Menuju konten utama

PIS Ramal Harga Minyak Global Bisa Anjlok Jadi US$51 per Barel

Sektor energi dinial perlu mempersiapkan langkah untuk hadapi penurunan harga komoditas serta lonjakan kebutuhan energi di masa depan.

PIS Ramal Harga Minyak Global Bisa Anjlok Jadi US$51 per Barel
Kapal tanker Gamsunoro berada di Kuzey Star Shipyard, Tuzla, Istanbul, Turki, Kamis (24/10/2024). ANTARA FOTO/Puspa Perwitasari/YU

tirto.id - PT Pertamina International Shipping (PIS) memperkirakan harga minyak mentah dunia dapat tertekan signifikan dalam beberapa tahun ke depan akibat kelebihan pasokan. Direktur SDM dan Penunjang Bisnis PIS, Dewi Kurnia Salwa, menyebut harga minyak bahkan berpotensi turun hingga US$51 per barel.

"Kalau kita melihat di tahun 2025 ke depan, mungkin kita akan menghadapi di mana ada oversupply terkait dengan oil and gas, sehingga harga minyak pun itu bisa tertekan sangat turun ke 51 dolar AS per barel," kata Dewi di ICE BSD, Tangerang, Selasa (2/9/2025).

Dewi menjelaskan, volatilitas sektor energi masih akan terus berlanjut seiring dinamika global. Namun, meski fenomena kelebihan pasokan energi tersebut akan berdampak pada fluktuasi tajam harga minyak dan gas di pasar internasional, ia juga menyoroti bahwa dalam jangka panjang permintaan energi tetap akan melonjak.

Pada 2050, konsumsi energi global diproyeksikan bisa menembus lebih dari 100 miliar barel per hari. "Mungkin prediksi di tahun 2050 ke depan itu justru akan terjadi permintaan atau demand energi yang cukup tinggi, peningkatannya cukup besar, itu lebih dari 100 miliar barel (minyak) yang dibutuhkan di tahun 2050," imbuhnya.

Dengan kondisi tersebut, Dewi menekankan pentingnya kesiapan sektor energi menghadapi dua tantangan sekaligus, yakni penurunan harga komoditas dalam jangka pendek serta lonjakan kebutuhan energi di masa depan.

Ia menambahkan, kesiapan sumber daya manusia (SDM) menjadi kunci, khususnya yang memiliki kompetensi di bidang keberlanjutan (Environmental, Social, and Governance/ESG), ketahanan menghadapi ketidakpastian, dan kemampuan beradaptasi terhadap perubahan cepat di industri energi.

"Sehingga di sini justru untuk mengantisipasinya karena lebih banyak eksplorasi dan eksploitasi tentunya kompetensi terkait dengan ESG atau sustainability itu juga menjadi kompetensi yang dibutuhkan," ujarnya.

Selain ESG, Dewi juga menyatakan bahwa SDM di sektor energi harus memiliki kemampuan beradaptasi yang tinggi (agile), percaya diri lintas fungsi atau cross confidence dan tangguh dalam menghadapi ketidakpastian. Hal ini diperlukan untuk menjawab dinamika bisnis energi yang sangat bervariasi dan fluktuatif.

"Menghadapi cross volatility ini adalah pekerja-pekerja atau employee di Pertamina ini harus adaptif dan tentunya harus cross confidence dan juga sangat resilient terhadap uncertainty," ucapnya.

Baca juga artikel terkait ENERGI atau tulisan lainnya dari Nanda Aria

tirto.id - Insider
Reporter: Nanda Aria
Penulis: Nanda Aria
Editor: Hendra Friana