Menuju konten utama
Kebakaran Hutan dan Lahan

Rentetan Karhutla & Lemahnya Mitigasi hingga Penegakan Hukum

Selain penegakan hukum terhadap karhutla, perlu juga melakukan pengecekan terhadap sistem pencegahan yang dimiliki oleh korporasi.

Rentetan Karhutla & Lemahnya Mitigasi hingga Penegakan Hukum
Petugas dari Direktorat Jenderal Penegakkan Hukum KLHK melakukan penyegelan lahan milik PT Sampoerna Agro Tbk yang terbakar di Desa Menang Raya, Kecamatan Pedamaran, Ogan Komering Ilir (OKI), Sumatera Selatan, Rabu (4/10/2023). Direktorat Jenderal Penegakkan Hukum KLHK menyegel lahan milk PT Sampoerna Agro Tbk seluas 586 hektare dan lahan milik PT Tempirai Palm Resources yang masih dalam proses perhitungan luas yang terbakar di Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI), Sumatera Selatan. ANTARA FOTO/Nova Wahyudi/foc.

tirto.id - Kebakaran hutan dan lahan (karhutla) di Indonesia yang terus berulang menjadi masalah serius dan perlu dicarikan solusinya. Karena hingga saat ini, api masih menghantui beberapa wilayah Indonesia seperti Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, Jambi, Riau, dan Sumatera Selatan.

Data Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mencatat, setidaknya sudah ada 526 kejadian karhutla di Indonesia sejak 1 Januari - 5 September 2023. Meski baru delapan bulan berjalan, kasus karhutla tersebut sudah melonjak 108,73 persen dibandingkan sepanjang 2022 yang sebanyak 252 kejadian. Angkanya juga hampir menyamai jumlah kasus karhutla sepanjang 2021 yang tercatat sebanyak 579 kejadian.

Kebakaran hutan dan lahan di Indonesia memang tengah melonjak tinggi pada awal puncak kemarau tahun ini. Dari hasil pantauan Madani Berkelanjutan, pada Agustus 2023 luas area indikatif karhutla di seluruh Indonesia mencapai 152.678 hektare, meningkat sekitar dua kali lipat dibanding bulan sebelumnya.

Jika diakumulasikan, maka selama periode Januari-Agustus 2023 total luas area indikatif karhutla nasional sudah melampaui 250.000 hektare. Angka ini lebih tinggi dari tahun lalu, yang menurut data KLHK total luas karhutla nasional sepanjang 2022 hanya 204.894 hektare.

Madani Berkelanjutan memantau luas karhutla dengan metode Area Indikatif Terbakar (AIT), yakni estimasi area yang diduga tinggi telah/sedang terbakar berdasarkan data sebaran titik panas yang terkumpul dan bertahan pada waktu relatif lama.

“Dengan AIT, para pihak bisa mendapatkan gambaran pergerakan kebakaran dari bulan ke bulan yang relatif lebih dini (real-time), sehingga bisa mencegah perluasan karhutla," kata tim Madani Berkelanjutan dalam laporan Ancaman Karhutla di Kala El-Nino Menerpa (Agustus 2023).

Direktur Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Nasional, Zenzi Suhadi mengatakan, masalah karhutla yang terus berulang ini terjadi akibat tidak adanya keseriusan pemerintah dalam hal mitigasi. Karena faktanya, kebakaran hutan dan lahan masih terjadi sampai hari ini.

“Karhutla itu memang tidak ada kemauan politik Jokowi untuk selesaikan, sembilan tahun jadi presiden karhutla masih terjadi, artinya soalnya memang tidak dijawab,” kata dia kepada Tirto, Rabu (4/10/2023).

Karhutla tidak boleh dianggap sebelah mata. Sebab dari kejadian ini berdampak pada rusaknya ekosistem dan menyebabkan musnahnya flora dan fauna yang tumbuh dan hidup di hutan.

Dampak lainnya dari asap yang ditimbulkan dapat menyebabkan penyakit infeksi saluran pernapasan atas (ISPA), asma, penyakit paru obstruktif kronik, penyakit jantung serta iritasi pada mata, tenggorokan dan hidung. Kabut asap dari kebakaran hutan juga dapat mengganggu bidang transportasi, khususnya transportasi penerbangan.

Tersebarnya asap dan emisi gas karbondioksida dan gas-gas lain ke udara juga akan berdampak pada pemanasan global dan perubahan iklim. Kebakaran hutan mengakibatkan hutan menjadi gundul, sehingga tidak mampu lagi menampung cadangan air di saat musim hujan, hal ini dapat menyebabkan tanah longsor ataupun banjir.

Selain itu, kebakaran hutan dan lahan juga mengakibatkan berkurangnya sumber air bersih dan bencana kekeringan, karena tidak ada lagi pohon untuk menampung cadangan air.

Kebakaran hutan Gunung Lawu

Sejumlah titik api di Gunung Lawu terlihat dari Panekan, Magetan, Jawa Timur, Sabtu (30/9/2023). ANTARA FOTO/Siswowidodo/tom.

Persoalan Karhutla Bukan Pada Penanganan

Manajer Kampanye Hutan dan Kebun Eksekutif Nasional WALHI, Uli Arta Siagian melihat, masalah karhutla ini kuncinya bukan persoalan pada penanganan saja. Tetapi lebih kepada bagaimana pemerintah bisa memitigasi untuk menjawab akar persoalan dari kebakaran hutan tersebut.

“Kalau kemudian perspektif pemerintah Indonesia itu hanya dalam penanganan kebakaran hutan dan lahan, maka 10 tahun ke depan kita masih akan membicarakan soal karhutla,” kata dia saat dihubungi Tirto, Rabu (4/10/2023)

Menurutnya sekarang adalah waktu yang tepat bagi pemerintah untuk mengambil tindakan atau mitigasi kebakaran hutan dan lahan. Supaya kemudian 10 tahun ke depan Indonesia tidak lagi terjebak pada persoalan kebakaran hutan dan lahan lagi.

“Nah memitigasinya dengan apa? Dengan cara pemerintah itu harus mempunyai satu kebijakan yang mengharuskan semua kementerian atau lembaga terkait untuk melakukan evaluasi terhadap perizinan, baik itu konsesi hutan, tanaman industri, sawit, tambang ataupun yang lain," kata dia.

Dari proses evaluasi tersebut, pemerintah bisa mengetahui perusahaan-perusahaan mana yang tergolong 'jahat'. Karena faktanya, ada beberapa perusahaan di 2015 dan 2019 lahan konsensinya terbakar, sehingga ada pola keberulangan.

“Maka terhadap perusahaan-perusahaan yang jahat ini pemerintah harus memberikan sanksi tegas, baik pidana, atau perdata itu satu," imbuh dia.

Selain itu, terhadap perusahaan-perusahaan jahat ini pemerintah harus punya satu kebijakan yang bisa blacklist perusahaan tersebut. Pemerintah nantinya bisa memasukan ke dalam daftar hitam agar mereka tidak mendapatkan kemudahan saat mengajukan perpanjangan izin, tidak mendapat kemudahan pengajuan izin baru, dan tidak dapat kemudahan mengakses modal dari bank.

“Menurut kami itu bisa memberikan efek jera kepada perusahaan untuk mereka bisa tobat dari perbuatan jahat mereka,” kata dia.

Gakkum KLHK segel lahan milik sampoerna agro dan tempirai

Petugas dari Direktorat Jenderal Penegakkan Hukum KLHK melakukan penyegelan lahan milik PT Sampoerna Agro Tbk yang terbakar di Desa Menang Raya, Kecamatan Pedamaran, Ogan Komering Ilir (OKI), Sumatera Selatan, Rabu (4/10/2023). Direktorat Jenderal Penegakkan Hukum KLHK menyegel lahan milk PT Sampoerna Agro Tbk seluas 586 hektare dan lahan milik PT Tempirai Palm Resources yang masih dalam proses perhitungan luas yang terbakar di Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI), Sumatera Selatan. ANTARA FOTO/Nova Wahyudi/foc.

Lemahnya Penegakan Hukum

Selama ini, lanjut Uli, tidak pernah ada penegakan hukum yang kuat dari pemerintah. Perusahaan-perusahaan yang terbukti melakukan kesalahan hanya sebatas dilakukan penyegelan saja.

“Di Kalimantan Barat dan di Jambi ada perusahaan sudah disegel di 2015 atau 2019 terus terbakar lagi konsensinya di 2023, eh cuma disegel. Jadi apalah arti penyegelan tanpa penegakan dan sanksi kuat?” kata dia mempertanyakan.

Karena menurutnya tidak akan mungkin pemerintah bisa menjawab persoalan kebakaran hutan dan lahan, jika tidak ada perbaikan tata kelola dengan cara melakukan evaluasi dan penegakan hukum.

Berdasarkan temuan WALHI, titik kebakaran hutan dan lahan dengan skala yang besar cukup banyak ada di konsesi. Secara dominan itu berada di hutan tanaman dan industri (HTI) dan konsesi sawit.

“Kenapa itu bisa terjadi? Karena konsesi sawit dan HTI itu berada di kawasan rentan seperti gambut," katanya.

Masih dalam catatannya, saat ini terdapat 19 perusahaan yang beroperasi di lahan gambut dan hutan. Jika tidak ada evaluasi dan pengawasan terhadap 19 perusahaan tersebut, maka persoalan karhutla ini tidak bisa diselesaikan.

“Presiden harusnya membuat suatu Keppres misalnya untuk semua KL melakukan evaluasi dan penegakan hukum terhadap perusahaan-perusahaan yang misalnya terbukti melakukan pelanggaran atau kejahatan lingkungan salah satunya membakar lahan dan itu harus dilakukan,” ujarnya.

“Jadi 2023 ini harus dipakai momentum untuk melakukan hal strategis itu,” kata dia menambahkan.

Jika pemerintah tidak melakukan itu, maka 10 tahun ke depan Indonesia masih akan membicarakan karhutla dan 10 tahun ke depan jutaan rakyat Indonesia harus menjadi korban lagi.

Juru Kampanye Auriga Nusantara, Hilman Afif mengatakan, kebakaran yang terjadi di konsesi atau perizinan berbasis lahan memang harus dilakukan secara tegas. Dalam hal ini, penegakan hukum menjadi penting bagi setiap korporasi api (korporasi yang wilayahnya kerap terjadi kebakaran).

“Tidak hanya saat melakukan penuntutan, tapi realisasi hasil putusan pun harus ditindak lanjuti untuk pemulihan lahan yang terbakar," kata Hilman kepada Tirto, Rabu (4/3/2023).

Selain penegakan hukum, perlu juga untuk melakukan pengecekan terhadap sistem pencegahan yang dimiliki oleh korporasi. Kebijakan dalam antisipasi kebakaran hutan dan lahan harus tersedia dengan baik, mulai dari pre-fire, active-fire hingga post fire.

Lebih detail misalnya, dalam konteks pre-fire menyoal kebijakan untuk tidak membuka lahan dengan membakar, ketersediaan peta rawan kebakaran, ketersediaan alat pemadaman. Kemudian active-fire menyoal ketersediaan dan kapabilitas personil, dan post-fire meliputi kegiatan evaluasi dan tindakan improvement apa yang harus dilakukan agar kebakaran tidak terjadi kembali.

Dari peristiwa ini, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Siti Nurbaya memastikan, pemerintah terus bekerja keras untuk mengatasi hal ini. Saat ini, tim tengah berjibaku di lapangan untuk pemadaman darat di Sumsel, Kalteng dan Kalsel serta beberapa daerah di Sumatera dan Kalimantan, termasuk sebagian juga di Jawa.

Pemadaman darat dan water bombing dilakukan. Demikian pula Teknik Modifikasi Cuaca mulai dilakukan sejak kemarin, kata Menteri LHK Siti Nurbaya.

KLHK juga terus bekerja di lapangan. Sampai dengan sekarang, 203 perusahaan mendapatkan peringatan dan 20 perusahaan sudah disegel karena kebakaran, di antaranya anak perusahaan Malaysia.

Baca juga artikel terkait KARHUTLA atau tulisan lainnya dari Dwi Aditya Putra

tirto.id - Sosial budaya
Reporter: Dwi Aditya Putra
Penulis: Dwi Aditya Putra
Editor: Abdul Aziz