tirto.id - Komentar miring di media sosial ramai berdatangan menyasar Zulkifli Hasan alias Zulhas. Hal ini sebagai respons atas cuplikan video viral yang berisi menteri perdagangan itu bercanda terkait gerakan salat hingga pembacaan Al-Fatihah. Ketua Umum DPP PAN itu, menyampaikan selorohnya dalam rapat kerja nasional Asosiasi Pedagang Pasar Seluruh Indonesia (APPS) yang disiarkan Garuda TV.
Zulhas menyatakan, belakangan ini ketika salat, beberapa masyarakat enggan mengucapkan kata ‘Amin’ usai Al-Fatihah dibacakan imam. Karena menurut dia, kata tersebut merujuk pada paslon capres-cawapres nomor urut 1, Anies Baswedan dan Muhaimin Iskandar (AMIN).
“Ketika salat Magrib baca Al-Fatihah, waladhollin ada yang diam sekarang Pak, ada yang diam sekarang pak, ada sekarang yang diam, saking cintanya sama Pak Prabowo itu,” kata Zulhas dalam acara yang dilaksanakan, Rabu (20/12/2023).
Zulhas memang masuk dalam jajaran para politikus petinggi Koalisi Indonesia Maju (KIM). Gerbong koalisi parpol ini mengusung capres-cawapres nomor urut 2, Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka.
Tidak hanya itu, Zulhas juga berkelakar soal gerakan salat dalam rakaat terakhir yaitu tahiyat, yang dilakukan dengan mengacungkan jari telunjuk ke arah depan. Dia membercandai gerakan telunjuk itu menjadi gerakan dua jari, sebagai kode dukungan untuk paslon nomor 2, Prabowo-Gibran.
“Ini kalau tahiyatul akhir kan [satu jari], sekarang maunya dua jari Pak,” ucap Zulhas yang disambut gelak tawa para peserta.
Potongan video yang menampilkan ucapan Zulhas di atas tersebar di berbagai media sosial. Mayoritas pengguna medsos menilai candaan Zulhas tidak etis dan menghina sakralitas gerakan salat.
Tidak sedikit juga yang menilai Zulhas melakukan kampanye terselubung dengan politisasi persoalan agama. Terlebih, kehadiran Zulhas di acara tersebut seharusnya dalam kapasitasnya sebagai menteri perdagangan, bukan juru kampanye Prabowo-Gibran.
Mendapat respons negatif di media sosial, elite PAN buru-buru meluruskan kelakuan pucuk pimpinannya. Sekjen PAN, Eddy Soeparno, berdalih Zulhas justru tengah menceritakan kondisi di masyarakat yang ditemuinya.
Salah satu contohnya, kata dia, ketika bacaan salat diasosiasikan pada pasangan capres-cawapres tertentu. Eddy mengklaim, hal yang sama bahkan sempat terlontar dari tokoh agama yang populer di media sosial, seperti Adi Hidayat dan Abdul Somad.
“Misalnya ketika ada yang melafadzkan ‘Amin’ nanti justru dirujuk atau diasosiasikan dengan salah satu capres. Karena itu akhirnya memilih untuk melafadzkan Amin dalam hati,” kata Eddy dalam keterangannya, Rabu (20/12/2023).
Eddy berkilah bahwa tidak ada niatan dari Zulhas menyampaikan humor yang dibuat-buat, apalagi melecehkan agama Islam. Dia justru menuding ada pihak tertentu yang sengaja memotong dan menyebarkan video cuplikan sambutan Zulhas.
“Jadi bukan sesuatu yang mengada-ada apalagi melecehkan. Sama sekali tidak dan karenanya harus diluruskan, karena kami menduga telah dikemas dan diviralkan secara negatif,” lanjut dia.
Respons Berbagai Pihak
Pernyataan Zulhas tersebut sudah tentu mengundang berbagai pihak angkat suara. Mereka rata-rata sesalkan candaan yang dilontarkan Zulhas dan mengingatkan ketum PAN itu soal etika dalam berpolitik.
Salah satunya adalah Wakil Presiden RI, Ma'ruf Amin. Ia menuturkan bahwa menyinggung ritual keagamaan lewat narasi politik merupakan bentuk perilaku kekanak-kanakan.
“Kita ini jangan kayak kanak-kanak lah, urusan 'Amin' itu kan tidak berarti calon presiden. Itu dari dulu sudah ada,” kata Ma'ruf Amin seperti dilansir Antara.
Wapres Ma'ruf menuturkan kata tersebut dalam ritual ibadat umum diucapkan untuk menyimpulkan dan mengakhiri suatu doa. Kata ‘Amin’ bermakna semacam istilah agar doa dikabulkan.
Akan tetapi, dia menuturkan menjelang kontestasi Pilpres 2024, kata ini memang identik dengan pasangan calon presiden dan wakil presiden nomor urut 1. Ma'ruf mengimbau masyarakat untuk tidak alergi terhadap kata tersebut, karena tidak selalu berkorelasi pada kepentingan politik.
“Kalau orang bilang waladhollin, ya mesti Amin lah, terus apa diganti? Ya enggak mungkinlah dan itu semua orang tahu,” kata dia.
Sementara itu, Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Bidang Keagamaan, Ahmad Fahrurrozi, menyatakan ada kemungkinan Zulhas hanya bermaksud bergurau belaka. Namun, dia mengimbau Zulhas agar melakukan klarifikasi dan minta maaf karena telah membuat kegaduhan.
“Masyarakat juga tidak perlu terlalu sensitif, jangan semua dipolitisir. Hal-hal yang sifatnya bercanda dimaklumi lah cukup dengan minta maaf saya kira tidak perlu tuntut menuntut,” ujar dia dihubungi reporter Tirto, Kamis (21/12/2023).
Pria yang akrab disapa Gus Fahrur itu berpesan, para politisi sebaiknya tidak bercanda dengan ritual keagamaan. Sebab, hal tersebut bisa menjadi bahan gorengan politik identitas, yang justru akan merugikan iklim demokrasi bangsa ini.
“Sangat sensitif, bisa memancing kemarahan pengikutnya dan itu bukan bahan candaan yang baik,” tambah Gus Fahrur.
Di sisi lain, Ketua Riset dan Advokasi Kebijakan Publik LBH PP Muhammadiyah, Gufroni, menyampaikan pihaknya menyesalkan apa yang dilakukan Zulhas dalam video beredar.
“Pandangan Muhammadiyah saya kira sudah ada tanggapan dari Pimpinan PP Muhammadiyah yang intinya menyayangkan tentang candaan soal gerakan salat yang diucapkan Zulhas,” kata Gufroni kepada reporter Tirto, Kamis (21/12/2023).
Dia menilai seorang politikus bercanda di depan khalayak boleh saja. Kendati demikian, alangkah baiknya menghindari topik SARA yang bisa menyinggung masyarakat luas.
“Hanya yang berbau SARA haruslah dihindari apalagi dalam ranah publik,” tambah dia.
Tidak Etis dalam Politik
Peneliti Indonesia Political Opinion (IPO), Dedi Kurnia Syah, menilai Zulhas jelas keliru telah menyoal ritual agama dalam candaanya. Terlebih, kata dia, ada perkataan yang merujuk pada nama capres, sehingga publik tentu merasa kecewa.
“Seharusnya Zulhas belajar dari kasus Basuki Tjahaja Purnama dalam kontestasi DKI Jakarta lalu,” kata Dedi dihubungi reporter Tirto, Kamis (21/12/2023).
Dia menilai situasi ini bisa berimbas pada elektoral PAN. Menurut dia, meskipun Zulhas selama ini dikenal sebagai tokoh politik yang santun, namun dia kurang bijak menjaga perkataan dalam situasi politik saat ini.
“Tida etis sebagai politisi senior menyentuh isu sensitif dan tidak peka. Terlebih untuk kepentingan politik praktis,” kata Dedi.
Kendati demikian, Dedi menilai, perkataan Zulhas tidak masuk dalam politisasi agama. Politisasi agama justru sebaliknya menurut dia, yaitu menjadikan agama sebagai alasan seseorang untuk mengkampanyekan kandidat, bukan justru mengolok-olok.
“Statement itu masih mungkin dimaafkan, maka tidak banyak yang bisa mengambil untung. Meskipun dari komposisi capres yang ada, tentu pihak Anies-Muhaimin bisa diuntungkan,” ujar Dedi.
Sementara itu, analisis politik dari Universitas Padjadjaran, Kunto Adi Wibowo, menilai perkataan Zulhas disampaikan dengan sengaja alias bukan kesalahan lisan. Hal ini memang sulit dihindari, kata dia, karena kampanye capres-cawapres saat ini masih minim gagasan.
“Menurut saya sengaja, karena memang kampanye kita kan nggak ada isu dan gagasan. Akhirnya ya cuma jadi lucu lucuan dan akhirnya memparodikan sesuatu yang harusnya sakral,” kata Kunto kepada reporter Tirto.
Kunto juga menyoroti kehadiran Zulhas sebagai menteri perdagangan, tapi melontarkan candaan soal capres-cawapres. Ini menjadi buah konflik kepentingan pada pemerintahan saat ini yang begitu mengakar.
“Sehingga kapasitas Pak Zulhas sebagai menteri, juga ketum partai, juga jurkam pasangan 02, jadi sudah berkelindan dan susah dipisahkan,” tutur Kunto.
Apa Kata TKN Prabowo-Gibran?
Anggota Dewan Pakar Tim Kampanye Nasional (TKN) Prabowo-Gibran, Budiman Sudjatmiko, menilai cuplikan video Zulhas yang beredar bukan sebuah candaan. Menurut dia, Zulhas tengah menceritakan sebuah keadaan yang terjadi di masyarakat.
“Sebenarnya Pak Zulhas tidak sedang mencandai, bercanda. Dia sedang menceritakan orang yang sedang bercanda, dia sedang menceritakan bukan sedang mencandai,” kata Budiman di Dharmawangsa, Jakarta Selatan, Rabu (20/12/2023).
Dia menyatakan, Zulhas dalam kesempatan itu sedang menuturkan candaan orang lain. Sehingga menurutnya hal itu tidak jadi persoalan karena bukan perkataan dari Zulhas.
“Bukan kata-kata Pak Zulhas, Pak Zulhas sedang menceritakan orang lain yang seperti itu dan tidak ada masalah,” tambah Budiman.
Penulis: Mochammad Fajar Nur
Editor: Abdul Aziz