tirto.id - Warga Bekasi tengah viral karena beramai-ramai scan retina di ruko tempat gerai World beroperasi. Hanya dengan scan retina mata, warga bisa mendapatkan koin yang dapat ditukar dengan nominal hingga Rp800 ribu.
Mereka rela mengantre untuk mendaftarkan diri di aplikasi World App dan melakukan pemindaian retina melalui perangkat bernama The Orb. Setelah semua proses terpenuhi, pengguna menerima World ID dan sejumlah Worldcoin (WLD) bernilai sekitar Rp16.500 per koin.
Perdebatan ini mencuat setelah fenomena ini diiunggah oleh akun Twitter @txtxdrbekasi pada Jumat (2/5/2005).
“Woh ini lagi rame beut di Bekasi woi,” tulis akun tersebut. Sontak cuitan tersebut memancing berbagai respon dari warganet. Mulai dari yang penasaran hingga merasa waswas.
Pemerintah pun tidak tinggal diam. Atas kehebohan yang tejadi, Kementerian Komuikasi dan Digital (Komdigi) membekukan izin dari Worldcoin dan World ID.
Apa itu World Coin, World App, dan World ID yang Ramai di Bekasi?
Dilansir dari laman resmi worldcoin.org, praktik scan retina mata berlangsung di 29 lokasi di seluruh Indonesia. Ruko World di Bekasi termasuk salah satu yang paling ramai dikunjungi warga.
World App merupakan bagian dari proyek Worldcoin. Proyek ini diluncurkan oleh Sam Altaman, pendiri ChatGPT. Sejak kemunculannya hingga kini proyek ini dipenuhi dengan kontroversi.
Secara teknis aplikasi World App berperan sebagai pintu masuk awal untuk dapat mengkases Worldcoin. Sedangkan inti dari elemen Worldcoin adalah World ID. Kemudian data biometrik hasil pemindaian retina menggunakan The Orb menjadi syarat pengguna untuk mengakses World ID.
Layaknya sebuah paspor digital berskala global yang memberikan akses ke berbagai layanan. Salah satu tujuan proyek adalah pembangunan sistem verifikasi manusia secara global. Dengan begitu antara manusia asli dan bot dapat dibedakan. Proyek ini diyakini sebagai respons atas potensi penyalahgunaan identitas di era AI.
Worldcoin mengungkapkan bahwa praktik ini aman dan tidak menyimpan foto maupun data pribadi pengguna secara langsung. Sebab data biometrik bakal diolah menjadi kode yang terenkripsi permanen.
Sam Altman pun turut berkomentar kalau kendali penuh atas data berada di tangan pengguna.
Meski demikian praktik ini tetap menimbulkan kegaduhan. Sebab menyangkut isu privasi data biometrik, khususnya data retina mata. Retina mata diketahui sebagai bentuk identifikasi yang paling susah dipalsukan. Bahkan sensitifitasnya jauh melebihi sidik jari dan password.
Dilansir dari laman Bloomberg, pada tahun 2023 lalu, Inggris dan Jerman melakukan penyelidikan terhadap praktik ini. Sebab legalitas dari praktik ini perlu dipertanyakan. Kemudian Portugal, Prancis, Kenya, dan beberapa negara lainnya telah melarang Worldcoin beroperasi di negara tersebut. Bahkan Otoritas Perlindungan Data Spanyol menindak tegas dan membekukan data yang telah dikumpulkan.
Sejumlah kritikus menuturkan proyek ini layaknya praktik ekploitasi terhadap negara-negara berkembang. Di mana orang-orang mudah memberikan identitas digitalnya untuk meraup sejumlah uang tanpa memikirkan dampaknya. Apalagi terdapat potensi penyalahgunaan seperti jual beli identitas di pasar gelap virtual.
Kehebohan di Bekasi memicu pemerintah daerah lain untuk melakukan tindakan pencegahan. Meski Komdigi telah melakukan tindakan preventif, fenomena ini menunjukkan keprihatinan terhadap ketidakpedulian isu data privasi di masyarakat Indonesia. Begitu pula Pemerintah yang terkesan luput dalam pengawasan.
Penulis: Arif Budiman
Editor: Dipna Videlia Putsanra
Masuk tirto.id


































