tirto.id - Polda Bali mengungkap kasus love scamming atau penipuan berkedok cinta jaringan internasional yang beroperasi di Bali. Sebanyak 38 orang, yang terdiri atas 31 laki-laki dan 7 perempuan, ditetapkan sebagai tersangka atas kasus yang memakan korban ribuan warga negara (WN) Amerika Serikat.
Kapolda Bali, Irjen Daniel Adityajaya, mengungkap bahwa para tersangka ditangkap pada Senin (09/06/2025). Mereka diciduk di lima rumah berbeda yang dijadikan kantor cabang Bali yang seluruhnya berada di Kota Denpasar.

Daniel membeberkan, satu kantor terdapat dua kelompok yang masing-masing beranggotakan empat orang dengan dipimpin oleh seorang leader.
Para tersangka merupakan WN Indonesia yang bertugas sebagai operator. Di dunia siber, mereka menyamar dan berperilaku selayaknya seorang perempuan. Mereka menggunakan foto yang dilengkapi dengan data diri palsu untuk beraksi mengelabui korban. Identitas yang kerap digunakan berinisial EJ, seorang perempuan cantik yang bekerja sebagai model di Amerika Serikat.
"Para tersangka yang diamankan ini berperan untuk mencari target love scamming dengan sasaran akun Telegram warga negara Amerika Serikat. Para operator tersebut diduga dikendalikan oleh seseorang yang berada di luar negeri," ungkap Daniel di Halaman Mapolda Bali, Rabu (11/06/2025).
Kasus ini terbongkar karena Ditressiber Polda Bali mendapatkan informasi mengenai aktivitas mencurigakan di salah satu rumah yang terletak di Jalan Nusa Kambangan, Kota Denpasar. Polisi lantas menggerebek rumah tersebut dan menangkap sembilan orang dengan 10 unit komputer yang digunakan untuk melakukan aktivitas penipuan.
Berdasarkan penggerebekan awal, polisi lantas melakukan penyelidikan lanjutan yang berhasil mengungkap keberadaan 29 operator lainnya. Mereka berhasil diamankan di empat rumah pada lokasi yang berbeda di Kota Denpasar. Operator bertugas menjalankan 37 unit komputer dan 82 unit handphone.

Para operator bekerja di bawah kendali seseorang berinisial VV di Kamboja. VV bertugas memberikan nama dan nomor telepon calon korban kepada para operator. Mereka menghubungi para korban melalui Telegram dengan modus-modus tertentu.
Daniel mengungkap, modus tersebut bervariasi mulai dari membutuhkan teman untuk mengobrol, salah sambung, hingga bisnis. Apabila korban termakan bujuk rayu para tersangka, obrolan diarahkan kepada VV yang berada di Kamboja melalui sebuah link Telegram khusus.
"Para tersangka mengirimkan link Telegram khusus kepada korban untuk mendapatkan data pribadi korban, seperti nama lengkap, umur, alamat, dan lain-lain. Dari target yang berhasil didapatkan, para broadcaster tersebut mendapatkan bonus US$1 per data, di samping itu para pelaku menyelamatkan gaji pokok sebesar US$200 per bulan," jelas Daniel.
Direktur Reserse Siber Polda Bali, Kombes Pol. Ranefli Dian Candra, menjelaskan jaringan tersebut sudah beroperasi sejak November 2023. Mulanya, jaringan Denpasar terbentuk dari lima orang yang pernah bekerja untuk jaringan yang ada di Kamboja.
Jaringan tersebut lantas melakukan ekspansi ke Indonesia, sehingga menugaskan kelima orang tersebut untuk mengoperasikan kantor dan merekrut pekerja (broadcaster). Mereka memasang lowongan pekerjaan dengan kedok lowongan untuk telemarketer.
Para pekerja tersebut semuanya berasal dari luar Bali yang bekerja dengan motif ekonomi. Makin aktif mereka bekerja, maka makin banyak bonus yang mereka dapatkan. Paling tinggi, para pekerja mampu meraup Rp12 juta sebulan dari bonus melakukan love scamming.
"Sebagian besar mereka monitor lewat Facebook, mereka pikir pekerjaan telemarketing. Ada juga yang sempat tertipu, tapi karena memang sudah telanjur basah dilanjutkan. Mereka cairnya menjadi rupiah di sini, itu dikirim (melalui) kripto dari sana," ungkap Ranefli.
Atas perilakunya, 38 tersangka tersebut dijerat dengan Pasal 35 juncto Pasal 51 ayat (1) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 sebagaimana diubah menjadi Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2024 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) juncto Pasal 55 KUHP.
Ancaman hukumannya adalah hukuman penjara paling lama 12 tahun dan/atau denda paling banyak Rp12 miliar.
Penulis: Sandra Gisela
Editor: Siti Fatimah
Masuk tirto.id


































