tirto.id - Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) mengungkapkan pihaknya menunggu ajakan dialog dari Kementerian Kesehatan untuk membahas terkait mutasi yang dilakukan kepada sejumlah dokter spesialis dalam organisasinya. Pasalnya, hingga saat ini para dokter baru mendapat Surat Keputusan (SK) tanpa adanya pemberitahuan sebelumnya.
“Posisi kami sebenarnya dalam konteks kalau ditanya dialog, ya kami menunggu. Sejauh mana mau dialog itu sebenarnya?,” kata Ketua IDAI Sumatra Utara, Rizky Adriansyah, usai melakukan audiensi bersama Badan Aspirasi Masyarakat (BAM), di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, pada Rabu (7/5/2025).
Rizky memandang mutasi ini tejadikarena pihaknya membantah kolegium versi Kementerian Kesehatan. Akan tetapi, dia merasa apa yang telah dilakukan tak melanggar sebab sudah sesuai undang-undang.
“Akhirnya jadi dua. Itu persoalannya sebenarnya, intinya awalnya. Ketika kita mempertahankan apa yang sudah kami putuskan di dalam kongres, tiba-tiba kami dianggap membangkang, lalu cara upaya untuk membungkam orang yang membangkang dengan cara memutasi pejabat-pejabatnya. Ini, kan, sudah zalim,” ujarnya.
Ketua Umum Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDA), dr Piprim Basarah Yanuarso, mengaku diberhentikan tiba-tiba dan segera bertugas di tempat baru, di RS Fatmawati. Dia mengetahui mutasi hanya dari kabar yang beredar di lingkungannya.
“Memang saya dipanggil oleh Dirjen yang mengeluarkan SK itu. Ini kami sesudah heboh dan sebagainya, baru kami dipanggil,” ucap Pirpim.
Sementara itu, Ketua IDAI Jawa Tengah sekaligus Dokter Spesialis Anak Konsultan Tumbuh Kembang Anak di RS Kariadi, Semarang, dr Fitri Hartanto, mengaku bahwa dirinya telah dimutasi ke RS Sardjito, Yogyakarta tanpa alasan yang jelas. Padahal, dia merupakan satu-satunya konsultan tumbuh kembang anak di RS Kariadi Semarang.
“Namun yang saya ingin cari sebetulnya kebenaran kenapa kami ini dimutasi karena informasinya jelas, tidak ada,” katanya.
Fitri mengatakan dirinya telah mengabdikan diri hampir dua dekade di RS Kariadi untuk membangun layanan tumbuh kembang anak. Bahkan, saat ini dirinya dan tim menyusun rencana membuka pendidikan subspesialis (SP2) untuk mencetak lebih banyak tenaga ahli di bidang tumbuh kembang.
“Kami sudah mencanangkan. Namun, rencana kami sepertinya tidak sesuai dengan rencana Kemenkes,” katanya.
Selama tiga bulan pascamutasi, Fitri mengatakan telah mengevaluasi dan mendapati banyak keluhan dari pasien serta penurunan angka rujukan. Orang tua pasien bahkan membuat petisi agar dirinya tetap melayani di RS Kariadi, namun aspirasi itu tidak direspons.
“Kami satu bulan begitu ketemu pasien lewat WA begitu senangnya mereka, dari Yogya teman-teman di Jawa Tengah keluarga di Jawa Tengah dan diperlihatkan anaknya, saya kita itu,” tutupnya sambil menahan tangis.
Penulis: Rahma Dwi Safitri
Editor: Fransiskus Adryanto Pratama
Masuk tirto.id

































