tirto.id - Tanggal 2 Mei 1966 merupakan hari bersejarah yang mungkin terlupakan bagi umat manusia. Pada hari itu, James Goodfellow menerapkan paten dari teknologi PIN (Personal Identification Number). Itulah teknologi yang kemudian mendunia dan digunakan oleh miliaran manusia sebagai sebuah standar keamanan yang mumpuni.
Lima puluh tahun berselang sejak ditemukannya teknologi tersebut, PIN masih menjadi primadona. Namun, pelan-pelan fungsinya mulai digerogoti oleh teknologi biometrik, di mana sidik jari, retina, suara dan bahkan bentuk wajah manusia menjadi standar baru keamanan di dunia yang dihuni oleh manusia dengan mobilitas tinggi.
Bagi yang masih awam, biometrik merupakan sebuah istilah yang merujuk pada karakteristik terukur yang unik dan melekat pada setiap individu seperti sidik jari dan retina.
Tidak seperti PIN yang mudah dibobol apabila orang lain mengetahui nomor-nomor rahasia tersebut, teknologi pengamanan biometrik dengan identitas unik yang melekat tersebut tentunya memberikan jaminan keamanan lebih, sebab akan sangat sulit bagi hacker atau orang lain untuk mengakses atau mereplika identitas biologis yang unik tersebut.
Teknologi pengamanan biometrik mulai dipasarkan ke tingkat konsumer ketika Motorola menyematkan pemindai sidik pada smartphone Android unggulannya, Atrix, pada tahun 2011. Namun, baru pada 2013 teknologi pemindai sidik jari mulai mendapatkan popularitasnya. Tidak lain dan tidak bukan adalah Apple yang menjadi sebabnya, dengan iPhone 5s menjadi produk iPhone pertama yang menyematkan teknologi tersebut – yang di rebranding dengan sebutan Touch ID.
Tidak hanya pemindai sidik jari, Google sesungguhnya telah menyematkan teknologi pengamanan biometrik melalui metode pengenalan wajah (Face Recognition) pada Android 4.0, yang lazim disebut Ice Cream Sandwich, juga pada tahun 2011. Namun, tidak akuratnya teknologi tersebut dalam mengenali wajah – salah satunya akibat teknologi kamera peralatan mobile yang masih buruk – membuatnya kalah populer dibandingkan dengan pemindai sidik jari.
Kini setelah pemindai sidik jari dan pengenal wajah sudah dapat ditemui pada smartphone murah, salah satu pabrikan smartphone terbesar di dunia, Samsung, berusaha meningkatkan kinerjanya dengan memperkenalkan teknologi pemindai iris mata pada smartphone unggulannya Galaxy Note 7.
Cara kerja pemindai ini juga tidak sederhana. Samsung menyatakan bahwa Note 7 menggunakan dua perangkat yang bekerja dalam sebuah sistem pengenalan, yakni IR (Infrared) LED dan kamera iris. IR LED akan menyorot iris yang kemudian pantulan gambarnya akan ditangkap olek kamera iris.
Samsung bukan yang pertama menerapkan teknologi tersebut di perangkat mobile. Microsoft pernah memperkenalkan teknologi serupa melalui Lumia 950. Namun mengingat popularitas seri Galaxy Note 7, boleh dikata teknologi pemindai iris baru menginjak batu loncatannya melalui perangkat Samsung ini.
Genggaman Masa Depan Teknologi Biometrik
Dengan kehidupan mobilitas menjadi penggerak utamanya, teknologi pengamanan biometrik seakan terus mendapatkan momentum untuk melaju. Baru-baru ini salah satu bank terkemuka di Asia, HSBC, sudah memulai untuk menerapkan teknologi pemindai wajah melalui foto selfie untuk membuka rekening baru.
Calon nasabah hanya perlu menggunakan aplikasi mobile banking HSBC untuk mengambil selfie, dan setelah proses verifikasi selesai maka voila, rekening baru pun selesai dibuat. Ketika mereka ingin melakukan transfer, penarikan, maupun transaksi keuangan lainnya pun cukup melakukan selfie dan semuanya beres.
Sebelum HSBC, MasterCard sudah menerapkan teknologi serupa dalam mekanisme pembayaran dan verifikasinya pada bulan Februari lalu.
Menurut MasterCard, sepertiga dari responden survei yang dilakukan oleh perusahaan tersebut mengaku pernah membatalkan transaksi online hanya karena lupa kata sandi rekeningnya. Lebih lanjut, 53 persen pembeli lupa kata sandi rekeningnya setidaknya satu kali dalam seminggu. Survei itu juga mengatakan jika 92 persen respondennya lebih menyukai metode biometrik baru ketimbang yang lama.
Pendapatan tahunan dari biometrik mobile diperkirakan akan meroket menjadi $34,6 miliar pada tahun 2020, dari $1,6 miliar di tahun 2014, menurut laporan Acuity Market Intellegence pada Juni 2015 lalu, seperti dikutip dari Techtarget.
Sementara itu, menurut perusahaan riset MarketsandMarkets, pasar biometrik mobile diperkirakan akan berkembang menjadi $49,33 miliar pada tahun 2022, dari $4,03 miliar di tahun 2015, dengan Compound Annual Growth Rate (CAGR) sebesar 29,3 persen antara 2016 hingga 2022. Pertumbuhan itu didorong oleh beberapa faktor seperti tumbuhnya permintaan akan smart devices dan meningkatnya penetrasi e-commerce serta transaksi mobile.
Chief Information Officer (CIO) Hoyos Labs Jason Braverman mengatakan, kunci dari kesuksesan teknologi biometrik untuk pengamanan adalah kemampuannya untuk melakukan proses verifikasi yang cepat.
Ia mengatakan, kegagalan adopsi teknologi biometrik – seperti pengenalan wajah pada Android 4.0 – pada peralatan canggih sebelumnya disebabkan oleh keterbatasan teknologi yang belum mampu melakukan proses verifikasi secara instan. Dengan semakin berkembangnya teknologi, gap itu berhasil dijembatani, dan itulah yang membuat teknologi biometrik menjadi populer digunakan.
"Jika prosesnya lebih dari dua detik, pengguna tidak akan mau menggunakannya," katanya seperti dikutip dari Techtarget.
Pun demikian, biometrik tidak 100 persen aman. Pencurian 5,6 juta gambar sidik jari dari para pegawai pemerintah di Amerika Serikat yang terjadi pada tahun lalu dapat menjadi contoh yang baik. Hingga saat ini, masih banyak teknologi biometrik mengirimkan data gambar melalui jaringan dan menyimpannya dalam sebuah database, yang mana juga rentan terhadap serangan siber.
Selain itu, pemindai biometrik pada perangkat mobile juga bisa mengalami malfungsi apabila pemindai tersebut kotor atau tergores. Hal yang membuat pengguna kemudian tidak dapat mengakses masuk ke dalam perangkat mobile mereka.
Akan tetapi, mengingat saat ini sudah mulai banyak perusahaan raksasa yang bergerak di industri biometrik, baik perangkat lunak maupun keras, dan disokong oleh permintaan yang terus meningkat dari perusahaan teknologi raksasa seperti Samsung dan Apple, boleh dikata laju teknologi ini masih tidak terbendung.
Touch ID milik Apple yang seumur jagung, serta keputusan Samsung untuk menerapkan pemindai iris, boleh dikata sudah membuktikan keabsahan pernyataan itu.
Penulis: Ign. L. Adhi Bhaskara
Editor: Nurul Qomariyah Pramisti