tirto.id - Kejaksaan Agung menetapkan Jaksa Pinangki Sirna Malasari sebagai tersangka dugaan tindak pidana korupsi terkait kasus Djoko Soegiarto Tjandra alias Djoko Tjandra. Tim penyidik Kejagung menangkap yang bersangkutan pada Selasa (11/8/2020) malam di rumahnya.
"Penyidik pada Direktorat Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) berdasarkan bukti permulaan yang cukup tadi malam menetapkan tersangka dengan inisial PSM," ujar Kepala Pusat Penerangan dan Hukum Kejagung Hari Setyono dalam jumpa pers di Jakarta, Rabu (12/8/2020).
Pinangki dijerat dengan Pasal 5 ayat 1 huruf b UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor). Ia terancam hukuman pidana maksimal lima tahun penjara. "Pasal sangkaannya [mengenai] pegawai negeri yang diduga terima hadiah atau janji," ujar Hari.
Sebelum ditetapkan sebagai tersangka, Kejagung telah lebih dulu menjatuhkan sanksi kepada Pinangki karena terbukti melanggar disiplin dan kode etik perilaku jaksa. Hukuman tersebut dijatuhkan berdasarkan Surat Keputusan No. KEP-IV-041/B/WJA/07/2020 tentang Penjatuhan Hukuman Disiplin (PHD) Tingkat Berat berupa Pembebasan dari Jabatan Struktural. Pinangki dicopot dari jabatannya sebagai Kepala Sub-Bagian Pemantauan dan Evaluasi II pada Biro Perencanaan Jaksa Agung Muda Pembinaan.
Pinangki terbukti melakukan pelanggaran disiplin pegawai negeri sipil, yaitu telah melakukan perjalanan ke luar negeri tanpa mendapatkan izin tertulis dari pimpinan Kejagung sebanyak sembilan kali pada 2019.
Dalam salah satu perjalanan ke luar negeri tanpa izin itu, Pinangki diduga bertemu Djoko Tjandra. Foto Pinangki bersama Djoko dan pengacaranya, Anita Kolopaking, bahkan tersebar di media sosial.
Pinangki diduga menerima hadiah atau janji dari Djoko Tjandra. Jumlahnya cukuplah besar, yakni 500 ribu Dolar AS atau berkisar Rp7,4 miliar--melebihi jumlah harta Pinangki yang tercatat dalam Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) pada 2018 lalu.
Dikutip dari laman elhkpn.kpk.go.id, total harta Pinangki pada 2018 sebesar Rp6,8 miliar. Tercatat dalam laporan yang disampaikan pada Maret tahun lalu itu Pinangki sudah menjabat sebagai Kepala Sub-Bagian Pemantauan dan Evaluasi II pada Biro Perencanaan Jaksa Agung Muda Pembinaan.
Sebagian besar dari harta tersebut merupakan tanah dan bangunan, dengan total Rp6 miliar. Ia tercatat memiliki tanah dan bangunan di Bogor, Jakarta Barat, dan Kota Bogor. Ia juga memasukkan Nissan Teana (2010), Toyota Alphard (2014), dan Daihatsu Xenia (2013), dengan nilai Rp 630 juta. Selain itu, ia tercatat memiliki jenis harta kas dan setara kas senilai Rp200 juta.
Pinangki juga pernah melaporkan harta kekayaannya di tahun 2008. Saat itu ia masih berdinas di Kejaksaaan Negeri Cibinong dengan jabatan sebagai Seksi Tindak Pidana Khusus.
Tahun itu kekayaannya yang tercatat terdiri atas harta tidak bergerak berupa bangnan dan tanah senilai Rp 2,09 miliar, harta bergerak berupa mobil senilai Rp 460 juta, serta giro dan setara kas lain sebanyak Rp 128,17 juta.
Total harta kekayaannya saat itu baru mencapai Rp2,67 miliar, atau ada peningkatan sebesar Rp4,1 miliar pada 2018.
Selain berkarier sebagai jaksa, Pinangki ternyata juga merupakan anggota Bhayangkari. Suami Pinangki merupakan perwira menengah kepolisian yakni AKBP Napitupulu Yogi Yusuf. Sebelum dimutasi pada 3 Agustus, Napitupulu menjabat sebagai Kasubbagopsnal Dittipideksus di Bareskrim Polri.
Kariernya di satuan reserse pun terganggu karena ulah sang istri. Pada 3 Agustus lalu, saat Pinangki diperiksa, Kapolri Jenderal Idham Azis melakukan mutasi terhadap jabatan Napitupulu. Kini Napitupulu bertugas sebagai Kasubbagsismet Bagjiansis Rojianstra Slog Polri.
Pinangki merupakan aparat penegak hukum keempat yang dicopot dari jabatannya terkait kasus Djoko Tjandra. Sebelumnya tiga perwira Polri dicopot dari jabatannya terkait surat jalan Djoko Tjandra dan red notice di Interpol.
Ketiganya yakni Brigadir Jenderal Prasetijo Utomo yang dicopot dari Kepala Biro Koordinasi dan Pengawasan PPNS Bareskrim Polri, Inspektur Jenderal Napoleon Bonaparte dari Kepala Divisi Hubungan Internasional, dan Brigjen Nugroho Slamet Wibowo dari jabatan Sekretaris NCB Interpol Indonesia.
Prasetijo bahkan dijerat pidana dan menjadi tersangka kasus dugaan penerbitan surat jalan palsu untuk Djoko Tjandra. Surat itu diterbitkan agar Djoko Tjandra leluasa bepergian di Indonesia.
Editor: Rio Apinino