Menuju konten utama

IDAI Adukan Kemenkes ke DPR Buntut Mutasi Sepihak Dokter Anak

IDAI mengadukan dugaan mutasi atau pemindahan sepihak terhadap dokter spesialis anak yang bekerja di rumah sakit vertikal ke BAM DPR RI.

IDAI Adukan Kemenkes ke DPR Buntut Mutasi Sepihak Dokter Anak
Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) mengadukan dugaan mutasi sepihak atau pemindahan ke Badan Aspirasi Masyarakat (BAM) DPR RI, pada Rabu (7/5/2025). tirto.id/Rahma Dwi Safitri

tirto.id - Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) mengadukan dugaan mutasi atau pemindahan sepihak terhadap dokter spesialis anak yang bekerja di rumah sakit vertikal ke Badan Aspirasi Masyarakat (BAM) DPR RI, Rabu (7/5/2025).

Ketua Umum Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDA), dr Piprim Basarah Yanuarso, mengatakan pemindahan ini dikarenakan pihaknya menolak pengambilalihan Kolegium Ilmu Kesehatan Anak oleh Kemenkes. Dia menilai perlakuan itu juga sebagai bentuk penyalahgunaan kekuasaan (abuse of power) yang membungkam independensi profesi dokter.

“Jadi, yang kami lawan itu bukan negara, bukan pemerintah, tapi bagaiman abuse of power atau premanisme kekuasaan ini yang kami rasakan. Begiru mencekam, mencekam dan membuat semua dokter itu tiarap. Selama ini dokter itu tiarap. Nah ini awal mulanya akar masalah itu di sini, Kolegium,” kata dr Piprim saat membuka paparannya di Ruang BAM, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Rabu.

Menurut dr Piprim, kolegium seharusnya bersifat independen dan dibentuk oleh kelompok ahli atau kelompok pakar, bukan oleh Kemenkes. Pembentukan kolegium yang independen juga telah diatur dalam Undang-Undang Kesehatan Nomor 17 tahun 2023.

“Di UU 17 tahun 2023, kolegium itu dibentuk oleh kelompok ahli, kolompok pakar, yang sifatnya independen. Tapi tiba-tiba Kementerian Kesehatan itu membentuk kolegium sendiri. Padahal, kolegium seharusya dibentuk oleh kelompok ahli tiap disiplin ilmu Kesehatan,” terangnya.

dr Piprim menyebut kolegium diberi mandat sesuai kaidah keilmuan dan akademik dan dipilih dalam sebuah kongres organisasi profesi. Dia menyinggung Kemenkes yang melakukan pemilihan anggota kolegium dengan penunjukan langsung serta pemungutan suara terbuka.

“Jadi yang menarik adalah pemilihan kolegium kemenkes adalah dengan penunjukkan langsung ole kemenkes ataupun ini dibuat voting secara terbuka, parahal mekanisme yang seharusnya adalah dia melalui pemilihan dalam sebuah kongres organisasi profesi,” jelas dr Piprim.

Piprim mengatakan mutasi ini juga terjadi kepada rekan sejawatnya. Salah satunya menimpa Sekretaris Umum IDAI, Hikari Ambara Sjakti, yang merupakan Konsultan Hematologi-Onkologi Anak di RSCM. Ia dipindahkan secara mendadak ke RSAB Harapan Kita pada Desember 2024.

“Cara mutasinya sama dengan cara mutasi saya, enggak diberikan SK di awal tiba tiba beredar isu mutasi. Kemudian katakanlah ini akhir bulan, dua hari lagi sudah harus kerja di tempat baru. Ini sangat bertentangan dengan peraturan perundangan mutasi tentang ASN,” ujarnya.

Tak hanya itu, setelah mutasi, akun layanan Dr. Hikari di RSCM juga diblokir, sehingga dia tak bisa lagi melayani pasien maupun mengajar mahasiswa kedokteran spesialis. Padahal, RSCM merupakan salah satu pusat layanan hematologi-onkologi anak serta tempat pendidikan subspesialis.

Akibatnya, menurut IDAI, proses pendidikan dokter anak subspesialis terganggu dan layanan kesehatan untuk kasus-kasus kompleks menjadi tidak optimal.

“Kemudian, pemerataan layanan kesehatan di Indonesia, khususnya subspesialis hematologi-onkogi anak terhambat,” ujarnya.

Kemudian adalah mutasi dr. Fitri Hartanto. Pada Desember 2024, dia dimutasi ke RS Sardjito, Yogyakarta yang sudah memiliki 3 konsultan tumbuh kembang anak. Padahal dr. Fitri merupakan satu-satunya konsultan tumbuh kembang anak di RS Kariadi Semarang

Lalu, juga terjadi kepada dr. Rizky Adriansyah yang mengomentari mutasi rekan sejawatnya dengan menulis satu tulisan dan testimoni terhadap apa kerugian jika terjadi mutasi. Dia berakhir diberhentikan dari rumah sakit Adam Malik.

“Kan, kelihatan banget gitu mau alasan apa begitu ya yang baru saja beredar katanya masalah disiplin, padahal belum pernah ada SP1, SP2, apalagi tidak ada pengadilan disiplin, tidak pernah dinyatakan terjadi pelanggaran disiplin,” tutupnya.

Baca juga artikel terkait IKATAN DOKTER ANAK INDONESIA atau tulisan lainnya dari Rahma Dwi Safitri

tirto.id - Flash News
Reporter: Rahma Dwi Safitri
Penulis: Rahma Dwi Safitri
Editor: Fransiskus Adryanto Pratama