Menuju konten utama
Pemilu Serentak 2024

Silang Sengkarut Dugaan Politik Bansos, Siapa yang Diuntungkan?

Kunto menilai pernyataan Zulhas soal bansos dari Jokowi dalam kampanye memang dimaksudkan untuk membentuk persepsi pada masyarakat.

Silang Sengkarut Dugaan Politik Bansos, Siapa yang Diuntungkan?
Warga penerima manfaat membawa pulang bantuan pangan cadangan beras di Kelurahan Rawa Makmur Permai, Kota Bengkulu, Provinsi Bengkulu, Kamis (14/9/2023). ANTARA FOTO/Muhammad Izfaldi/Ief/tom.

tirto.id - Polemik jelang masa pencoblosan Pilpres 2024 tampaknya makin terasa di lingkup elite politik. Kurang dari dua bulan waktu penentuan tersebut, diskursus panas yang memicu saling tanggap antarkubu memanaskan palagan pemilu. Seperti silang pendapat soal bantuan sosial (bansos) yang diduga dipolitisasi menjadi kepentingan elektoral sejumlah pihak.

Perbalahan ini dimulai ketika Ketua Umum DPP Partai Amanat Nasional (PAN), Zulkifli Hasan, menyinggung pemberian bansos dan bantuan langsung tunai (BLT) ketika kampanye. Dalam potongan video yang kemudian ramai di media sosial, Zulhas mengisyaratkan bahwa bantuan-bantuan untuk masyarakat itu merupakan jasa Presiden Joko Widodo (Jokowi).

Zulhas menyampaikan hal itu saat kampanye di Kendal, Jawa Tengah, Selasa (26/12/2023). “Yang kasih bansos sama BLT siapa?” kata Zulhas kepada warga. Dijawab sebagian besar peserta acara secara serempak, “Pak Jokowi,” “Yang suka sama Jokowi angkat tangan,” balas Zulhas.

Tidak berhenti di situ, Zulhas juga menyinggung bahwa Gibran Rakabuming Raka alias cawapres nomor urut 2, merupakan anak Presiden Jokowi. Maka Zulhas mengajak warga memilih Gibran yang mendampingi capres Prabowo Subianto, dalam kontestasi Pilpres 2024.

“Pak Jokowi itu PAN. PAN itu Pak Jokowi. Makanya kami dukung Gibran, cocok?” teriak Zulhas. “Gibran itu siapa sih? Anaknya Pak Jokowi,” tambah dia.

Tak ayal celoteh Zulhas membuat panas telinga kubu paslon lawan politik Prabowo-Gibran. Berbagai respons miring menyasar Zulhas – sekaligus kubu paslon capres-cawapres nomor urut 2 – yang disebut menggunakan bansos dan BLT sebagai alat politik elektoral.

Juru Bicara Tim Pemenangan Nasional (TPN) Ganjar Pranowo-Mahfud MD, Aria Bima, menilai perkataan Zulhas semata-mata untuk mendapat efek elektoral. Wakil Ketua Komisi VI DPR RI ini juga menyatakan cara yang dilakukan Zulhas tidak manusiawi.

“Itu adalah politisasi bansos yang tidak perlu, yang digunakan pemberitaan untuk rakyat hanya untuk mendapatkan politik elektoral itu sesuatu yang tidak manusiawi. Itu akan kami tanyakan di Komisi VI (DPR),” kata Aria di DPP PDIP, Jakarta Pusat, Selasa (2/1/2024).

Aria memandang, Zulhas yang juga seorang menteri perdangangan, seharusnya fokus menurunkan harga beras medium yang sampai saat ini sudah seharga Rp15 ribu per kilo. Bahkan, kata dia, harga cabai telah memuncak menjadi Rp175 ribu/kg.

Selain itu, politikus PDIP ini menyatakan partainya sepakat tidak ingin menghentikan atau menunda penyaluran bansos untuk warga. Dia menegaskan bahwa PDIP merupakan partai pengusung pemerintahan Jokowi dari 2014-2019.

Ke depan, program-program bantuan Presiden Jokowi disebutnya akan dilanjutkan oleh Ganjar Pranowo-Mahfud MD jika terpilih. “(program Jokowi) akan diteruskan Ganjar-Mahfud dengan perbaikan dan penguatan termasuk di dalamnya dengan bantuan sosial,” ujar Aria.

Di sisi lain, Asisten Coach Timnas Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar (AMIN), Jazilul Fawaid, mengingatkan bahwa bansos merupakan bantuan yang berasal dari APBN yang dikembalikan fungsinya kepada rakyat. Dia meminta tidak ada klaim sepihak atas program bantuan tersebut.

“Jangan salah paham, itu bukan uang Jokowi, tapi uang pajak rakyat yang dikembalikan kepada rakyat lewat bansos,” kata Jazilul saat dihubungi Tirto, Rabu (3/1/2024).

Dia menyayangkan sejumlah pihak yang menjadikan bansos sebagai alat kampanye politik. Meski demikian, Jazilul tak merasa heran karena sebelumnya juga ada sejumlah pihak yang menjadikan bansos sebagai ladang korupsi.

“Bansos terbukti bukan hanya menjadi alat politik pihak tertentu. Bahkan diselewengkan dan dikorupsi,” kata dia.

Dia berharap kepada seluruh politisi dan pejabat publik untuk menyampaikan pesan yang benar terkait bansos dari asal muasalnya hingga fungsinya kepada masyarakat. “Tugas kita mendidik rakyat agar semakin cerdas menentukan pilihannya. Bansos itu milik rakyat miskin,” tambah Jazilul.

Maju Mundur Tahan Bansos

Cawapres nomor urut 1, Muhaimin Iskandar atau Cak Imin, setuju jika bansos ditunda hingga pelaksanaan pemilu selesai. Namun, dia meminta agar penundaan itu sudah dipastikan dulu tetap akan diberikan kepada warga yang berhak.

“Lebih baik kita tunda pemberian bansos sampai pemilu. Tetapi penyalurannya sudah dipastikan kepada para penduduk, jatah bansos tetap diberikan, tetapi proses penerimaannya, supaya tidak ada yang numpang ditunda,” kata Cak Imin di Kampung Nelayan Kali Adem, Jakarta Utara, Selasa (2/1/2023).

Cak Imin menilai langkah ini diperlukan agar tidak terjadi penyalahgunaan bansos saat proses pemilu berlangsung. Kendati demikian, dia menegaskan bansos tetap bisa diberikan jika dapat dijaga betul dari konflik kepentingan pihak tertentu.

Sebelumnya, pernyataan serupa dilontarkan oleh Deputi Hukum TPN Ganjar-Mahfud, Todung Mulya Lubis. Pendapat Todung ini buru-buru diluruskan oleh pihak TPN bahwa mereka tidak akan meminta penundaan atau penghentian program bansos.

“TPN Ganjar-Mahfud tidak pernah terpikir untuk mengusulkan penundaan penyaluran bansos sampai setelah pemilu. Jadi jangankan usulkan penundaan penyaluran bansos, berpikir pun enggak pernah,” kata Wakil Ketua TPN Ganjar-Mahfud, Tuan Guru Bajang atau TGB, di Gedung High End, Jakarta Pusat, Rabu (3/1/2024).

Menurut TGB, bansos merupakan program nasional yang telah disepakati DPR bersama pemerintah. Oleh karenanya, koalisi pengusung Ganjar-Mahfud pun turut menyetujui program tersebut melalui DPR.

Di sisi lain, program bansos dipandang pro-rakyat dan memiliki dampak sangat luas pasca-Covid-19. “Jadi tidak mungkinlah hasil perjuangan kemudian kita minta untuk tidak dilaksanakan,” tutur TGB.

Todung sendiri mengklarifikasi pernyataannya dan menegaskan hal itu salah paham. Dia menyatakan bahwa sebelumnya dia bermaksud menyoroti politisasi bansos oleh pihak tertentu dalam pemilu.

“Ditengarai juga ada peluang politisasi bansos yang bisa ditafsirkan sebagai menguntungkan paslon tertentu. Nah, sekali lagi saya baca ditengarai juga ada peluang politisasi bansos yang bisa ditafsirkan sebagai menguntungkan paslon tertentu,” ungkap Todung.

Politik Rendahan

Peneliti politik senior dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Firman Noor, menyebut penggunaan bansos sebagai alat politik pengerek suara merupakan tindakan politik rendahan (low politic). Padahal, kata dia, bansos merupakan kewajiban dan hakikat tugas negara yang seharusnya memang hadir membantu rakyat.

“Upaya untuk pembodohan publik di situ (kampanye Zulhas). Dan sebetulnya waktu kampanye yang singkat ini seharusnya mengapa tidak dipakai mencerdaskan rakyat? Apa yang menjadi masalah negara dan harus menanggapi bersama-sama seperti apa misalnya,” kata Firman kepada reporter Tirto, Kamis (4/1/2023).

Dia menyatakan bahwa bansos merupakan uang pajak rakyat dan diberikan kembali untuk rakyat. Maka jika rakyat bahagia atas program bansos, mereka berbahagia atas upaya mereka sendiri. Justru, seharusnya negara berterima kasih kepada warga karena telah taat mensukseskan program bansos.

“Mengingat secara substansi ini memang hakikat negara, jadi tidak seharusnya dimanfaatkan atau mengatasnamakan suatu hal untuk kepentingan politik eksklusif,” tambah Firman.

Firman menilai, atmosfer politik Indonesia memang menyedihkan karena para elite menggunakan uang rakyat demi urusan politik pribadi. Seharusnya jika ingin menilai secara adil, bansos dalam program Presiden Jokowi memang dapat diapresiasi, namun jangan dipersonalisasi pihak tertentu untuk kepentingan pribadi.

Siapa Untung Klaim Bansos?

Analis politik dari Universitas Padjajaran, Kunto Adi Wibowo, menilai pernyataan Zulhas dalam kampanye memang dimaksudkan untuk membentuk persepsi pada masyarakat. Dia menilai hal tersebut berguna untuk membangun opini publik bahwa bansos merupakan program besutan Jokowi.

“Putra dari Pak Jokowi saat ini menjadi cawapres, maka itu pasti akan bisa dianggap mengarahkan publik atau memengaruhi publik memilih pasangan calon tertentu. Makannya, ‘pilih yang sini agar bansosnya terus’, ada kalimat tersembunyi di sana,” kata Kunto dihubungi reporter Tirto, Kamis (4/1/2024).

Kunto menilai kekhawatiran lawan politik Zulhas dan paslon nomor urut 2, sebagai perasaan yang valid. Mereka khawatir bansos digunakan sebagai alat memobilisasi publik memilih paslon tertentu.

“Kita butuh pendidikan politik yang lebih baik karena banyak yang mempersepsi bansos itu datangnya dari presiden dari menteri tertentu, padahal datangnya dari uang rakyat gitu, pajak dan APBN kita,” jelas Kunto.

Menurut Kunto, Jokowi dan gerbong koalisi yang dekat dengannya akan diuntungkan karena persepsi masyarakat masih menganggap bansos adalah pemberian presiden. Selain itu, serangan fajar berupa pemberian bansos di hari pencoblosan juga akan sangat mempengaruhi keputusan pemilih dalam menentukan pilihan.

Senada, Peneliti Indonesia Political Opinion (IPO), Dedi Kurnia Syah, menyebut bahwa sejumlah sigi survei menunjukkan bahwa mayoritas masyarakat masih menganggap bansos dan BLT adalah jasa Presiden Jokowi. Hal ini membuat Jokowi dianggap sebagai figur yang baik dan merakyat, sehingga menambah angka kepuasan warga pada pemerintahannya.

“Termasuk ketika ada pertanyaan warga negara merasa puas dengan kebijakan presiden? Mereka merasa puas dan kepuasan itu merujuk pada adanya bansos,” ujar Dedi kepada reporter Tirto.

Bansos, kata Dedi, tidak dianggap sebagai kewajiban negara oleh masyarakat. Namun, mayoritas masih menganggap program bantuan sebagai bentuk kebaikan pemerintah Jokowi.

“Tentu statement Zulhas agar simpati itu tetap terbangun pada Jokowi dan tentu dampaknya terhadap PAN, karena dia kapasitas di situ Ketua Umum PAN yang sedang berkampanye,” terang Dedi.

Di sisi lain, Dedi menilai pernyataan Zulhas dilematis karena memang ada benarnya jika program ini gencar diberikan oleh pemerintah Jokowi. Masalahnya, saat ini diklaim atau dipersonalisasi, maka rival politik tentu akan merespons dengan keras pernyataan itu.

“Lawan politik Zulhas akan menjadi produktif jika justru tidak menanggapi Zulhas, tapi memberikan pemahaman kepada publik bahwa bansos, dan BLT itu kewajiban negara dan mereka bisa melakukannya ke depan lebih baik. Misal Anies, mempromosikan bansos plus itu sudah tepat, tak perlu menyudutkan,” tutur Dedi.

Respons Istana

Kepala Staf Kepresidenan (KSP), Moeldoko, buka suara terkait polemik bansos ini. Ia menuturkan program yang diberikan kepada masyarakat miskin sudah dilakukan sebelum Gibran Rakabuming mencalonkan diri sebagai cawapres di Pilpres 2024.

“Enggak akan menghentikan. Nanti akan ada lagi pada Januari, Februari, Maret. Setelah itu ada lagi rencananya gelombang lagi berikutnya. Jadi kalau ada hubungan dengan pemilu, mungkin setelah Februari berhenti. Buktinya berjalan terus. Nanti ada tiga bulan, ada lagi tiga bulan berikutnya," kata Moeldoko di Gedung Bina Graha, Jakarta, Rabu (3/1/2024).

Lebih lanjut, dia mengklaim Presiden Jokowi, menilai pembagian bansos merupakan salah satu bentuk memengaruhi inflasi, sehingga program itu sangat positif. Dia menilai bantuan tersebut bisa mengurangi pengeluaran masyarakat.

“Jadi, enggak ada tendensi apa pun. Ini memang program jaminan sosial yang sudah lama digagas oleh pemerintah," kata Moeldoko.

Baca juga artikel terkait PEMILU 2024 atau tulisan lainnya dari Mochammad Fajar Nur

tirto.id - Politik
Reporter: Mochammad Fajar Nur
Penulis: Mochammad Fajar Nur
Editor: Abdul Aziz