Menuju konten utama

Puasa Tak Sekadar Ritus Ibadah, Kini Juga Jadi Tren Kesehatan

Bagi umat Islam, puasa punya nilai spiritual. Bagi manusia pada umumnya, puasa adalah cara paling mudah dan murah untuk menuju hidup yang lebih sehat.

Puasa Tak Sekadar Ritus Ibadah, Kini Juga Jadi Tren Kesehatan
Ilustrasi Berbuka Puasa. FOTO/iStockphoto

tirto.id - Untuk apakah kita berpuasa? Jika pertanyaan itu diajukan kepada pemeluk agama Islam, boleh jadi kita bakal diarahkan kepada surat Al-Baqarah ayat 183 yang berisikan perintah untuk berpuasa di bulan Ramadan.

Ayat tersebut menyatakan bahwa umat Islam diwajibkan berpuasa "agar kamu bertakwa". Secara harfiah, bertakwa berarti menjalankan perintah Tuhan dan menjauhi larangan-larangan yang telah ditetapkan. Ditambah dengan bonus-bonus lain berupa pahala, puasa Ramadan jelas dimaksudkan sebagai upaya pengkondisian agar umat Islam lebih rajin beribadah seraya menahan diri dari perbuatan dosa.

Namun, bagi umat agama lain, puasa bisa punya makna berbeda-beda. Pemeluk Yahudi, misalnya, berpuasa di hari Yom Kippur untuk menyucikan diri. Begitu pula dengan umat Kristiani. Sementara itu, bagi etnis asli Meksiko, puasa dilakukan sebagai upaya untuk menyenangkan dewa-dewi pujaan mereka.

Puasa juga bisa muncul dalam bentuk berbeda. Aksi mogok makan yang kerap dilakukan sebagai bentuk protes juga sebetulnya masuk dalam kategori puasa. Sebab, secara medis, tubuh sudah dikategorikan berpuasa delapan jam setelah makan terakhir. Salah satu tokoh yang memopulerkan aksi mogok makan sebagai bentuk protes ini adalah Mahatma Gandhi.

Lain itu, sejarah puasa bisa dikatakan nyaris setua sejarah manusia itu sendiri. Sebelum muncul sebagai ritus keagamaan dan bentuk protes sosial, puasa merupakan sebuah metode bertahan hidup. Di masa lalu, sebelum Revolusi Agrikultural terjadi 10.000 tahun sebelum Masehi, manusia mau tidak mau harus berpuasa karena makanan memang tidak selalu tersedia.

Menurut peneliti Ohio State University, Rich LaFountain, manusia di masa itu malah bisa berpuasa selama beberapa hari. Bahkan, ada pula yang melakukannya hingga beberapa pekan. Menurut sebuah artikel jurnal American Physiological Society, hal itu bahkan dipercaya membuat manusia-manusia pada zaman itu jauh lebih sehat dibanding manusia zaman sekarang.

Puasa Demi Kesehatan

Nah, dari sini, bisa dikatakan bahwa seiring perkembangan zaman, puasa turut mengalami evolusi. Dari "sekadar" metode bertahan hidup, ia lalu menjadi ritus penting dalam berbagai macam agama. Dan kini, puasa sepertinya telah mencapai titik evolusi baru, yakni sebagai sebuah tren.

Menurut catatan World Health Organization (WHO) pada 2022, 16 persen dari total populasi orang dewasa di seluruh dunia mengalami obesitas atau kelebihan berat badan. Inilah yang kemudian mendorong puasa menjadi sebuah tren wellness terbaru.

Berdasarkan temuan survei International Food Information Council (2020, PDF), 43 persen orang Amerika menjalankan pola diet tertentu. Dari beberapa pola diet yang diketahui, yang paling populer adalah intermittent fasting.

Pola intermittent fasting yang paling populer adalah pola 16:8. Artinya, selama 16 jam dalam sehari, seseorang hanya diperbolehkan mengonsumsi air putih serta kopi dan teh yang tidak berpemanis. Ia baru diperbolehkan makan dan minum yang mengandung kalori dalam jumlah terbatas selama 8 jam setelahnya.

Sebagai pola diet, Intermittent fasting telah terbukti membantu menurunkan berat badan, meningkatkan kapasitas aerobik, menurunkan risiko diabetes, mengurangi risiko alzheimer, melindungi fungsi jantung, dan bahkan memperpanjang usia harapan hidup.

Semakin sedikit kita makan, semakin panjang usia kita. Sebab, salah satu penyebab utama penuaan dini adalah metabolisme yang lebih lambat karena terlalu banyak makan. Jadi, semakin sedikit sistem pencernaan kita bekerja, metabolisme tubuh pun berjalan lebih cepat dan efisien.

Seturut informasi dari Direktorat Jenderal Pelayanan Kesehatan Kementerian Kesehatan, bukti adanya korelasi antara pembatasan kalori dan usia panjang ditemukan pada penduduk Okinawa di Jepang. Banyak di antara mereka yang usianya mencapai lebih dari 100 tahun karena hanya mengonsumsi kalori 60-83 persen dibandingkan orang Jepang pada umumnya.

Imbasnya, para penduduk Okinawa ini lebih jarang menderita penyakit jantung, stroke, dan diabetes. Lewat puasa, termasuk intermittent fasting, terjadi pengurangan calorie intake yang pada akhirnya mampu memberikan efek positif bagi tubuh.

Efektivitas intermittent fasting juga tercermin dari kemunculan aplikasi-aplikasi penunjang, seperti Zero dan LIFE. Kedua aplikasi tersebut pada intinya menawarkan timer untuk berpuasa. Sebagai penunjang, ia juga menyediakan berbagai tip yang berguna bagi para pelaku puasa. Tak cuma itu, aplikasi-aplikasi tersebut juga bisa dihubungkan dengan media sosial serta fitness trackers.

Fenomena ini menunjukkan bahwa intermittent fasting adalah praktik populer di kalangan anak muda. Sebab, siapa lagi yang merasa perlu memamerkan aktivitas serta keberhasilan puasa mereka di media sosial selain anak muda.

Bagaimana dengan di Indonesia?

Media sosial juga menjadi alasan mengapa intermittent fasting populer di Indonesia. Lewat kanal YouTube-nya, binaragawan legendaris Ade Rai menjadi key opinion leader dalam urusan intermittent fasting. Salah satu video Ade Rai tentang intermittent fasting yang diunggah tiga tahun silam, bahkan telah disaksikan 1,5 juta kali. Ini belum termasuk potongan-potongan klip yang dibagikan melalui pelantar lainnya.

Meski begitu, Ade Rai bukanlah orang pertama yang memopulerkan intermittent fasting. Pada 2013, Deddy Corbuzier sempat memopulerkan apa yang dia sebut OCD atau Obsessive Corbuzier Diet. Secara praktikal, diet ala Deddy Corbuzier tersebut mengikuti prinsip-prinsip intermittent fasting yang dipadukan dengan latihan High Intensity Interval Training (HIIT) selama tujuh menit.

Kala itu, metode diet Deddy Corbuzier tersebut sempat pula memicu kontroversi karena dianggap tidak aman. Namun, sebuah studi yang diterbitkan dalam Jurnal Olahraga Prestasi (2020, PDF) menyebutkan bahwa diet OCD yang dikombinasikan dengan metode latihan beban super set memang efektif menurunkan berat badan. Lain itu, kombinasi tersebut juga dapat membantu meningkatkan massa serta kekuatan otot.

Penurunan berat badan saat berpuasa terjadi karena, delapan jam setelah makan terakhir, usus selesai menyerap nutrisi dari makanan. Setelah itu, tubuh akan mengambil glukosa yang disimpan di hati dan otot sebagai sumber energi. Setelah cadangan glukosa habis, giliran lemak yang dijadikan bahan bakar tubuh berikutnya.

Dari sini, dapat disimpulkan bahwa puasa memang cara yang efektif untuk menyehatkan tubuh, bagaimana pun kita menjalankannya. Tentunya, bagi umat Islam di bulan Ramadan, puasa punya nilai lebih dari sisi spiritual. Akan tetapi, bagi manusia pada umumnya, puasa adalah cara paling mudah dan murah untuk menuju hidup yang lebih sehat.

Baca juga artikel terkait PUASA atau tulisan lainnya dari Yoga Cholandha

tirto.id - GWS
Kontributor: Yoga Cholandha
Penulis: Yoga Cholandha
Editor: Fadrik Aziz Firdausi