tirto.id - Seorang calon jemaah haji (calhaj) bernama Ade Chandra (45) mengaku kaget bukan kepalang ketika mendengar kabar akan ada kenaikan biaya haji hingga sebesar Rp30 juta pada 2023.
Ade merupakan calhaj yang akan berangkat ibadah haji tahun ini. Ia telah mendaftarkan diri bersama istrinya pada Juni 2013 dengan menyetor uang awal sebesar Rp25 juta. Artinya, jika dua orang total uang yang disetor sebesar Rp50 juta.
Saat 2013, kata dia, biaya haji masih sekitar di angka Rp35 jutaan. Namun, saat ini Menteri Agama, Yaqut Cholil Qoumas mengusulkan biaya perjalanan ibadah haji (Bipih) tahun 2023 sebesar Rp69.193.733.60.
“Saya sih sebagai calon haji keberatan dan kaget lah. Soalnya ini mendadak banget," kata Ade kepada reporter Tirto, Rabu (25/1/2023).
Ia mengaku kekecewaannya menjadi berganda. Pertama, seharusnya ia mendapatkan jadwal pergi ke tahan suci Mekkah pada 2020. Namun akibat pandemi COVID-19, keberangkatannya menjadi tertunda.
“Sebenarnya bisa 2022. Tapi karena yang diberangkatkan terbatas, akhirnya yang daftar 2013, bulan Juni ke atas jadi ditunda 2023,” kata Ade.
Kedua, kata Ade, setelah mendapat jadwal berangkat pada 2023, biaya haji malah naik nyaris dua kali lipat. Ia merasa khawatir jika tak mampu melunasi dengan nominal Rp69 juta, akan tidak diberangkatkan dan diganti dengan jemaah lain.
Ia mengaku akan berusaha untuk membayar sebesar Rp69 juta meski waktunya hanya tinggal kurang dari empat bulan lagi, karena kelompok terbang (kloter) pertama haji ke Arab Saudi terbang pada 24 Mei 2023.
“Harus diusahakan karena untuk ibadah. Tapi yang jadi pertimbangan juga dia anak saya tahun ini baru lulus SMP dan SMA dan akan lanjut. Pasti butuh biaya besar lagi,” tuturnya.
Ia berharap pemerintah menaikkan dana haji secara bertahap setiap tahunnya dengan nominal yang wajar. “Kalau seperti ini khawatirnya jemaah pada ngedumel pada di tanah suci. Masa mau ibadah, tapi hati ngedumel,” kata dia.
Hal serupa dirasakan calhaj bernama Ahmad Muhajirin (39). Meski ia bersama istri dan mertuanya akan berangkat pada 2040 mendatang, ia sebut pastinya akan mengeluarkan biaya yang lebih besar karena setiap tahunnya biaya haji akan naik.
“Apalagi kami nanggung tiga orang yang harus naik haji bersama,” kata pria yang berprofesi sebagai jurnalis ini kepada Tirto, Rabu (25/1/2023).
Jemaah Tak Mampu Melunasi akan Ditunda Keberangkatannya
Saat ini, Kemenag mengusulkan untuk BPIH 2023 sebesar Rp98.893.909,11 dengan komposisi Bipih sebesar Rp69.193.734,00 (70%) dan nilai manfaat (optimalisasi) sebesar Rp29.700.175,11 (30%).
Padahal BPIH 2022 sebesar Rp98.379.021,09 dengan komposisi Bipih sebesar Rp39.886.009,00 (40,54%) dan nilai manfaat (optimalisasi) sebesar Rp58.493.012,09 (59,46%).
Kepala Badan Pelaksana Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH), Fadlul Imansyah menyatakan, jemaah yang tak mampu melunasi pembayaran karena biaya haji naik secara otomatis akan ditunda keberangkatannya.
"Mereka [yang tak mampu membayar] otomatis akan menunda keberangkatannya," kata Fadlul di Hotel Borobudur, Jakarta Pusat, Selasa (24/1/2023).
Pada waktu yang sama, Dirjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah (PHU) Kementerian Agama, Hilman Latief mengatakan, pihaknya bakal mencari pengganti jika ada jemaah yang tidak sanggup melunasi biaya naik haji 2023.
“Kalau ada yang mundur, maka ada yang naik penggantinya,” kata Hilman.
Hilman menyebut, Kemenag telah memberikan waktu pelunasan yang cukup untuk para jemaah sesuai peraturan, yakni 30 hari setelah biaya haji diputuskan pemerintah atau pada 13 Februari 2023. Jika jemaah memerlukan perpanjangan waktu pelunasan, Kemenag masih bisa memberikannya.
“Tapi tentu tidak dalam waktu yang lama dan skema ini sudah berjalan bertahun-tahun dan bukan hanya sekarang, jadi sudah belasan tahun lalu model pelunasan seperti ini,” ucapnya.
Dikritik Komisi VIII DPR RI
Wakil Ketua Komisi VIII DPR, Marwan Dasopang menyatakan, rencana kenaikan biaya haji 2023 dinilai terlalu mendadak dan akan merugikan calon jemaah haji yang berangkat tahun ini.
“Sebab mereka harus menyiapkan dana tambahan dengan kisaran Rp30 jutaan dalam waktu singkat. Bagi mayoritas calon jemaah yang harus menabung bertahun-tahun angka itu cukup besar,” kata Marwan melalui keterangan tertulis, Minggu (22/1/2023).
Politikus Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) ini juga mempertanyakan kenaikan BPIH di kala Pemerintah Arab Saudi tahun ini justru menurunkan paket biaya haji, baik bagi jemaah domestik maupun luar negeri.
Marwan juga menegaskan perlu audit pengelolaan dana haji yang saat ini mencapai Rp160 triliun. Menurutnya perlu dipastikan dana yang ditempatkan dalam berbagai platform investasi tersebut benar-benar bisa optimal memberikan nilai manfaat bagi calon jemaah haji Indonesia.
“Hasil audit ini juga memungkinkan munculnya opsi-opsi optimalisasi dana manfaat haji baik dalam bentuk investasi atau yang lain,” kata dia.
Anggota Komisi VIII dari Fraksi PKS, Hidayat Nur Wahid juga mengkritik usulan kenaikan biaya haji ini. Pria yang akrab disapa HNW ini sebut, angka yang disampaikan menag tidak berlandaskan perencanaan yang sesuai dengan perkembangan dan peluang yang ada, sehingga perlu dikritisi dan dikoreksi.
Misalnya soal komponen nilai manfaat yang akan diterima jemaah, menag menyebutkan angkanya hanya Rp5,9 triliun. Padahal Rencana Kerja dan Anggaran Tahunan (RKAT) Keuangan Haji 2023 yang disampaikan Desember 2022 menetapkan Rp8,1 triliun, dan update Januari 2023 masih di level Rp7,1 triliun.
Ia menerangkan, sebagian besar jemaah haji sudah menyetorkan ke bank yang ditunjuk Kemenag, uang pendaftaran sebesar Rp25 juta, lebih dari 20 tahun, di mana mereka berada pada posisi daftar tunggu.
Jika per tahun nilai manfaat rata-ratanya hanya di angka 6% saja, maka hak mereka setelah 20 tahun menyetor ke bank adalah sekitar Rp80,1 juta. Padahal sebagian besar daftar tunggu calon jemaah haji sudah lebih dari 20 tahun, maka wajarnya hak manfaat yang bisa mereka dapat dari dana haji bisa lebih tinggi lagi, kata HNW.
Apabila sebagian nilai manfaat tersebut diklaim sudah tersalurkan kepada calon jemaah dalam bentuk rekening virtual, misalkan sebesar Rp5 juta, maka hak mereka berkurang menjadi Rp75 juta dan hanya perlu melakukan pelunasan sekitar Rp23 juta per orang, yang artinya mereka tidak perlu dibebani dengan istilah ‘subsidi’ dari pemerintah, karena semuanya adalah bersumber dari uang setoran calon jemaah haji sendiri yang diamanahkan dikelola BPKH.
Sehingga, kata HNW, mestinya BPKH juga didorong untuk lebih berhasil di dalam mengelola amanat keuangan haji, agar bisa memberikan nilai manfaat yang lebih besar bagi calon Haji.
“Agar kalaupun pada akhirnya tetap terjadi kenaikan biaya pelunasan, namun angka yang ditetapkan harus tetap rasional, tidak melonjak tajam, serta berlandaskan hak riil jemaah yang telah menitipkan uang mereka untuk dikelola oleh BPKH, puluhan tahun lamanya,” kata HNW dalam keterangannya dikutip Rabu (25/1/2023).
Wakil Ketua Majelis Syuro PKS ini menilai, biaya haji yang ditaksir Rp98 juta per jemaah juga masih berpotensi dikoreksi. Misalnya biaya penerbangan yang disebut menag adalah Rp33,9 juta, kata dia, sangat tidak realistis.
Hasil pencarian harga tiket Pulang Pergi (PP) Jakarta-Jeddah untuk musim haji 2023 Juni-Juli berada di kisaran Rp17-20 juta perorangan. Apalagi pemerintah menerbangkan 221.000 jemaah, sehingga layak memperoleh harga yang lebih murah.
“Di saat yang sama ada tren penurunan harga minyak global yang terus terjadi. Misalnya harga avtur yang dirilis Pertamina untuk bandara Soekarno-Hatta, selama 4 bulan terakhir telah turun dari 95,6 sen/liter di September 2022 menjadi 88,2 sen/liter di akhir Januari 2023. Ini juga berpotensi mengurangi komponen harga penerbangan,” kata HNW.
HNW juga menjelaskan ada beberapa strategi yang layak dikerjakan lagi untuk menekan biaya haji, baik strategi konvensional seperti melakukan kontrak akomodasi-transportasi secepat mungkin agar bisa mendapatkan harga yang lebih rendah, maupun strategi inovatif seperti memangkas masa tinggal jemaah haji Indonesia di Arab Saudi dari 40 hari menjadi 4 minggu atau 28 hari.
Dalam konteks terobosan itu, HNW juga mengusulkan agar lapangan terbang di Saudi yang menerima maskapai haji bisa diperbanyak, selain Jeddah dan Madinah, agar disebar ke beberapa titik/kota lainnya di Saudi seperti Thaif, Qasim. Hal ini, kata dia, bila bandara Jeddah dan Madinah tidak lagi bisa diperbesar kapasitasnya untuk melayani jemaah haji.
“Sehingga jemaah haji sesudah melaksanakan ibadah haji, bisa segera pulang dan tidak harus berlama-lama di Saudi dan menambah pembiayaan, hanya karena alasan kepadatan penerbangan di bandara Jeddah maupun Madinah,” kata dia.
Sedangkan Ketua Fraksi PAN DPR RI, Saleh Partaonan Daulay menyatakan, dengan jumlah jemaah haji terbesar di dunia, BPIH Indonesia mestinya tidak perlu naik. Kemenag harus menghitung lagi secara rinci structure cost BPIH. Penghematan bisa dilakukan di setiap rincian stucture cost tersebut.
Jemaah reguler Indonesia berjumlah 203.320 orang. Jika ada kenaikan Rp30 juta, maka uang jemaah yang akan dikumpulkan adalah sebesar Rp14,06 triliun lebih. Ditambah lagi dari manfaat dana haji yang dikelola BPKH sebesar Rp5,9 triliun. Total dana yang dipakai dari uang jemaah adalah Rp20 triliun lebih per tahun.
“Sementara itu, ada lagi biaya penyelenggaraan haji dari APBN Kemenag sebesar Rp1,27 triliun dan Kemenkes sebesar Rp283 miliar," ucapnya.
Ia menilai kenaikan tidak bijak, lantaran pandemi COVID-19 baru mereda sehingga masyarakat masih berupaya menggerakkan kembali roda perekonomian mereka. Karena itu, kata dia, jika dibebankan tambahan biaya untuk pelunasan BPIH yang cukup tinggi, tentu itu sangat memberatkan.
Lalu, kehadiran BPKH ini semestinya dapat meningkatkan nilai manfaat dana simpanan jemaah. Semakin tinggi nilai manfaat yang diperoleh, tentu akan semakin meringankan beban jamaah untuk menutupi ongkos haji.
“BPKH ini kelihatannya belum menunjukkan prestasi memadai. Pengelolaan simpanan jemaah, tidak jauh beda dengan sebelum badan ini ada. Wajar saja kalau ada yang mempertanyakan pengelolaan keuangan haji yang diamanahkan pada badan ini,” kata dia.
Selain itu, kata Saleh, kalau tetap dinaikkan, dikhawatirkan akan ada asumsi di masyarakat bahwa dana haji dipergunakan untuk pembangunan infrasturuktur. Tentu asumsi ini kurang baik didengar. Sebab, pengelolaan keuangan haji semestinya sudah semakin terbuka dan profesional.
Penjelaskan Pemerintah
Kepala Badan Pelaksana Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH), Fadlul Imansyah mengatakan, alasan pemerintah menaikkan biaya haji karena terjadi perubahan presentase subsidi. Hal tersebut perlu dilakukan agar nilai manfaat para jemaah tunggu tidak tergerus.
Menurut Fadlul, jika skema subsidi lama diteruskan pada kloter jemaah haji tahun ini, dikhawatirkan seluruh nilai manfaat jemaah akan tergerus habis pada tahun berikutnya.
“Kalau kami hitung di bawah 70:30 itu kekhawatirannya akan menggerus nilai manfaat jemaah haji yang akan berangkat di tahun berikutnya," kata Fadlul di Hotel Borobudur, Jakarta Pusat, Selasa (24/1/2023).
Ia menjelaskan, BPKH hanya bisa memberikan subsidi maksimal Rp30 juta per jemaah haji. Jika menggunakan skema persentase subsidi 2022, Fadlul menyebut nilai subsidi yang diberikan akan membengkak hingga dua kali lipat.
Hal itu dapat mengakibatkan nilai manfaat milik jemaah tunggu ikut terpakai. Konsekuensinya, jemaah tunggu bisa menunggu waktu keberangkatan lebih lama karena dananya telah dipakai jemaah yang berangkat. Oleh karena itu, ia menyatakan usulan skema subsidi Kemenag sebesar 70:30 dirasa BPKH itu sudah sesuai.
"Kami sudah, Kemenag sudah perhitungkan dari awal sesuai dengan kemampuan dari masing-masing calon jemaah haji," klaimnya.
Ia mengatakan pemerintah Arab Saudi menurunkan biaya haji sebesar 30% hanya berlaku untuk jemaah dalam negeri saja. "Jadi tidak berpengaruh [Penurunan biaya haji Arab dengan jemaah Indonesia]," ucapnya.
Fadlul pun membantah jika kenaikan biaya haji 2023 dananya digunakan untuk pembangunan infrastruktur pemerintah. "Insyaallah. Ya itu tadi, nggak ada pak [Kenaikan dana haji untuk infrastruktur]," ucapnya.
Sementara itu, Menteri Koordinator PMK, Muhadjir Effendy menyatakan, jika kenaikan biaya haji ditunda terus akan semakin membebani pemerintah. Pasalnya, selama ini pemerintah terus memberikan subsidi tidak langsung dana haji kepada jemaah. Dana itu dikelola oleh Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) untuk menambah dana dari nasabah yang masuk.
"Tapi, itu kan belum maksimum. Tapi kalau ditunda-tunda terus, kenaikan ini memang akan semakin membebani," kata Muhadjir di Jakarta, Rabu (25/1/2023).
Penulis: Riyan Setiawan
Editor: Abdul Aziz