengan maksimal 6 bulan. Hal itu termaktub dalam Pasal 113 Ayat 3.
Perpanjangan pencekalan tersangka ke luar negeri juga hanya dapat diperpanjang satu kali dalam waktu enam bulan.
"Jangka waktu pencegahan ke luar negeri sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) untuk jangka waktu paling lama 6 (enam) bulan dan dapat diperpanjang 1 (satu) kali dalam 6 (enam) bulan," bunyi Pasal 113 Ayat 3, yang dibacakan Edward.
Mengenai aturan pembahasan pencekalan tersangka ke luar negeri, Edward mengaku beleid tersebut merujuk pada putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terhadap uji materi (judicial review) Pasal 16 Ayat (1) huruf b Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian.
Dalam putusan MK tersebut, proses penyelidikan suatu perkara oleh penyelidik masih dilakukan dalam tahap menentukan ada atau tidaknya tindak pidana. Yakni untuk mencari bukti-bukti awal untuk menentukan siapa pelaku dalam perkara yang ditangani penyidik.
Menyimak penjelasan dari pemerintah, seluruh anggota Komisi III DPR yang juga merangkap sebagai anggota panitia kerja (Panja) RUU KUHAP menyetujui. Kemudian, Wakil Ketua Panja RUU KUHAP, Sari Yuliati, mengetuk palu tanda disetujuinya pasal tersebut.
Dalam pembahasan RUU KUHAP, DPR dan pemerintah juga sepakat untuk melarang Mahkamah Agung (MA) memberikan hukuman lebih berat dari putusan awal telah disepakati untuk dihapus. Hal itu sesuai dengan aturan RUU KUHAP terbaru.
“Panja RUU KUHAP baik dari DPR maupun Pemerintah menyepakati bahwa usulan Pemerintah berupa substansi baru DIM 1531 yaitu, Pasal 293 Ayat (3) yang berbunyi: Dalam hal Mahkamah Agung menjatuhkan pidana terhadap terdakwa maka pidana tersebut tidak boleh lebih berat dari putusan judex factie sepakat untuk dihapus,” kata Habiburokhman dalam keterangan pers, Kamis (10/7/2025).
Selain itu, dalam pembahasan RUU KUHAP, Komisi III DPR RI menghapus larangan publikasi siaran langsung persidangan di pengadilan dari draf Revisi Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RUU KUHAP).
“Teman-teman, Pak Wamen, kita juga menerima kunjungan teman-teman pers, waktu itu Aliansi Jurnalis Independen dalam koalisi masyarakat sipil. Ini terkait peliputan, Pak,” kata Habiburokhman dalam rapat Panitia Kerja (Panja) RUU KUHAP di Gedung DPR RI, Jakarta, Rabu (9/7/2025).
Penulis: Irfan Amin
Editor: Fransiskus Adryanto Pratama
Masuk tirto.id


































