tirto.id - Tommy Sumardi, terdakwa red notice Djoko Soegiarto Tjandra, mengaku Inspektur Jenderal Napoleon Bonaparte meminta Rp7 miliar sebagai imbalan penghapusan. Aliran uang disebut juga untuk petinggi kepolisian selain ia dan Brigadir Jenderal Prasetyo Utomo, menerima Rp1,6 miliar.
Kepala Biro Penerangan Masyarakat Mabes Polri Brigadir Jenderal Awi Setiyono menyatakan dalam tahap penyidikan polisi, kesaksian Tommy belum dapat dibuktikan.
“Bukan terungkap, malah itu belum terungkap. Kalau terungkap berarti ada buktinya,” ucap dia di Mabes Polri, Senin (9/11/2020).
Kesaksian Tommy terungkap dalam surat dakwaan Napoleon Bonaparte. Saat melakukan negosiasi dengan Tommy, Napoleon berujar uang tak hanya untuknya tapi "petinggi kita" yang berjasa dalam kariernya jadi kepala divisi hubungan internasional.
Awi menyatakan, penyidik selama ini fokus menelusuri aliran dana dari Djoko, bukan mengejar pengakuan para tersangka. Polisi, lanjut Awi, menelusuri masalah berdasarkan bukti permulaan yang cukup. Bila Tommy mengklaim seperti itu, maka harus dibuktikan.
“Sekarang tugasnya polisi membuktikan aliran (dana) Djoko Tjandra, untuk yang katanya ke petinggi (Polri) buktinya mana? Itu yang belum terungkap,” imbuh Awi.
Karena masih dalam proses persidangangan, Awi bilang pihaknya tak ingin menanggapi perihal ini terlalu jauh.
Napoleon baru saja menjalani sidang pembelaan di pengadilan. Ia mengaku sebagai korban dan dizalimi dalam kasus penghapusan status buron Djoko Tjandra. Duit dari Djoko Tjandra disebut tak terbukti karena tak ada kuitansi.
Dalam kasus ini, Napolepon didakwa Pasal 5 ayat (2) juncto Pasal 5 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 yang diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Penulis: Adi Briantika
Editor: Zakki Amali