tirto.id - Puisi tentang Palestina dapat dipakai sebagai pelengkap orasi bela Palestina, pidato, ceramah, atau sekedar caption #SavePalestina di media sosial.
Konflik antara Palestina dan Israel mempunyai sejarah panjang. Sempat beberapa kali konflik dengan negara dataran Timur sana pada pertengahan abad ke-20, Israel kemudian berseteru dengan Palestina mulai 1987.
Konflik Israel-Palestina terus memanas sepanjang bulan Oktober tahun ini. Dikutip dari AP News, pada 30 Oktober 2023 terdapat ribuan korban meninggal dari kubu Palestina. Mereka kebanyakan masih anak-anak dan para perempuan.
Kumpulan Puisi Tentang Palestina yang Menyentuh Hati
Terdapat beberapa puisi tentang Palestina yang dapat dipakai untuk caption media sosial atau sebagai pelengkap orasi bela Palestina.
Berikut ini daftar kumpulan puisi yang menyentuh hati tersebut.
Puisi Palestina 1: “Tanah Ini Milik Kami”
Judul: “Tanah Ini Milik Kami”Oleh: Ahmad Mathar (diterjemahkan Ravi Hamadah)
Makanan anak-anak kami di sini dihambur-hamburkan oleh yang mulia keledai
di tempat-tempat perjudian
karena merasa bahwa onta kakeknya
telah melewati sumur-sumur ini sebelum yang lainnya
Wahai orang-orang terhormat
Tanah ini milik kami
Tanaman di atasnya milik kami
Minyak mentah di bawahnya milik kami
dan segala yang ada di tanah ini
dulu dan yang akan datang adalah milik kami
Tapi mengapa dalam kedinginan, kami hanya berbusana ketelanjangan?
Mengapa dalam lapar, kami hanya menyantap kelaparan?
Mengapa kami tenggelam di tengah kubangan hitam di sumur-sumur ini?
Untuk mencetak kemelaratan kami menjadi kehangatan bekal hidup dan kekayaan demi anak-anak Jaddah
Puisi 2: Palestina, Bagaimana Aku Melupakanmu
Judul: Palestina, Bagaimana Aku MelupakanmuOleh: Taufik Ismail
Ketika rumah-rumahmu diruntuhkan bulldozer dengan suara gemuruh
menderu, serasa pasir dan batu bata dinding kamar tidurku
bertebaran di pekaranganku, meneteskan peluh merah dan
mengepulkan debu yang berdarah.
Ketika luasan perkebunan jerukmu dan pepohonan apelmu dilipat-lipat
sebesar saputangan lalu di Tel Aviv dimasukkan dalam fail lemari
kantor agraria, serasa kebun kelapa dan pohon manggaku di kawasan
khatulistiwa, yang dirampas mereka.
Ketika kiblat pertama mereka gerek dan keroaki bagai kelakuan reptilia bawah
tanah dan sepatu sepatu serdadu menginjaki tumpuan kening kita
semua, serasa runtuh lantai papan surau tempat aku waktu kecil
belajar tajwid Al-Qur’an 40 tahun silam, di bawahnya ada kolam ikan
yang air gunungnya bening kebiru-biruan kini ditetesi
air mataku,
Palestina, bagaimana bisa aku melupakanmu,
Ketika anak-anak kecil di Gaza belasan tahun bilangan umur mereka,
menjawab laras baja dengan timpukan batu cuma, lalu dipatahi
pergelangan tangan dan lengannya, siapakah yang tak menjerit serasa
anak-anak kami Indonesia jua yang dizalimi mereka – tapi saksikan
tulang muda mereka yang patah akan bertaut dan mengulurkan
rantai amat panjangnya, pembelit leher lawan mereka, penyeret
tubuh si zalim ke neraka.
Ketika kusimak puisi-puisi Fadwa Tuqan, Samir Al-Qassem, Harun Hashim
Rashid, Jabra Ibrahim Jabra, Nizar Qabbani dan seterusnya yang
dibacakan di Pusat Kesenian Jakarta, jantung kami semua berdegup
dua kali lebih gencar lalu tersayat oleh sembilu bambu deritamu,
darah kamipun memancar ke atas lalu meneteskan guratan kaligrafi
‘Allahu Akbar!’
dan
‘Bebaskan Palestina!’
Ketika pabrik tak bernama 1000 ton sepekan memproduksi dusta,
menebarkannya ke media cetak dan elektronika, mengoyaki
tenda-tenda pengungsi di padang pasir belantara,
membangkangi resolusi-resolusi majelis terhormat di dunia,
membantai di Shabra dan Shatila, mengintai Yasser Arafat,
Ahmad Yassin dan semua pejuang negeri anda, aku pun
berseru pada khatib dan imam shalat Jum’at sedunia: doakan
kolektif dengan kuat seluruh dan setiap pejuang yang
menapak jalanNya, yang ditembaki dan kini dalam penjara,
lalu dengan kukuh kita bacalah
‘la quwwatta illa bi-Llah!’
Palestina, bagaimana bisa aku melupakanmu
Tanahku jauh, bila diukur kilometernya, beribu-ribu
Tapi azan Masjidil Aqsha yang merdu
Serasa terngiang-ngiang di telingaku.
Puisi 3
Judul: “Palestina”Oleh: Nurhajah Sintia
AFWAN YA IKHWAN…
Tersentak ku tersadar akan duka saudaraku di Palestina
Saudaraku …Maafkan kami
Di saat engkau berjuang di medan perang
bersimbah darah dan air mata melawan penjajah zionis Israel yang zalim
Kami malah sibuk main game perang-perangan di gadget kami
yang mencandu sampai ke jiwa dan hati kami.
Saudaraku …maafkan kami
Di saat kamu bersusah payah mendapatkan sepotong roti untuk bertahan hidup
Kami malah menyia-nyiakan dan menghambur-hamburkan makanan
Saudaraku…. maafkan kami
Di saat engkau membutuhkan pakaian hangat pelindung tubuh dari dinginnya malam
Kami malah berfoya-foya membeli baju yang sebenarnya tidak terlalu kami butuhkan dan hanya
sebagai pemuas hawa nafsu belaka
Saudaraku …maaf kan kami
Di saat engkau menginginkan berlajar bermain bersama di sekolah namun tidak bisa
karena bangunannya sudah di roboh oleh rudal-rudal zionis
Kami malah malas belajar, durhaka kepada guru, tawuran dan cabut dari sekolah.
Saudaraku … maaf kan kami
Di saat engkau merindukan dekapan hangatnya pelukan Ayah dan Ibu
Kami malah durhaka kepada Ayah dan Ibu, tidak mengindahkan nasehatnya dan melawan kepadanya
Malu, semalunya kami kepada mu wahai saudaraku,
ingatkan kami jika kami lupa,
sadarkan kami jika kami khilaf.
Editor: Yulaika Ramadhani