Menuju konten utama
Hasil Debat Cawapres 2024

Potret Sentimen Debat Cawapres di Media Sosial, Siapa Unggul?

Data Drone Emprit sebut Muhamin dan Mahfud mendapat sentimen positif tertinggi, sementara Gibran lebih besar sentimen negatifnya.

Potret Sentimen Debat Cawapres di Media Sosial, Siapa Unggul?
Debat Keempat Pilpres 2024 di Jakarta Convention Center (JCC), Jakarta, Minggu (21/1/2024). Youtube/KPU RI

tirto.id - Debat keempat Pilpres 2024 yang melibatkan para cawapres berlangsung di JCC, Jakarta, Minggu (21/1/2024) malam. Dalam debat yang berlangsung sekitar 3 jam itu, ketiga cawapres, yaitu Muhaimin Iskandar, Gibran Rakabuming Raka, Mahfud MD saling beradu gagasan, gimik hingga saling serang.

Perbincangan tentang debat keempat pun menghangat di media sosial. Beberapa poin menjadi perhatian dalam debat cawapres tersebut. Salah satunya upaya Gibran yang menyinggung soal eks Menteri Perdagangan cum Co Captain Timnas AMIN, Tom Lembong, saat menjawab klaim bahwa dirinya tidak merespons pertanyaan Muhaimin.

“Itu tadi sudah saya jawab, Gus. Mungkin Gus Muhaimin juga tidak paham dengan pertanyaan yang diberikan ke saya. Mungkin itu, kan, mungkin dapat contekan itu dari Pak Tom Lembong, mungkin ya,” kata Gibran.

Selain itu, Gibran juga disorot soal penggunaan istilah greenflation. Gibran lantas berperilaku celinguk-celinguk dalam proses debat. Ia juga sempat dinilai berupaya menjatuhkan Mahfud MD dalam debat, tetapi dijawab dengan elegan dengan bilang pertanyaan receh.

“Saya juga ingin mencari itu jawabannya ngawur juga itu. Gila ini. Ngarang-ngarang ndak karuan, mengkaitkan dengan sesuatu yang tidak ada, gitu ya. Begini lho, kalau akademis itu gampangnya, kalau bertanya yang kayak gitu-gitu tuh recehan. Recehan. Oleh sebab itu, itu tidak layak dijawab menurut saya,” kata Mahfud dalam debat.

Sementara itu, Muhaimin juga menjawab dengan menggunakan istilah etika saat ditanya soal LFP atau Lithium Ferro Phosphate. Ia menyindir Gibran dengan istilah etika.

“Tenang, Pak Gibran, semua ada etikanya. Termasuk kita diskusi di sini bukan tebak-tebakan definisi, tebak-tebakan singkatan,” kata Muhaimin.

Perdebatan di ruang debat tersebut, tentu menjadi perbincangan juga di media sosial, khususnya X atau Twitter. Hal ini setidaknya tercermin dalam data yang dirilis Drone Emprit, lembaga yang fokus menganalisis perbincangan di media sosial.

Founder Drone Emprit, Ismail Fahmi, mencatat bahwa penyebutan Muhaimin dan Gibran saling bersaing. Pada pukul 19.00 WIB, Muhaimin minim disebut, tapi meningkat secara signifikan saat debat berlangsung. Penyebutan mencapai puncaknya pada jam 20.00 dengan 63.479 penyebutan. Setelah itu, terdapat penurunan yang cukup stabil hingga jam 22.00 dengan jumlah penyebutan sebanyak 53.579.

“Penyebutan terhadap Gibran memulai dengan angka yang tinggi pada jam 19.00 dan terus mengalami peningkatan hingga jam 21.00, menjadi yang paling banyak disebut dengan 74.664 penyebutan. Namun, terdapat penurunan tajam setelahnya hingga jam 22.00 dengan jumlah penyebutan sebesar 64.359,” kata Ismail dalam cuitannya @ismailfahmi. Tirto mendapat izin pengutipan dari data tersebut.

Sementara itu, penyebutan Mahfud MD dalam percakapan media sosial X menjadi yang terendah di antara para cawapres pada jam 19.00. Jumlah penyebutan terus bertambah hingga mencapai puncaknya pada jam 20.00 dengan 47.569 penyebutan. Sama seperti cawapres lainnya, Ismail melihat penyebutan Mahfud MD juga mengalami penurunan setelah puncaknya, berakhir sebanyak 29.699 penyebutan pada jam 22.00.

Di sisi lain, kata Ismail, jika mengutip total penyebutan, Muhaimin berada di peringkat kedua penyebutan. Muhamin Iskandar mendapatkan porsi sebesar 40 persen dari total volume percakapan yang tercatat atau di angka 141.293 penyebutan. Temuan tersebut mengindikasikan tingkat perhatian yang tinggi dari media terhadap Muhamin Iskandar.

Sedangkan Gibran justru menjadi perbincangan lebih tingi sedikit daripada Muhaimin. “Gibran Rakabuming juga memiliki 40 persen dari total volume percakapan, dengan total penyebutan sedikit lebih tinggi yaitu 142.469. Ini menunjukkan bahwa Gibran Rakabuming memiliki tingkat keterpaparan media yang hampir sama dengan Muhamin Iskandar pada tanggal tersebut,” kata Ismail.

Sementara itu, Mahfud MD hanya 71.647 penyebutan, yang merupakan 20 persen dari keseluruhan percakapan. Jumlah ini, dalam pandangan Ismail, menunjukkan bahwa Mahfud MD memiliki tingkat perhatian yang lebih rendah di media sosial, terutama X dibandingkan dengan dua cawapres lainnya.

Jika ditilik secara sentimen, Muhaimin mendapatkan sentimen paling positif. Muhaimin mendapat sentimen positif sebesar 80 persen. Sementara itu, Mahfud MD berada di peringkat kedua sebesar 79 persen dan Gibran berada di posisi terendah dengan angka 33 persen.

Menurut Ismail, sentimen negatif paling kuat ada di Gibran, yaitu di angka 60 persen. Sementara itu, Mahfud MD berada di peringkat kedua dengan sentimen negatif 12 persen dan Muhaimin hanya 6 persen. Dalam kacamata Fahmi, penyebutan Imin dan Gibran saling berbeda jauh.

“Meskipun Muhamin Iskandar dan Gibran Rakabuming memiliki volume percakapan yang hampir sama, sentimen mereka berbeda secara signifikan, dengan Muhamin mendapatkan pandangan yang sangat positif dan Gibran mendapatkan pandangan yang mayoritas negatif. Sementara itu, Mahfud MD, meskipun memiliki volume percakapan yang lebih rendah, memiliki pandangan yang mayoritas positif yang menunjukkan kualitas daripada kuantitas dalam hal sentimen online,” kata Ismail.

Dalam temuan Drone Emprit, kata yang melekat dengan Muhaimin adalah etika, comeback, bagus, videotron, Rengasdengklok, Tom Lembong, dan Songong (berkorelasi Gibran). Sementara itu, Gibran dekat dengan kata positif dan negatif seperti Tom Lembong, merendahkan, menghormati, menjebak, melecehkan, cringe, songong, savage, recehan, hilirisasi. Di sisi lain, kata Mahfud yang melekat antara lain profesor, normalize, ignoring, dumbass, question, songong (Gibran), dan akademik.

Jika ditilik berbasis sepak terjang, kata ismail, Muhaimin dinilai sebagai peserta menonjol dalam debat. Ia pun dikenal karena respons cerdas dalam debat. Sentimen juga menunjukkan kematangan politik, komunikasi efektif dan ada peningkatan performa debat. Muhaimin juga disebut mengangkat isu keadilan tanah dan penghormatan masyarakat adat.

“Dia dianggap memimpin dalam debat dengan pendekatan yang beretika dan substantif terhadap isu-isu yang dibahas,” kata Ismail.

Sementara itu, kata Ismail, Gibran fokus pada bahasan visi-misi tanpa teks. Namun, publik menyoroti aksi Gibran yang melanggar aturan debat dan meninggalkan podium. Beberapa pengguna media sosial juga menilai Gibran tidak memiliki adab dan menggunakan gaya yang konyol dalam debat.

Akan tetapi, kata Ismail, sentimen negatif Gibran kuat karena mengejek Mahfud dan menyeret nama Tom Lembong dalam debat. “Ada yang menganggap Gibran sombong dan ingin merendahkan Prof. Mahfud. Beberapa pengguna media sosial merasa bahwa Gibran tidak layak menjadi perwakilan anak muda. Prof. Mahfud tetap sabar meskipun Gibran mencoba untuk menjadi ‘savage’,” ujar Ismail.

Gibran juga disorot soal kontradiksi green jobs, penurunan performa, dan program Gibran dianggap butuh banyak uang.

Di lain sisi, kata Ismail, Mahfud MD dinilai sosok arif, bijaksana, dan cerdas. Mahfud juga mendapat sentimen sebagai seorang profesor yang memiliki pengetahuan luas. Menkopolhukam ini juga dianggap konsisten dan solid. Publik media sosial juga menilai pertanyaan Gibran sebagai pertanyaan receh.

“Secara umum, Mahfud MD mendapatkan apresiasi atas penampilannya dalam debat dan dianggap memiliki pengetahuan yang baik dalam berbagai isu yang dibahas,” kata Ismail.

Analis politik dari Universitas Padjajaran, Kunto Adi Wibowo, menilai data dari Drone Emprit menunjukkan bahwa Muhaimin menguasai perbincangan media sosial secara positif, sementara Gibran menguasai total perbincangan meski ada tone negatif.

Ia juga menilai, elektabilitas Prabowo-Gibran bisa terpengaruh akibat perilaku Gibran yang berlebihan dalam debat, terutama soal etika. Ia menilai, sentimen negatif muncul akibat sikap berlebihan Gibran.

“Gibran terlalu banyak taunting dalam setiap menjawab pertanyaan dia selalu memberikan komentar menyerang atau provokatif ke lawan-lawan debatnya yang menurut saya jadi overdosis, over react, overtaunting, overprovocation yang akhirnya bagi penonton enggak gitu deh harusnya atau its too much," kata Kunto, Senin (22/1/2024).

Kunto menjelaskan, proses pemilih menggunakan hak pilih tidak langsung berubah akibat debat. Ia mengatakan, pemilih mengubah pilihan karena sejumlah faktor. Pertama, perubahan terjadi akibat tekanan sosial, misalnya ada dorongan dari teman, tetangga atau orang-orang di lingkungan. Sementara itu, pengaruh kedua perubahan adalah akibat endorsment atau dorongan dari tokoh tertentu yang mungkin diantu atau dihormati.

Namun, Kunto melihat kubu Prabowo-Gibran berupaya menyelesaikan masalah tersebut. Mereka pun berupaya membangun kontra-narasi atas sentimen negatif tersebut.

Terkait soal elektabilitas, Kunto menekankan bahwa debat hanya mempengaruhi 4-5 persen pemilih, kecuali efek social pressure dan faktor lain. Namun, Kunto mengatakan, debat keempat bisa mempengaruhi elektabilitas karena publik mulai konsentrasi untuk melihat kandidat, salah satunya mulai memperhatikan media sosial.

Kunto menekankan, meski ada potensi elektabilitas Prabowo-Gibran turun akibat debat, publik lebih melihat elektabilitas capres daripada cawapres. Namun elektabilitas paslon bisa saja berubah meski saat ini berada di tingkat teratas.

“Kalau mempengaruhi elektabilitas karena tadi mengingat bahwa pemilih kita masih sangat mempertimbangkan soal sopan santun, soal etiket jadi sangat mungkin ini jadi turning point debat ini soal Prabowo-Gibran. Namun di sisi tetap saja orang milih capres bukan cawapres karena yang melakukan kesalahan adalah cawapres, maka dianggap tidak terlalu fatal dan secara signifikan tidak mempengaruhi elektabilitas," kata Kunto.

Baca juga artikel terkait PEMILU 2024 atau tulisan lainnya dari Andrian Pratama Taher

tirto.id - Politik
Reporter: Andrian Pratama Taher
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Abdul Aziz