tirto.id - Polisi masih mendalami motif mahasiswi Institut Teknologi Bandung (ITB) berinisial SSS, yang mengunggah meme kontroversial Presiden Prabowo Subianto berciuman dengan Presiden ke-7 RI, Joko Widodo. Pelaku SSS kini ditahan di Bareskrim Polri.
“Masih di dalami penyidik,” kata Kabag Penum Divisi Humas Polri, Kombes Erdi Adrimulan Chaniago, saat disinggung mengenai motif pelaku tersebut kepada wartawan, Sabtu (10/5/2025).
Meme Prabowo dan Jokowi ciuman tersebut sebelumnya sempat viral di media sosial dan menuai berbagai reaksi dari masyarakat. Polisi kemudian bergerak cepat menelusuri identitas pengunggah hingga akhirnya berhasil mengamankan pelaku.
Saat ini, yang bersangkutan masih diperiksa intensif oleh penyidik. “Sudah, ditahan di Bareskrim,” ujar Erdi.
SSS ditetapkan tersangka dan melanggar Pasal 45 Ayat (1) jo Pasal 27 ayat (1) dan/atau Pasal 51 ayat (1) jo Pasal 35 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2024 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.
Di sisi lain, Amnesty International Indonesia mendesak penyidik Bareskrim Polri untuk membebaskan mahasiswi berinisial SSS yang ditangkap terkait meme ciuman tersebut. Sebab, hal itu dipandang sebagai kriminalisasi kebebasan berekspresi di ruang digital.
Direktur Amnesty International Indonesia, Usman Hamid, mengatakan, penangkapan mahasiswi tersebut menunjukkan polisi terus melakukan praktik-praktik otoriter dalam merepresi kebebasan berekspresi di ruang digital. Bahkan, kali ini dengan menggunakan argumen kesusilaan.
“Ekspresi damai seberapa pun ofensif, baik melalui seni, termasuk satir dan meme politik, bukanlah merupakan tindak pidana," kata Usman Hamid dalam keterangan tertulis, Jumat (9/5/2025).
Menurut Usman Hamid, penangkapan SSS juga bertentangan dengan semangat putusan terbaru MK yang menyatakan bahwa keributan di media sosial tidak tergolong tindak pidana. Pembangkangan Polri atas putusan MK tersebut dinilainya sangat mencerminkan sikap otoriter aparat karena merespons represif di ruang publik.
“Kebebasan berpendapat adalah hak yang dilindungi baik dalam hukum HAM internasional dan nasional, termasuk UUD 1945. Meskipun kebebasan ini dapat dibatasi untuk melindungi reputasi orang lain, standar HAM internasional menganjurkan agar hal tersebut tidak dilakukan melalui pemidanaan," ucap Usman Hamid.
Penulis: Dwi Aditya Putra
Editor: Abdul Aziz
Masuk tirto.id


































