Menuju konten utama

Rapor Menteri Prabowo & Hal-Hal yang Masih Perlu Diperbaiki

Beberapa menteri yang rapor kinerjanya masih merah adalah Bahlil Lahadalia dan Natalius Pigai.

Rapor Menteri Prabowo & Hal-Hal yang Masih Perlu Diperbaiki
Presiden Prabowo Subianto (tengah) didampingi Wapres Gibran Rakabuming raka (kiri) menjabat tangan para menteri dan pejabat setingkat menteri Kabinet Merah Putih sebelum Sidang Kabinet Paripurna di Kantor Presiden, Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin (20/10/2025). ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra/bar

tirto.id - Di momen setahun pemerintah Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka, publik juga turut menyoroti kinerja para menteri Kabinet Merah Putih. Hal itu tercermin dalam laporan survei sejumlah lembaga survei.

Ada menteri yang kinerjanya dalam 12 bulan terakhir dinilai memuaskan oleh publik dan tentu saja ada pula yang mendapat rapor merah.

Tirto mencermati laporan-laporan survei dari empat lembaga, yakni Center of Economic and Law Studies (Celios), Poltracking Indonesia, Indonesia Political Opinion, dan IndoStrategi, yang terbit pada Oktober ini.

Survei Celios berbasis pada lima sektor: hukum dan HAM, energi dan lingkungan, sosial dan politik, dan sektor ekonomi. Untuk menyimpulkan persepsi kebijakan sejumlah kementerian, Celios menjaring penilaian dan data dari panel expert judgment (di dalamnya terdapat jurnalis dari berbagai media massa), serta penilaian masyarakat umum, .

Di sektor ekonomi, Celios ingin melihat sejauh mana kebijakan pemerintah berdampak pada kehidupan masyarakat. Seturut itu, pertanyaan juga menjurus pada realitas atau kondisi ekonomi rumah tangga dan pengaruh program pemerintah.

Hasilnya menunjukkan bahwa situasi ekonomi masyarakat masih belum membaik. Setidaknya, 27 persen responden mengatakan kondisi ekonomi keluarga mereka saat ini lebih buruk dibanding tahun lalu. Sebanyak 45 persen lainnya justru merasa tidak ada perubahan atau stagnan. Dan hanya 28 persen yang merasa kondisi ekonominya membaik.

Terkait manfaat program pemerintah dalam kehidupan sehari-hari, mayoritas responden menjawab bahwa program atau kebijakan negara tidak memberi dampak nyata. Rinciannya, 53 persen menyatakan bantuan atau program pemerintah tidak berpengaruh terhadap kehidupan mereka. Bahkan, 4 persen responden merasa program tersebut justru menjadi beban.

Tekanan ekonomi masyarakat yang berkelindan dengan kapasitas lapangan kerja dan masalah pengangguran juga menjadi variabel survei. Sebanyak 33 persen responden menilai kebijakan pemerintah di bidang ketenagakerjaan buruk dan 17 persen bahkan menilai sangat buruk.

“Penilaian negatif ini sejalan dengan kondisi lapangan kerja saat ini, di mana pemutusan hubungan kerja (PHK) masih banyak terjadi di berbagai sektor, terutama karena melemahnya industri manufaktur. Akibatnya, semakin banyak orang yang terpaksa bekerja di sektor informal karena lapangan kerja formal semakin terbatas,” petik laporan survei Celios.

Kunjungan Kepala Badan Gizi Nasional ke ANTARA

Kepala Badan Gizi Nasional (BGN) Dadan Hindayana mengikuti wawancara saat berkunjung ke ANTARA Heritage Center, Jakarta, Rabu (30/7/2025). Kunjungan tersebut untuk mengikuti wawancara program Podcast ANTARA yang membahas realisasi penerapan program makan bergizi gratis di Indonesia. ANTARA FOTO/Sulthony Hasanuddin/foc.

Dari hasil analisis Celios yang merujuk hasil survei di sektor ekonomi, realitas yang tersaji tak terlepas dari peranan kepala institusi atau menteri yang menakhodai kementerian/lembaga sektor ini. Survei menunjukkan Kepala Badan Gizi Nasional (BGN), Dadan Hindayana, menempati posisi menteri/kepala badan dengan kinerja terburuk di bidang ekonomi dengan skor signifikan -67.

Nilai merah yang dialamatkan ke Dadan berkaitan dengan pelaksanaan program MBG yang sarat masalah, mulai dari tata kelola, transparansi penunjukkan vendor/mitra, dan rentetan kasus keracunan massal penerima manfaat.

Belum lagi, atensi publik juga mengarah pada anggaran jumbo untuk program MBG yang tidak sebanding dengan dampaknya.

Sektor Lingkungan Kurang Perhatian

Di sektor sosial-politik, survei Celios menunjukkan bahwa kebebasan sipil selama satu tahun pemerintahan Prabowo–Gibran dinilai masih bermasalah. Sebanyak 35 persen responden menilai kondisinya tidak berubah dibanding era sebelumnya. Sementara itu, 28 persen responden menyatakan kebebasan sipil tidak terlindungi dan sangat tidak terlindungi.

Dari analisis Celios, satu di antara penyebabnya adalah UU ITE yang sering dipakai untuk mempidanakan warga sipil. Selain itu, pendekatan keamanan masih dominan dalam menangani aksi unjuk rasa. Sehingga, nuansa sentralisasi kekuasaan yang bercorak militeristik santer terasa menyempitkan ruang partisipasi sipil.

Terlebih, setidaknya 15 purnawirawan dan 1 TNI aktif kini bercokol di lingkaran dekat kekuasaan Presiden Parabowo.

Dalam sektor sosial-politik ini, muncul tiga menteri teratas dengan penilaian kinerja buruk. Mereka adalah Menteri Pertahanan Sjafrie Sjamsoeddin, Menteri Komunikasi dan Digital Meutya Hafid, dan Menteri Kebudayaan Fadli Zon.

Beralih ke sektor energi dan lingkungan, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Bahlil Lahadalia menjadi menteri dengan kinerja terburuk. Disusul Menteri Kehutanan Raja Juli Antoni dan Menteri Agraria dan Tata Ruang Nusron Wahid. Di sektor ini, masalah kerusakan lingkungan menjadi perhatian utama responden.

Dari 1.388 responden, sebanyak 37 persennya menilai pemerintah kurang memperhatikan isu lingkungan dan 11 persen bahkan menilai pemerintah tidak memperhatikan sama sekali.

“Banyak yang menilai kebijakan pemerintah lebih fokus pada proyek ekonomi jangka pendek dan investasi industri, sementara isu lingkungan hanya dijadikan slogan tanpa tindakan nyata,” petik laporan Celios.

Sejumlah pejabat hadiri rapat terbatas di Kertanegara

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia memberikan keterangan kepada wartawan usai rapat terbatas di Kertanegara, Jakarta Selatan, Minggu (19/10/2025). ANTARA FOTO/Fakhri Hermansyah/nym.

Bergeser ke sektor hukum, isu korupsi menjadi parameter yang dinilai. Konklusi dari penilaian responden soal isu ini menunjukkan tingginya tingkat ketidakpercayaan publik terhadap keseriusan pemerintah dalam menangani korupsi. Persisnya, sebanyak 43 persen responden menilai upaya pemerintah dalam memberantas korupsi selama satu tahun terakhir tidak efektif.

Di sektor HAM, perhatian utama responden menyoal maraknya konflik agraria, pelanggaran HAM, dan kasus kejahatan lingkungan yang tak terselesaikan. Menteri dengan kinerja terburuk di sektor ini menurut responden adalah Menteri HAM Natalius Pigai dan Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian.

Secara kumulatif, penilaian menteri dengan kinerja terburuk dalam setahun belakang menempatkan Bahlil di urutan pertama dengan skor -151. Di bawahnya, ada Kepala BGN dan Menteri HAM. Sementara itu, menteri dengan status kinerja terbaik adalah Menko Bidang Infrastruktur dan Pembangunan Kewilayahan Agus Harimurti Yudhoyono.

Responden memberi skor 50 pada AHY karena dianggap mampu mengakomodasi kepentingan atau kebijakan pembangunan infrastruktur. Selain itu, masalah infrastruktur dan layanan publik dianggap responden sebagai masalah tiga terbawah yang harus segera dibenahi.

Bahlil Dinilai Abai Aspek Keberlanjutan Lingkungan

Survei dari IndoStrategi juga menempatkan Bahlil di posisi terbawah dalam soal kinerja. Skor Bahlil dalam survei IndoStrategi adalah 2,74. Meski begitu, kinerja Bahlil masih tergolong dalam kategori “sedang” seturut skala yang disusun IndoStrategi.

Tidak seperti Celios yang mendikotomikan skala kinerja dalam kategori “buruk” dan “baik”, IndoStrategi menambahkan indikator kinerja “sedang” dalam surveinya. Surveinya sendiri melibatkan 424 narasumber dengan latar pendidikan minimal sarjana strata satu.

Sejumlah isu strategis menjadi parameter penilaian rendah atas kinerja Ketua Umum Partai Golkar itu. Beberapa di antaranya terkait masalah perbaikan tata kelola dan transparansi sektor energi–minerba, implementasi transisi energi berkeadilan, sampai penyelesaian konflik lingkungan dan sosial akibat aktivitas pertambangan.

Menurut responden, faktor negatif yang menyertai kinerja Bahlil di antaranya adalah soal aktivitas tambang yang merusak ekosistem, semisal kasus Raja Ampat. Responden menilai kebijakan Kementerian ESDM di Raja Ampat mengorbankan aspek keberlanjutan. Program transisi energi bersih juga dinilai berjalan lambat, sedangkan ketergantungan pada batu bara terus terpantau tinggi.

Sementara itu, Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah Abdul Mu’ti dinilai sebagai menteri berkinerja baik, dengan skor 3,35. Faktor positif yang mempengaruhinya mencakup inovasi pembelajaran deep learning dan mata pelajaran coding, program redistribusi guru ASN yang dianggap mulai memperhatikan pemerataan kualitas pendidikan di daerah, hingga sistem PPDB/SPMB baru yang dinilai lebih tertib dan minim gejolak dibanding tahun-tahun sebelumnya.

Beranjak ke survei yang digarap Indonesia Political Opinion (IPO), Menteri HAM Natalius Pigai dinilai responden sebagai menteri yang kurang pantas menduduki jabatannya. Skornya hanya 2,3 persen dari 1.200 responden dengan demografi berusia paling rendah 17 tahun atau sudah menikah. Penilaian kinerja Menteri HAM ini seturut dengan jumlah rendahnya responden menjawab soal jaminan kebebasan berpendapat.

Dalam survei IPO, Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menempati posisi teratas sebagai menteri berkinerja baik dengan nilai 17,5 persen. Meski baru sebulan menjabat, publik optimistis dan yakin pada kapasitas Purbaya sebagai menteri. Menurut IPO, penilaian tinggi itu juga disebabkan oleh manuver-manuver kebijakan Purbaya dan publisitasnya yang masif.

Raker Menteri Keuangan dengan Komisi XI DPR

Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa bersiap mengikuti rapat kerja bersama Komisi XI DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (30/9/2025). ANTARA FOTO/Rivan Awal Lingga/tom.

Survei IPO juga menunjukkan bahwa publik masih khawatir pada kondisi perekonomian Indonesia. Kekhawatiran itu menempati urutan teratas dalam ketidakpuasan responden akan pemerintahan Prabowo-Gibran.

Terakhir, hasil survei Poltracking Indonesia menempatkan Menteri HAM Pigai di urutan teratas menteri berkinerja tidak memuaskan.

Dalam survei ini, indikator “sangat tidak puas” dipakai untuk menggambarkan kinerja paling buruk menteri. Pigai mendapat nilai 5,5 persen untuk indikator tersebut. Isu kebebasan berpendapat dinilai sebagai isu yang melatarbelakanginya.

Respons pemerintah

Kepala BGN Dadan Hindayana tidak banyak merespons soal penilaian buruk dari publik terhadap kinerjanya. Dia mengatakan bahwa permasalahan tata kelola MBG akan diperbaiki di masa datang. Terkini, lembaganya akan dirilis petunjuk teknis untuk perbaikan pelaksanaan program unggulan pemerintahan Presiden Prabowo tersebut.

“Beberapa hal sudah kami perbaiki. Saya ucapkan terima kasih atas penilaiannya. Bisa menjadi penyemangat untuk lebih baik,” kata Dadan saat dihubungi Tirto, Kamis (23/10/2025).

Sementara itu, Kepala Biro Komunikasi dan Informasi Publik Kementerian Kesehatan, Aji Muhawarman, juga merespons diplomatis soal kinerja Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin. Dalam survei Celios, Budi mendapat skor -5 atau nilai merah dalam kinerjanya selama setahun terakhir.

“Ya kami apresiasi terhadap penilaian, masukan atau evaluasi kinerja dari masyarakat. Ini menjadi refleksi bagi Kemenkes sebagai bahan evaluasi perbaikan kebijakan dan program kesehatan agar lebih dirasakan manfaatnya oleh masyarakat Indonesia,” ujar Aji kepada Tirto, Kamis (23/10/2025).

Kepala Pusat Penerangan Kemendagri, Benny Irwan, enggan buru-buru mengomentari hasil survei yang menempatkan Menteri Tito sebagai salah satu menteri berkinerja buruk. Survei Celios yang bersumber kelompok expert menilai Tito dengan skor -2.

“Mohon maaf, saya akan pelajari dulu. Saya belum bisa respons sekarang,” kata Benny.

Bahlil dan Pigai Konsisten Terbawah

Kepala Simpul dan Jaringan Jatam, Imam Shofwan, menjelaskan ada sejumlah permasalahan yang menjadikan Bahlil sebagai menteri dengan kinerja terburuk. Ini tak terlepas dari kebijakan di sektor energi yang sarat konflik kepentingan seraya menyebabkan kerusakan lingkungan.

Imam merujuk pada peraturan teranyar pemberian prioritas khusus izin tambang kepada BUMN, koperasi, dan organisasi keagamaan. Pemerintah, katanya, boleh saja menyebut kebijakan ini sebagai bentuk pemerataan ekonomi agar masyarakat daerah ikut menikmati hasil alamnya. Namun, di lapangan, skema prioritas tersebut berpotensi menjadi kanal baru akumulasi kapital.

“Banyak koperasi dan ormas yang bermitra dengan konglomerat lama yang telah menguasai sektor batu bara, nikel, dan energi,” kata dia.

Imam menekankan adanya konsolidasi modal yang diperkuat dengan terbitnya beberapa Peraturan Menteri ESDM pada saat Bahlil menjabat. Mulai dari Peraturan Menteri Nomor 17/2025 yang mengatur revisi sistem rencana kerja dan anggaran biaya (RKAB) perusahaan tambang. Lalu, ada Permen ESDM Nomor 14/2025 terkait pengelolaan wilayah minyak dan gas bumi sampai Permen ESDM Nomor 10/2025 terkait peta jalan transisi energi sektor ketenagalistrikan.

Menurut Imam, semua beleid itu berkelindan dengan kepentingan pebisnis dan kepentingan Bahlil yang juga termasuk pemodal di industri ekstraktif. Sebagai informasi, Bahlil mengembangkan bisnis pertambangan melalui PT Rifa Capital sebagai perusahaan induk yang menaungi sejumlah perusahaan.

“Meski mengusung narasi ‘kedaulatan energi nasional’, regulasi-regulasi ini menempatkan logika investasi di atas tata kelola publik. Pola ini mencerminkan bentuk baru konsolidasi aset strategis, saat aset publik dipusatkan di tangan negara dan korporasi,” ujar Imam.

Imam bahkan mewanti-wanti tidak ada upaya perbaikan bagi Kementerian ESDM yang ideal jika Bahlil masih menduduki posisi menteri.

“Ganti Menteri yang sarat benturan kepentingan dengan industri ekstraktif seperti Bahlil,” ujar Imam.

Raker Menteri HAM dengan Komisi XIII DPR

Menteri HAM Natalius Pigai menyampaikan paparan saat mengikuti rapat kerja dengan Komisi XIII DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (5/2/2025). ANTARA FOTO/Rivan Awal Lingga/nym.

Sementara itu, Koordinator KontraS, Dimas Bagus Arya, menyatakan bahwa hingga kini Kementerian HAM tidak bisa menyelesaikan permasalahan struktural maupun permasalahan yang berkaitan dengan upaya negara dalam pemenuhan HAM.

“Di awal kami sudah bilang bahwa Kementerian HAM yang dibentuk di era Prabowo tidak lebih kementerian yang bersifat gimik. Karena tidak dibekali visi pemenuhan HAM. Dalam satu tahun terakhir, yang diingat publik adalah pernyataan kontroversial dari menteri HAM dibanding kinerjanya,” kata Dimas kepada Tirto, Kamis (23/10/2023).

Dimas merujuk omongan Menteri Pigai yang menyepelekan hilangnya pengunjuk rasa saat demo Agustus lalu. Pigai menyebut mereka bukan hilang, tapi belum ditemukan.

“Lalu, kebijakan lain terkait pembela HAM, belum ada produk hukumnya. Jadi, kami sulit untuk menerka kinerja konkret karena belum ada kelihatan kerja kementerian HAM dan kementerian hanya sibuk mengkonsepkan kinerja Kementerian HAM yang belum jelas juga arahnya,” ujar dia.

Misal, soal rencana revisi UU HAM. Kata Dimas, sampai saat ini pun belum ada tindak lanjutnya. Bahkan, DIM dan draf RUU tidak bisa diakses publik. Sementara itu, Pigai saat forum publik pembahasan DIM beleid itu mengatakan bakal menguatkan posisi Komnas HAM.

Dimas lantas menyarankan dua hal mendesak yang kudu dilakoni Menteri Pigai. Pertama, memperbaiki situasi impunitas pelanggaran HAM.

“Walaupun, publik tahu bahwa hambatannya adalah politis karena rezim hari ini juga tidak bilang secara konkret soal penyelesaian kasus pelanggaran HAM berat,” katanya.

Kedua, memperkuat perlindungan terhadap pembela HAM. Dalam 10 tahun terakhir, mereka menjadi sasaran intimidasi, kriminalisasi, dan teror.

“Itu yang menjadi prioritas untuk dipastikan perlindungannya oleh negara melalui kementerian HAM,” ia melanjutkan.

Terlebih, kata Dimas, postur anggaran Kementerian HAM pun sangat minim sehingga tidak berlebihan kalau kementerian ini dibentuk bukan berdasarkan keseriusan penuh, alih-alih politis.

Sektor Pendidikan Masih Perlu Banyak Perbaikan

“Saya tidak tahu masyarakat puas dari sisi mananya,” begitu kata Koordinator Nasional Jaringan Pemantau Pendidikan, Ubaid Matraji, kepada Tirto, Kamis (23/10).

Menurut Ubaid, aspek akses pendidikan saat ini masih bermasalah. Putusan Mahkamah Konstitusi soal nomor perkara 111/PUU-XXIII/2025 yang menekankan sekolah dari Sekolah Dasar (SD) sampai Sekolah Menengah Pertama (SMP) tidak dipungut biaya itu tidak dilakoni pemerintah.

Seturut itu, kasus perundungan dan kekerasan seksual di lembaga pendidikan juga masih menghantui. Kasus lain seperti sistem pendidikan juga dipersoalkan Ubaid.

“Saya juga menyayangkan kenapa sistem seleksi berdasarkan prestasi kembali menjadi pertimbangan utama dalam sistem pendidikan kita, yang itu menjelma menjadi Tes Kemampuan Akademik yang dulunya adalah UN [Ujian Nasional],” ujar dia.

“Akhirnya, anak-anak yang dianggap tidak berprestasi potensial akan tidak kebagian kursi di sekolah karena sistemnya masih menggunakan seleksi gugur,” dia menambahkan.

Ubaid menekankan bahwa kepuasan survei tidak boleh mengaburkan fakta bahwa implementasi kebijakan pendidikan di lapangan dan penyelesaian masalah struktural masih ada dan bersifat mengakar. Mulai dari seperti pemerataan akses, kualitas pendidikan dan juga kekerasan di lingkungan sekolah.

“Kinerja yang memuaskan harus diimbangi dengan akuntabilitas dalam menyelesaikan masalah klasik ini. Ibaratnya, reformasi yang baik harus menghasilkan dampak nyata di setiap sekolah, dan dirasakan oleh anak-anak Indonesia,” ucapnya.

Baca juga artikel terkait KABINET MERAH PUTIH atau tulisan lainnya dari Rohman Wibowo

tirto.id - News Plus
Reporter: Rohman Wibowo
Penulis: Rohman Wibowo
Editor: Fadrik Aziz Firdausi