tirto.id - Persoalan pengungsi etnis Rohingya di Tanah Rencong terus menggelinding bak bola salju. Gelombang pengungsi Rohingya yang datang ke Aceh kembali terjadi di awal bulan ini. Sebanyak 139 pengungsi Rohingya berlabuh di Pantai Desa Ie Meulee, Sabang, Aceh, Sabtu (2/12/2023) dini hari. Peliknya, kedatangan pengungsi Rohingya di pulau paling barat Indonesia ini direspons keras warga yang menolak kehadiran mereka.
Forum Komunikasi Pimpinan Daerah (Forkopimda) Kota Sabang sampai mendesak pihak Komisi Tinggi Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Pengungsi (UNHCR) untuk segera memindahkan pengungsi Rohingya yang berada di Kota Sabang ke tempat penampungan. Pemda Sabang menyatakan, sudah beberapa kali pengungsi Rohingya yang datang itu dipindahkan dari satu gampong (desa) ke gampong lainnya, namun tetap direspons penolakan yang sama.
“Setelah melewati waktu selama kurang lebih 5 jam melakukan rapat yang sangat alot, Forkopimda Sabang berkesimpulan meminta kepada UNHCR untuk segera pindahkan pengungsi Rohingya ke luar kota Sabang,” kata Kabag Protokol dan Komunikasi Pimpinan (Prokopim) Setda Kota Sabang, Ady Akmal Shiddiq melalui keterangan resmi, Selasa (5/12/2023).
Ady menambahkan, pemindahan harus dilakukan sebab mempertimbangkan situasi penolakan keras yang berkembang di masyarakat Sabang. Pengungsi Rohingya yang datang ke Sabang tersebut sementara ini ditempatkan di kawasan Pelabuhan CT-1 BPKS.
“Menyikapi sikap masyarakat yang menolak kehadiran pengungsi Rohingya, kami tidak ingin terjadi hal-hal di luar kendali, jadi sebaiknya pihak UNHCR segera memindahkan mereka ke tempat yang telah ditentukan sebelumnya,” tutur dia.
Pengungsi yang datang di Sabang awal bulan ini menambah daftar panjang gelombang pengungsi Rohingya yang terjadi sejak pertengahan November 2023. Gelombang pengungsi kali ini disebut yang terbanyak sejak 2015.
Pemerintah Indonesia sendiri mulai bergerak mencari solusi atas permasalahan gelombang pengungsi Rohingya saat ini. Presiden Joko Widodo memerintahkan penanganan bersama antara Indonesia dan UNHCR dalam mengatasi persoalan ini.
“Saya telah memerintahkan kepada menkopolhukam untuk menangani bersama-sama dengan daerah, bersama-sama dengan UNHCR,” ujar Presiden Jokowi di Pangkalan TNI Angkatan Udara Halim Perdanakusuma, Jakarta Timur, Senin (4/12/2023).
Sebelumnya, Pemerintah Indonesia memang belum menyatakan sikap secara tegas atas persoalan ini. Padahal, bibit-bibit konflik sosial antara warga lokal Aceh dan pengungsi mulai memercikan bara. Belum lagi diskursus di media sosial yang juga banyak memunculkan sentimen negatif dalam permasalahan pengungsi Rohingya.
Maka, menjadi menarik melihat pandangan bakal calon pemerintah mendatang soal permasalahan pengungsi Rohingya. Belum lagi, banyak pengamat yang memprediksi gelombang pengungsi Rohingya akan terus terjadi di waktu mendatang.
Rohingya di Mata Kubu Paslon
Wakil Ketua Tim Kampanye Nasional (TKN) Prabowo-Gibran, Afriansyah Noor, menyatakan persoalan pengungsi Rohingya masuk ke ranah kebijakan politik luar negeri Indonesia terhadap kemanusiaan. Pria yang akrab disapa Ferry itu menilai, perlu dicari tahu apakah eksodus pengungsi Rohingya ke Indonesia, hanya untuk transit atau mencari perlindungan tetap di negara ini.
“Kalau betul-betul berniat mencari suaka dan akhirnya hidup di negara kita. Ini PR baru buat pemerintah,” kata Ferry dihubungi reporter Tirto, Rabu (6/12/2023).
Ferry menyatakan, kubu paslon Prabowo-Gibran siap membicarakan persoalan pengungsi Rohingya dalam agenda debat capres-cawapres mendatang. Ia menegaskan paslon nomor dua yang mereka usung, tidak ada keberatan apa pun dalam membahas persoalan HAM.
“Saya pikir isu internasional soal kemanusiaan, soal HAM ini silakan saja dibawa ke debat juga tidak ada masalah,” ujar wakil menteri ketenagakerjaan itu.
Ferry menyatakan, mulai ada riak-riak penolakan masyarakat Aceh soal pengungsi Rohingya. Perbedaan etnis dan budaya di pandanganya memang menjadi persoalan dalam menangani pengungsi dari negara lain.
“Saya pikir pemerintah Indonesia harus menyikapi ini dengan arif dan bijaksana. Sehingga secara kemanusiaan kita tampung, tetapi mereka juga harus sadar bahwa mereka ada di negara orang,” ungkap Ferry.
Ia meminta jangan ada tebang pilih hukum dalam menangani persoalan pengungsi. Ferry meminta agar pengungsi Rohingya dapat menghargai aturan hukum yang berlaku selama mengungsi di Tanah Air.
“Jika kita terpilih menjadi presiden dan wakil presiden (yaitu) Pak Prabowo dengan Mas Gibran, tentunya kita akan memperkuat politik dalam negeri dan memperkuat politik luar negeri, Itu harus gitu (menangani persoalan ini),” tutur Ferry.
Sementara itu, kubu paslon Ganjar Pranowo dan Mahfud MD memandang bahwa solidaritas kemanusiaan tidak mengenal batas negara, agama, ras dan suku bangsa. Hal ini disampaikan oleh Juru Bicara Tim Pemenangan Nasional (TPN) Ganjar-Mahfud, Yusuf Lakaseng.
“Para pengungsi itu harus ditampung karena jika tidak, mereka akan dilumat kejamnya lautan, setelah ditampung barulah pemerintah Indonesia berkoordinasi dengan UNHCR,” ujar Yusuf dihubungi reporter Tirto, Rabu (6/12/2023).
Menurut Yusuf, pemerintah Indonesia mampu menerima gelombang pengungsi Rohingya yang mencari bantuan. Secara aspek ekonomis, seharusnya tidak ada masalah dalam membantu pengungsi Rohingya saat ini.
“Untuk menampung pengungsi Rohingnya dengan memberikan tempat tinggal dan makan, saya kira ekonomi kita masih sangat mampu,” kata Yusuf.
Persoalan Rohingnya, kata dia, penyelesaian yang paling tepat memang dirundingkan di forum ASEAN. Genosida terhadap etnis Rohingya menurutnya berkaitan dengan belum demokratisnya negara asal mereka, yakni Myanmar.
“Sehingga penghargaan terhadap HAM sangat rendah, negaranya diperintah oleh junta militer. Jika Ganjar-Mahfud terpilih, pasti akan mendorong pemimpin negara-negara ASEAN untuk menekan pemerintahan Myanmar agar memberi ruang hidup dan melindungi etnis Rohingya,” tutur Yusuf.
Di sisi lain, Juru Bicara Tim Nasional (Timnas) Pemenangan Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar (AMIN), Billy David Nerotumilena, menyatakan persoalan pengungsi Rohingya harus dilihat dari sudut pandang kemanusiaan dan perlindungan Hak Asasi Manusia (HAM). Kubu AMIN mendesak kehadiran negara secara tegas dalam mengintervensi masalah ini.
“Selain itu, AMIN juga meyakini bagaimana cara melihat Rohingya atau Palestina adalah salah satu komitmen dalam mewujudkan amanat republik, dalam ikut menjaga ketertiban dunia,” ujar Billy dihubungi reporter Tirto, Rabu (6/12/2023).
Sebagai gagasan, kata dia, tentu jika paslon AMIN terpilih ingin sekali memberikan perhatian yang serius ihwal persoalan pengungsi Rohingya. AMIN akan melakukan koordinasi dengan kementerian terkait, TNI, dan pemerintah daerah dalam memberikan jaminan keamanan ataupun pelayanan kemanusiaan terhadap pengungsi yang masuk ke dalam wilayah teritorial Indonesia.
“Selain itu, keterlibatan civil society dan organisasi nirlaba internasional jadi krusial. Karena dalam menyelesaikan permasalahan seperti ini dan permasalahan lain, akan lebih luas manfaatnya ketika dilihat sebagai permasalahan kolektif dan juga kolosal,” jelas Billy.
Billy yakin paslon AMIN dapat membenahi persoalan pengungsi Rohingya dengan upaya tersebut. Ia mengklaim Anies Baswedan sudah cakap dalam memandang dan menangani persoalan krisis global.
Upaya Pemerintah Saat Ini
Wakil Presiden Ma'ruf Amin mengakui, Indonesia tidak mungkin menolak kedatangan para pengungsi Rohingya. Kendati demikian, dia menyatakan pemerintah tidak bisa terus-menerus menerima pengungsi karena khawatir menjadi beban negara.
“Selama ini kan tidak mungkin kita menolak, tetapi juga tentu kita dengan antisipasi jangan sampai kemudian ada penolakan oleh masyarakat, dan kemudian bagaimana supaya juga mengantisipasi jangan sampai terus nanti terus lari, semua larinya ke Indonesia, ke sini, itu menjadi beban,” ujar Ma’ruf Amin dalam saluran YouTube Setwapres, Rabu (6/12/2023).
Dia mengakui pemerintah akan berbicara UNHCR untuk membahas penanganan pengungsi Rohingya. Ma'ruf menjelaskan keberadaan para pengungsi menjadi masalah bagi banyak negara.
“Dulu juga pernah kita menjadikan Pulau Galang untuk pengungsi Vietnam, nanti kita akan bicarakan lagi apa akan seperti itu, saya kira pemerintah akan mengambil langkah-langkah,” kata Maruf.
Sementara itu, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam), Mahfud MD, mengatakan pemerintah sedang mencari jalan keluar untuk mengatasi masalah para pengungsi Rohingya yang masuk ke Indonesia melalui Provinsi Aceh. Mahfud mengatakan, pihaknya juga akan mengusahakan penanganan kebutuhan domestik dan kemanusiaan sehingga dapat terlaksana dengan baik.
Mahfud menyatakan gelombang pengungsi Rohingya yang berlabuh ke Aceh sudah mencapai 1.478 orang. Dia kembali menegaskan Indonesia tidak menandatangani konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) Tentang Pengungsi sehingga tidak terikat dengan UNHCR.
Oleh sebab itu, bantuan kepada imigran Rohingya dilakukan Indonesia atas dasar kemanusiaan.
“Mereka larinya ke Indonesia. Maksudnya mau transit, tapi lama-lama jadi tempat tujuan pengungsian, bukan transit,” kata Mahfud, Selasa (5/12/2023), dikutip dari Antara.
Ketika dihubungi Tirto beberapa waktu lalu, Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Kekerasan (Kontras) Aceh, Azharul Husna, menilai riak-riak penolakan warga Aceh pada pengungsi Rohingya akibat ketidakhadiran pemerintah pusat dalam permasalahan ini. Pemerintah daerah juga dinilainya lambat dalam menangani pengungsi.
Menurut Nana, sapaan akrabnya, alasan pemerintah pusat bahwa pengungsi Rohingya bukan tanggung jawab Indonesia karena tidak ikut meratifikasi Konvensi 1951 soal pengungsi, mencoreng kemanusiaan.
“Tentu saja pernyataan seperti itu mencoreng wajah Indonesia, jadi seperti menaruh arang ke wajah sendiri,” kata Nana.
Padahal, Indonesia sudah memiliki Peraturan Presiden (Perpres) 125/2016 tentang Penanganan Pengungsi dari Luar Negeri. Warga Aceh sendiri sudah berbaik hati dengan menunjukan solidaritas kemanusiaan dengan menampung dan memberikan bantuan sementara untuk para pengungsi. Sudah waktunya kegamangan warga Aceh dijawab dengan sikap tegas pemerintah dalam menyikapi persoalan ini.
“Begitu juga pernyataan-pernyataan lain misalnya seolah-olah Indonesia tidak punya kewajiban, ini kan amat sangat disayangkan,” tambah Nana.
Penulis: Mochammad Fajar Nur
Editor: Abdul Aziz