tirto.id - PT Plaza Indonesia Realty Tbk (PLIN) mengungkapkan bahwa pihaknya belum dapat memenuhi ketentuan batas minimum saham free float sebesar 7,5 persen yang diatur oleh Bursa Efek Indonesia (BEI).
Direktur PLIN Evy Tirtasudira mengatakan, pihaknya masih butuh waktu untuk menjajaki lebih lanjut langkah-langkah yang dapat dilakukan perusahaan untuk memenuhi ketentuan yang dimaksud.
"Perseroan dan pemegang saham pengendali perseroan masih memerlukan waktu untuk menjajaki lebih lanjut berbagai upaya yang paling tepat bagi perseroan," katanya dalam keterbukaan informasi BEI yang ditujukan pada OJK, Senin (30/6/2025).
Evy menjelaskan, jika perseroan kemudian sudah menemukan cara terbaik untuk memenuhi ketentuan BEI tersebut, maka akan segera diungkapkan kepada seluruh stakeholders terutama OJK, BEI dan publik.
"Dalam hal perseroan telah menemukan cara terbaik yang dianggap tepat dalam memenuhi free float, maka Perseroan akan segera menyampaikan informasi tersebut berikut dengan penjelasan detail," tulisnya.
Adapun, alasan perseroan belum dapat memenuhi ketentuan free float tersebut lantaran kondisi sektor properti yang masih kurang kondusif.
"Bahwa sampai saat ini kondisi pasar dan minat investor terhadap perusahaan yang bergerak dalam industri properti juga masih kurang kondusif," terangnya.
Namun demikian, dia mengatakan bahwa atas suspensi saham PT Plaza Indonesia Realty Tbk tersebut tidak berdampak kepada kegiatan operasional, hukum, kondisi keuangan, atau kelangsungan usaha emiten.
"Tidak ada dampak apapun terhadap kegiatan operasional, hukum, kondisi keuangan, atau kelangsungan usaha perseroan," paparnya.
Sebelumnya, BEI telah menghentikan sementara perdagangan saham PLIN, terhitung sejak 31 Januari 2025. Suspensi ini dilakukan lantaran perseroan belum mampu memenuhi ketentuan free float.
Perusahaan harus memiliki minimal 50 juta saham free float atau 7,5 persen dari total saham tercatat.
Free float mengacu pada saham yang dimiliki oleh investor dengan kepemilikan kurang dari 5 persen, tidak termasuk saham milik pengendali, afiliasi, anggota dewan komisaris, direksi, atau saham hasil pembelian kembali oleh perusahaan.
Penulis: Nanda Aria
Editor: Hendra Friana
Masuk tirto.id






































