tirto.id - Terdakwa penerima suap vonis lepas ekspor minyak goreng CPO (crude palm oil/CPO) yang juga hakim non-aktif, Djuyamto, mengaku uang hasil suap dari kuasa hukum korporasi minyak goreng, Marcella Santoso, melalui Wakil Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Arif Nuryanta, digunakan donasi pembangunan kantor cabang NU di Kartasura dan mengadakan pagelaran wayang.
Dalam pleidoi Djuyamto yang dibacakan Rabu (5/11/2025), Djuyamto mengaku ikut membangun kantor Majelis Wakil Cabang (MWC) NU Kartasura dengan biaya Rp 5.650.000.000 serta pagelaran wayang sebanyak empat kali hingga pelestarian benda pusaka seperti keris menghabiskan uang sebanyak Rp 1.500.000.000.
"Jumlah uang yang diterima terdakwa dari saksi Muh Arif Nuryanta dipakai terdakwa untuk membantu atau support kegiatan keagamaan atau seni budaya, bukan untuk kepentingan pribadi terdakwa," kata Djuyamto dalam pleidoi yang dibacakan langsung di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Jakarta, Rabu (5/11/2025).
Djuyamto juga menyalahkan jaksa penuntut umum yang dinilai mengedepankan asumsi dalam menghitung jumlah suap yang diterimanya. Menurutnya, jumlah suap yang diterimanya yaitu Rp6,7 miliar, bukan Rp9,5 miliar sebagaimana dakwaan jaksa penuntut umum.
"Penghitungan jumlah penerimaan oleh terdakwa versi jaksa penuntut umum tersebut didasarkan atas asumsi belaka yang tidak berdasarkan fakta nyata di persidangan dan tidak menghargai kejujuran terdakwa pada saat penyidikan," ujarnya.
Selain itu, Djuyamto juga mengaku pasif dalam menerima suap tersebut. Dalam artian, dia tidak meminta atau memaksa kepada Marcella dan kroninya untuk diberikan uang tersebut.
"Di mana baik penerimaan yang pertama pada awal Juni 2024 maupun penerimaan pada awal Oktober 2024 sama sekali tidak ada diawali dari permintaan dari Majelis Hakim," tegasnya.
Melalui pledoi tersebut, Djuyamto meminta keringanan hukuman dari majelis hakim. Dia mengaku bersalah dan menyebut telah mendapat sanksi atau hukuman sosial atas perbuatannya.
"Tapi terdakwa yakin dan percaya bahwa ijtihad majelis hakim untuk menghadirkan putusan seadil-adilnya adalah berdasarkan keadilan berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa," jelasnya.
Sebelumnya, Jaksa Penuntut Umum menuntut pidana 12 tahun penjara terhadap Djuyamto dan dua hakim lainnya yang menjatuhkan vonis lepas (onslag) terhadap kasus korupsi pemberian fasilitas ekspor minyak sawit mentah.
Jaksa juga menuntut Djuyamto membayar uang pengganti Rp 9,5 miliar dengan subsider kurungan 5 tahun. Dia juga dikenai denda Rp500 juta dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar, maka diganti dengan pidana kurungan selama 6 bulan.
Addendum: Berita ini mengalami perubahan judul dari "Djuyamto Ungkap Uang Suap CPO Dipakai Bangun Kantor NU & Wayang" menjadi "Pleidoi Djuyamto: Pakai Uang Suap untuk Acara Keagamaan dan Seni" pada pukul 13.12, Kamis (6/11/2025).
Penulis: Irfan Amin
Editor: Andrian Pratama Taher
Masuk tirto.id


































