tirto.id - Baru-baru ini beredar video kesaksian Agum Gumelar mengenai sidang pemecatan Prabowo Subianto dari kemiliteran pada 1998 silam. Pemecatan itu terkait keberadaan Tim Mawar dari Kopassus yang disebut-sebut telah menculik beberapa aktivis. Sejarah mencatat, Prabowo adalah mantan Danjen Kopassus kendati saat disidang ia sudah tidak mengemban jabatan itu.
Dalam video tersebut, Agum Gumelar mengatakan bahwa sebelum Prabowo disidang, Dewan Anggota Kehormatan (DKP) telah menyelidiki perkara itu terlebih dulu. Agum adalah anggota DKP bersama Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang kini mendukung Prabowo sebagai capres.
“Tugasnya adalah memeriksa kasus ini, menyelidiki kasus. Kasus pelanggaran HAM berat. Berjalanlah DKP, bekerjalah DKP, sebulan lebih memeriksa yang namanya Prabowo Subianto, periksa. Dari hasil pemeriksaan mendalam, ternyata didapat fakta bukti yang nyata bahwa dia melakukan pelanggaran HAM yang berat,” beber Agum.
“Tim Mawar yang melakukan penculikan itu, bekas anak buah saya semua, dong. Saya juga pendekatan dari hati ke hati kepada mereka, di luar kerja DKP. Karena mereka bekas anak buah saya, dong. Di sinilah saya tahu bagaimana matinya orang-orang itu, di mana dibuangnya, saya tahu betul,” lanjutnya
Dalam persidangan, ungkap Agum yang juga pernah menjabat sebagai Danjen Kopassus, Prabowo dinyatakan bersalah kemudian dipecat. “Dengan kesalahan terbukti, yang direkomendasikan supaya yang bersangkutan diberhentikan dari dinas militer,” tandas Agum dalam video itu.
Teka-Teki Tim Mawar
Asal-usul dan status Tim Mawar sendiri sebenarnya masih menjadi teka-teki bahkan hingga saat ini. Apakah tim ini adalah satuan resmi dari Kopassus? Jika bukan, mengapa dan untuk apa tim yang beranggotakan personel Kopassus (anak buah Prabowo) ini dibentuk?
Made Supriatma dalam artikelnya bertajuk “Melacak Tim Mawar” yang dimuat di Indoprogress pada27 Mei 2014, rupanya juga penasaran dengan tim penculik ini. Made menyebut, keberadaan Tim Mawar di luar kebiasaan operasi Kopassus.
Di pengadilan militer, Mayor Inf. Bambang Kristiono selaku Komandan Tim Mawar, tulis Made, mengaku membentuk tim untuk menculik atas inisiatif pribadi. Tentu hal yang janggal di kemiliteran jika suatu tim khusus, yang punya misi khusus dan berisiko pula, dibentuk tanpa sepengetahuan atasannya.
Lewat tulisannya, Made juga membeberkan bahwa beberapa narasumbernya mengungkapkan, sejumlah perwira yang terlibat dalam penculikan aktivis 1998 pernah bertugas di Timor-Timur sebelum Pemilu 1997 dan Pemilihan Presiden 1998. “Mereka tahu bahwa perwira-perwira tersebut adalah perwira-perwira Kopassus,” tulis Made.
Selain itu, Made melihat pula keanehan mengenai komposisi Tim Mawar. “Yang kita ketahui dari proses peradilan adalah bahwa hanya ada 8 perwira pertama dan 3 bintara yang terlibat dalam penculikan. Komposisi terlihat sangat janggal mengingat banyaknya perwira dan sedikitnya prajurit yang terlibat,” urainya.
Teka-Teki Terkait Prabowo
Lantas, apakah Tim Mawar memang dibentuk Prabowo Subianto? Pengakuan Mayor Inf. Bambang Kristiono yang mengatakan dirinya membentuk Tim Mawar atas inisiatif pribadi terasa janggal, seperti yang ditulis Made.
Pada 2014 lalu, sempat keluar pernyataan kontradiktif dari mantan Komandan Pusat Polisi Militer (Danpuspom) TNI, Mayjen TNI (Purn.) Syamsu Djalal.
“Komandan Tim Mawar mengakui penculikan atas perintah komandannya [Danjen Kopassus],” ucapnya dalam acara Konsolidasi Nasional Ikatan Keluarga Orang Hilang Indonesia (IKOHI) di Jakarta, 25 Juni 2014, seperti diberitakan Republika.
Danjen Kopassus saat itu adalah Prabowo Subianto yang menjabat sejak Desember 1995 hingga Maret 1998 dan selanjutnya ditunjuk sebagai Pangkostrad.
Namun, hanya sehari berselang, Syamsu Djalal menganulir ucapannya. Ia menegaskan anggota Tim Mawar yang menculik aktivis sudah diadili Mahkamah Militer dan tidak terkait dengan Prabowo Subianto.
“Prabowo hanya merasa bertanggung jawab saja, dalam militer tidak ada prajurit yang bersalah, yang salah komandannya,” tandas Syamsu Djalal, seperti diberitakan Antara.
Syamsu Djalal mengaku tahu tujuan awal dibentuknya Tim Mawar, yakni untuk pengamanan Sidang Umum MPR. “Namun Tim Mawar menyalahgunakan wewenangnya,” ucapnya.
Pada akhirnya, ia meminta persoalan ini tidak perlu diungkit-ungkit lagi. “Sebagai orang beragama, tidak boleh membongkar aib, tidak ada gunanya. Mulut itu harus dijaga, kita menyakiti orang lain berdosa apalagi ngomongin orang lain. Jangan sok tahu,” elak Syamsu Djalal.
Namun, keterlibatan Prabowo dalam aksi penculikan aktivis yang dilakukan Tim Mawar kembali terangkat pada 2018. Arsip Keamanan Nasional (NSA) merilis 34 dokumen rahasia Amerika Serikat terkait situasi sekitar reformasi di Indonesia.
Salah satunya arsip tertanggal 7 Mei 1998 yang mengungkap catatan staf Kedutaan Besar AS di Jakarta mengenai nasib para aktivis yang menghilang. “Penghilangan itu diperintahkan Prabowo yang mengikuti perintah dari Presiden Soeharto,” demikian yang tertulis dalam dokumen itu, dikutip dari BBC.
Prabowo boleh jadi tidak terlibat langsung dalam garis komando Tim Mawar yang beranggotakan para anak buahnya yang personel Kopassus itu. Namun, bukan mustahil juga Prabowo yang memerintahkan penculikan tersebut atas titah mertuanya, sebagaimana diungkap dalam dokumen rahasia AS.
Seperti yang diakui Made Supriatma, melacak Tim Mawar memang rumit, “Terlalu banyak misteri yang meliputi tim ini.”
“Namun, satu hal yang jelas, pertanyaan-pertanyaan tentang keberadaan dan perbuatan yang dilakukan tim ini tidak pernah dijawab dengan jelas,” simpul Made.
Editor: Mufti Sholih