tirto.id - Letjen (Purn) Djamari Chaniago dilantik Prabowo untuk menjadi Menteri Koordinator Bidang Politik dan Keamanan (Menkopolkam) pada Rabu (17/9/2025) di Istana Negara, Jakarta.
Djamari dipilih untuk menggantikan Budi Gunawan yang sebelumnya dicopot oleh Prabowo Subianto pada hari-hari pasca-gelombang protes masyarakat sipil selama akhir Agustus hingga awal September lalu.
Pencopotan Budi Gunawan tersebut terjadi bersamaan dengan reshuffle Kabinet Merah Putih jilid II, yakni ketika Prabowo melakukan pergantian Menkopolkam, Menteri Keuangan, Menteri P2MI, Menteri Koperasi, dan Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora)—serta pengangkatan menteri-wakil menteri baru untuk Kementerian Haji dan Umrah.
Namun, pelantikan Djamari Chaniago dilakukan secara bersamaan dengan sejumlah pejabat menteri, wakil menteri, serta kepala badan setingkat menteri pada Rabu.
Dipilihnya Djamari Chaniago juga menambah daftar kader Gerindra yang kini berada di kabinet. Setelah tak lagi berdinas di militer, Djamari memang kini dikenal sebagai politisi Gerindra. Lantas bagaimana perjalanan karier dan rekam jejaknya? Berikut penjelasannya.
Sosok Djamari Chaniago Menkopolkam Baru & Kariernya
Sebagai seorang politikus, Djamari Chaniago sudah berpengalaman bahkan sejak dirinya belum resmi pensiun. Ia merupakan salah satu perwira yang pada masa Orde Baru menjadi anggota parlemen lewat Fraksi ABRI.
Episode karier Djamari sebagai parlemen itu terjadi pada periode 1997-1999, kala itu Djamari merupakan anggota MPR RI Fraksi Utusan Daerah Jawa Barat dan jadi anggota Fraksi ABRI.
Sebelum menjadi politikus tentara di Senayan, Djamari terlebih dahulu menapaki karier sebagai perwira di era Orde Baru.
Selama kariernya berdinas di militer, pria kelahiran 8 April 1949 itu tercatat pernah menduduki sejumlah posisi strategis di Angkatan Darat.
Dinas militer Djamari dimulai pasca ia lulus dari Akademi ABRI (AKABRI) pada 1971. Setelah masa pendidikan itu, ia ditempatkan di kesatuan Infanteri-Kostrad.
Sebagai pasukan jalan kaki di satuan Kostrad, Djamari tercatat mengikuti sejumlah operasi militer, termasuk Operasi Seroja 1975 di Timor Leste.
Operasi Seroja 1975 merupakan salah satu operasi militer yang juga diikuti oleh Prabowo Subianto ketika baru saja lulus pendidikan Kopassus.
Setelah itu, karier Djamari terus menanjak seiring waktu. Mulai dekade 1990-an, Djamari berada di puncak kariernya.
Ia ditunjuk untuk menduduki posisi strategis sebagai Panglima Komando Daerah Militer III/Siliwangi (Pangdam III/Siliwangi) pada 1997-1998. Jabatan ini ia emban bersamaan dengan statusnya sebagai anggota MPR Fraksi Daerah Jabar.
Kemudian, ketika Reformasi 98 terjadi dan menyebabkan Soeharto tumbang, Djamari menjadi salah satu anggota Dewan Kehormatan Perwira yang menjatuhi putusan bahwa Prabowo Subianto telah melakukan penyimpangan dan kesalahan pada peristiwa 1998.
Pasca diberhentikannya Prabowo Subianto dari dinas militer, posisi Pangkostrad yang sebelumnya diemban menantu Soeharto itu jadi kosong.
Djamari Chaniago pada akhirnya mengisi jabatan yang ditinggalkan Prabowo itu, setelah sebelumnya sempat diisi Jonny Lumintang selama 17 jam.
Jabatan sebagai Pangkostrad itu diemban oleh Djamari selama kurang lebih satu tahun, dari 1998 hingga 1999. Pada periode ini, ia masih tergabung sebagai Fraksi ABRI di parlemen.
Ketika dwifungsi ABRI dihapus pada 2000 dan membuat Fraksi ABRI bubar, Djamari dipindahtugaskan menjadi Kepala Staf Umum TNI. Ini merupakan jabatan terakhir dan tertinggi Djamari dalam struktur komando militer hingga ia pensiun pada 2004.
Usai pensiun, Djamari sempat menjadi Komisaris Utama PT Semen Padang pada 2015-2016. Kala itu, ia menjadi ditunjuk jadi komisaris BUMN pabrik semen itu untuk menggantikan komisaris sebelumnya yang juga pensiunan tentara, yakni Muzani Syukur.
Penulis: Rizal Amril Yahya
Editor: Dicky Setyawan
Masuk tirto.id


































