tirto.id - Setelah kalah pada Pilpres 2014, Prabowo tak banyak muncul di hadapan publik. Ia sesekali tampil misalnya saat bertemu Presiden Jokowi atau seperti pekan lalu saat ia menemui Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) di Cikeas. Prabowo dan SBY sama-sama menjadi taruna Akabri pada 1970, hanya saja SBY lulus pada 1973, sedangkan Prabowo baru lulus setahun kemudian.
Baca:
Karier militer Prabowo boleh dibilang supercemerlang. Ia memulai karirnya di ABRI tentu sejak 1974. Tak tanggung-tanggung, Prabowo masuk satuan elit baret merah, Komando Pasukan Khusus (Kopassus). Di tahun-tahun awal tugasnya, dia dikirimkan ke Timor Leste, dan di sana dia berkawan dengan Herkules Rosario Marshall.
Baca:
Pulang dari Timor Leste, ketika masih berpangkat kapten, Prabowo dikirim ke Jerman. Maraknya terorisme membuat Prabowo dan perwira lain seperti Mayor Luhut Binsar Pandjaitan dikirim untuk belajar kontra-terorisme pada Polisi Elit Jerman Barat, Grenzschutzgrupppe 9 (GSG-9). Pulang dari sana, keduanya menjadi pendiri dan pemimpin unit Detasemen 81/Penanggulangan Teror yang dikenal sebagai Gultor 81. Di satuan anti-teror itu, Prabowo menjadi wakil komandan hingga tahun 1985.
Kisah mereka berdua di unit itu disinggung dalam buku Sintong Panjaitan Perjalanan Seorang Prajurit Para Komando (2009). Di dalamnya dikisahkan bagaimana Prabowo menyiagakan pasukan dan hendak menggerakkan pasukannya untuk sebuah gerakan sekitar Maret 1983.
Menurut Salim Said dalam buku Menyaksikan 30 Tahun Pemerintahan Otoriter Soeharto (2016), kala itu “Prabowo mencurigai Benny Moerdani merencanakan kudeta penyingkiran Soeharto. Ketegangan antara Moerdani dan Prabowo diselesaikan secara internal oleh Panglima ABRI Jenderal Jusuf.”
Baca:
Benny Moerdani kemudian menjadi Panglima ABRI menggantikan Jusuf pada 1983-1988. Setelah jabatan itu, mulai 1988 hingga 1993, Benny diangkat menjadi Menteri Pertahanan Keamanan (Menhankam). Di masa-masa Benny jadi Panglima, pada 1985, beberapa tahun setelah ketegangannya dengan Benny selesai, Prabowo ditempatkan di Komando Strategis Angkatan Darat (Kostrad).
Semula, ia menjadi Wakil Komandan Batalyon Infantri Lintas Udara 328 di Jawa Barat, 1985-1987. Kemudian ia naik jabatan menjadi Komandan Batalyon, 1987-1991. Dari 1991 hingga 1993, Prabowo menjabat Kepala Staf Brigade Infanteri Lintas Udara 17 Kostrad.
Setelah Benny tak jadi orang nomor satu di Departemen Pertahanan, Prabowo kembali ke Kopasssus lagi. Sejak 1993, dia jadi Komandan Grup 3 Kopassus di Cijantung hingga tahun 1994. Setelah melalui posisi Wakil Komandan Kopassus, dia pun jadi Komandan Kopassus antara Desember 1995 hingga Maret 1998. Aksi terkenal Prabowo di posisi itu adalah Pembebasan Tim Lorenzt yang disandera OPM pada 1996 di Mapenduma, Papua.
Jelang kejatuhan Soeharto, di bulan Maret 1998 Prabowo memegang lagi pasukan yang jumlahnya lebih besar dari Kopassus. Dia kembali ke Kostrad sebagai panglima, jabatan yang sama dengan mertuanya dulu di tahun 1965—jelang naiknya Soeharto jadi presiden. Karena jabatan itulah bintang di pundaknya bertambah menjadi tiga: letnan jenderal.
Baca:
Soeharto jatuh, karier militer Prabowo pun suram. Sehari setelah bapak mertuanya mengundurkan diri pada 21 Mei 1998, esok harinya, “Saya menerima laporan mengenai pergerakan pasukan Kostrad. Oleh karena itu Panglima ABRI saya beri perintah untuk segera mengganti Pangkostrad, dan kepada Pangkostrad baru diperintahkan mengembalikan pasukan Kostrad ke basis masing-masing pada hari ini juga sebelum matahari,” aku mantan Presiden Baharuddin Jusuf Habibie dalam Detik-Detik Yang Menentukan (2006).
Presiden B.J. Habibie meminta Prabowo tak lagi jadi pangkostrad dan menjadi Komandan Sekolah Staf dan Komando ABRI.
Rupanya, nama Prabowo juga dikaitkan dengan penculikan aktivis. Para penculik-penculik aktivis itu, yang disebut Tim Mawar, adalah bawahan Prabowo juga. Bintara dan perwira Kopassus yang menculik aktivis itu dipimpin oleh Mayor Bambang Kristiono. Namun, nama Prabowo tak pernah disebut sebagai pemberi perintah penculikan. Bambang, yang tampil sebagai tertuduh, juga anggota pasukan penculiknya, kemudian dihukum.
Baca:
“Prabowo, mantan Danjen Kopassus dipersalahkan karena ia tidak mampu mengetahui segala kegiatan-kegiatan bawahannya yag dilakukan dalam wewenang komandonya. Selanjutnya sidang Dewan Kehormatan Perwira memberi rekomendasi Panglima ABRI untuk mengeluarkan keputusan administratif […] Saran itu ditindaklanjuti dengan dikeluarkannya keputusan Panglima ABRI untuk memberhentikan Letnan Jenderal Prabowo Subianto dari dinas militer,” aku Sintong di buku Sintong Panjaitan Perjalanan Seorang Prajurit Para Komando (2009).
Prabowo diberhentikan dari dinas militer karena tak bisa mengurus bawahannya dengan baik.
Sekilas Latar Belakang Prabowo
Prabowo Subianto terlahir dari keluarga terpandang. Dari pihak ayah, salah seorang leluhurnya adalah Raden Tumenggung Kartanegera III. Ia dipercaya sebagai salah satu panglima laskar Diponegoro dalam Perang Jawa (1825-1830).
Kakeknya, Margono Djojohadikusumo, terhitung sebagai salah satu pendiri negara. Ia satu dari 76 anggota Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) dan pendiri Bank Negara Indonesia (BNI). Ayahnya, Sumitro Djojohadikusumo, pernah jadi menteri dan dikenal sebagai Begawan Ekonomi Indonesia—meski dianggap terlibat dalam pemberontakan PRRI.
Kakeknya dari pihak ibu, Philip F.L. Sigar, adalah anggota Dewan Kota Manado. Leluhur Dora Marie Sigar (nama ibu Prabowo), Benjamin Thomas Sigar, adalah orang sohor di zamannya. Ia merupakan salah satu kapiten pasukan Tulungan yang ikut serta berperang melawan Diponegoro dalam Perang Jawa. Kala itu, Belanda memakai politik pecah belah dalam menekan pemberontakan di Hindia Belanda.
Selain dari leluhur ayah dan ibunya, setidaknya dua pamannya—Subianto dan Sujono—adalah pejuang kemerdekaan Indonesia yang gugur dalam Peristiwa Lengkong 25 Januari 1946 bersama Daan Mogot.
Baca:
Penulis: Petrik Matanasi
Editor: Maulida Sri Handayani