Menuju konten utama

Menilik Pertalian antara Usia Harapan Hidup & Gaya Hidup Sehat

Pola hidup individu kerap tergantung pada akses ke fasilitas pendukung. Misal, saat ingin mendapat makanan sehat, tapi di lingkungan tidak tersedia.

Menilik Pertalian antara Usia Harapan Hidup & Gaya Hidup Sehat
Header angka harapan hidup Indonesia. tirto.id/Fuad

tirto.id - Taraf kesehatan masyarakat menjadi salah satu faktor penting dalam mengukur kesejahteraan negara. Angka atau usia harapan hidup misalnya, merupakan salah satu indikator untuk mengukur indeks pembangunan manusia (IPM). Angka harapan hidup berkaitan erat dengan aspek kesehatan yang terjadi di masyarakat.

Angka harapan hidup merupakan sebuah angka yang menggambarkan seberapa lama peluang warga negara untuk hidup di wilayah tersebut. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, Indonesia pada 2023 memiliki angka harapan hidup sebesar 73,93 tahun. Hasil ini melanjutkan tren peningkatan angka harapan hidup di Indonesia dari tahun ke tahun.

Peningkatan ini bisa dilihat dari angka harapan hidup tanah air di 2018. Pada tahun itu, Indonesia mempunyai angka harapan hidup sebesar 71,2 tahun. Meningkat pada 2019 menjadi 71,34 tahun. Adapun saat pandemi COVID-19 mengganas pada 2020, angka harapan hidup kita tetap naik menjadi 73,37 tahun.

Pada 2021, Indonesia tetap mengalami peningkatan angka harapan hidup sebesar 73,46 tahun. Berikutnya di 2022, angka harapan hidup meningkat menjadi 73,70 tahun.

Banyak faktor yang menentukan angka harapan hidup suatu negara. Misal di sektor kesehatan saja, multifaktor ini dapat mencakup unsur genetika, ketercukupan gizi dan nutrisi, kesehatan lingkungan, gaya hidup, hingga kualitas layanan kesehatan. Beberapa pakar menilai, semakin maju dan makmur sebuah negara, biasanya makin panjang usia harapan hidup warganya.

Pemerhati kesehatan cum anggota Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI), Iqbal Mochtar, menyebut peningkatan angka harapan hidup di Indonesia sebagai suatu tren positif. Meski demikian, Iqbal menyoroti dampak pandemi yang menghambat beberapa program di sektor kesehatan.

“Jadi program-program pelayanan kesehatan baik promotif, preventif, kuratif maupun rehabilitatif itu to some extent itu mengalami penghambatan,” kata Iqbal dihubungi reporter Tirto, Senin (4/12/2023).

Untuk menjaga angka harapan hidup, kata dia, revitalisasi sektor kesehatan setelah pandemi menjadi penting dilakukan. Hal ini dinilai Iqbal karena program pelayanan kesehatan di Indonesia mengalami stagnasi akibat pandemi.

Misalnya, program pengentasan stunting dan diabetes yang menjadi terhambat. Untuk mencapai ke titik normal, Iqbal menyatakan akan membutuhkan waktu sehingga perlu kerja sama multisektor.

“Jadi begitu banyak penyakit-penyakit kronis itu yang mengalami hambatan,” tutur Iqbal.

Hal senada diungkapkan Associate Professor Public Health dari Monash University Indonesia, Grace Wangge. Ia menyatakan pada saat pandemi banyak konsentrasi sistem kesehatan dialihkan. Sehingga layanan dasar yang biasa diberikan di Puskesmas, terutama untuk ibu dan anak, menjadi teralihkan.

“Yang paling banyak dilaporkan adalah misalnya program rutin posyandu,” ujar Grace dihubungi Tirto, Senin (4/12/2023).

Grace menilai, pascacovid harus diambil sebagai momentum mengembalikan layanan-layanan kesehatan dasar dan masyarakat, agar berfungsi lebih baik dan bahkan dikuatkan. Dalam rencana transformasi kesehatan yang baru, kata dia, sudah mencakup hal tersebut. Tinggal melihat implementasi yang dilakukan, terutama dalam hal penguatan layanan primer.

“Selain melihat angka usia harapan hidup, kita juga perlu perhatikan apakah memang usia harapan hidup yang panjang merupakan usia harapan hidup yang berkualitas,” kata Grace.

Infografik angka harapan hidup Indonesia

Infografik angka harapan hidup Indonesia. tirto.id/Fuad

Gaya Hidup dan Angka Harapan Hidup

Mengacu data BPS pada 2023, angka harapan hidup di tiap wilayah memiliki perbedaan yang beragam. Jakarta menjadi provinsi dengan angka harapan hidup tertinggi di Indonesia, yakni 75,81 tahun. Diikuti oleh Yogyakarta sebesar 75,18 tahun, lalu Jawa Barat dan Kepulauan Riau masing-masing sebesar 74,91 tahun dan 74,9 tahun. Kemudian, Bali mencatatkan sebesar 74,88 tahun.

Adapun daerah dengan angka harapan hidup terendah di Indonesia pada 2023 ditempati Papua dengan 68,17 tahun. Selain itu, ada Papua Barat dan Maluku dengan angka harapan hidup sebesar 68,51 tahun dan 70,45 tahun. Perbedaan mencolok antardaerah ini menunjukkan disparitas yang masih kental terasa di Indonesia.

Grace Wangge menjelaskan, angka harapan hidup dapat dipengaruhi oleh faktor ekstrinsik dan intrinsik. Faktor ekstrinsik meliputi akses ke layanan kesehatan, jaminan kesehatan berkelanjutan, kecukupan jumlah tenaga kesehatan yang berkualitas dan memahami risiko usia lanjut, dan pola perilaku hidup sehat individu.

Sementara faktor intrinsik di antaranya, lingkungan yang sehat, akses jaminan sosial, fasilitas sosial untuk lansia, dan perubahan pengetahuan dan persepsi masyarakat soal hari tua. Di Indonesia, menurut Grace, panti lansia masih menjadi sesuatu yang tabu di masyarakat.

“Anak dianggap tidak berbakti kalau masukin orang tua ke panti, padahal ada perawatan-perawatan khusus lansia, terutama mereka yang mengidap demensia,” ujar Grace.

Di sisi lain, di level individu, gaya hidup merupakan salah satu hal yang mempengaruhi angka harapan hidup. Menurut Grace, gaya hidup yang buruk (sedentary life), seperti tidak banyak bergerak, duduk terlalu lama, makan makanan tidak bergizi seimbang, merokok, dan tidak cukup istirahat.

“Semua gaya hidup tersebut, tidak sepenuhnya bisa kita pilih kadang, kecuali merokok,” ujar Grace.

Pola hidup individu kerap juga tergantung pada akses ke fasilitas yang mendukung. Misalnya, saat ingin mendapat makanan sehat, tetapi di lingkungan tidak tersedia. Hal ini bisa diubah dengan membawa bekal atau dengan regulasi di level industri.

“Tapi kalau rokok, mau merokok atau tidak itu merupakan pilihan (bisa dipilih),” ungkap Grace.

Dia menilai akses rokok di Indonesia sangat mudah, sementara manfaatnya tidak ada. Belum lagi asap yang dihasilkan berimbas kepada perokok pasif.

Sementara itu, Iqbal Mochtar menyatakan, aspek gaya hidup mempengaruhi penyakit-penyakit kronis. Ada beberapa hal yang menjadi fokus, seperti kebiasaan merokok, masalah berat badan, dan ketiga masalah stres.

“Stres ini merupakan faktor pemicu berbagai penyakit. Ya, stres itu ada di mana-mana, ada di rumah, ada di tempat pekerjaan, dan ada di saat kita berada di luar rumah,” kata Iqbal.

Cegah Kematian Dini

Jika berdasarkan hasil laporan World Population Prospects: The 2022 Revision yang dirilis Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), Indonesia memiliki angka harapan hidup yang tergolong rendah dibanding negara-negara tetangga. Menurut definisi PBB, angka harapan hidup saat lahir atau life expectancy at birth merupakan perkiraan usia hidup yang bisa diharapkan seseorang sejak ia dilahirkan.

Wasekjen Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI) sekaligus Dosen Program Studi Kesehatan Masyarakat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Narila Mutia Nasir, mengaminkan bahwa Indonesia memang memiliki angka harapan hidup lebih rendah dari beberapa negara di Asia Tenggara (ASEAN).

“Jika dibandingkan dengan negara ASEAN lainnya angka ini belum terlalu tinggi. Apalagi kalau merujuk pada standar usia Jepang misalnya, yang mencapai 84,5 tahun. Masih banyak lah perbaikan yang harus dilakukan untuk meningkatkan,” kata Narila dihubungi reporter Tirto, Senin (4/12/2023).

Mengutip teori H.L Blum, kata dia, faktor penentu derajat kesehatan seseorang itu ada empat. Faktor genetik 10 persen, pelayanan kesehatan 20 persen, perilaku atau gaya hidup 30 persen, dan lingkungan 40 persen.

“Artinya apa? Kalau mau meningkatkan angka harapan hidup, yang pasti masyarakatnya juga mesti hidup sehat, kematian dini perlu dicegah terutama terkait dengan penyakit-penyakit tertentu,” tambah Narila.

Menurut dia, Indonesia memiliki beban penyakit ganda. Mulai dari penyakit menular infeksi, tuberkulosis, ISPA, hingga diare. Juga penyakit tidak menular seperti jantung, stroke, kanker, dan diabetes. Maka tuntutan pelayanan kesehatan yang lebih baik mendesak dilakukan.

“Tapi catatan pentingnya, penyakit-penyakit tersebut dapat menyebabkan kematian dan penyebabnya sangat berkaitan erat dengan perilaku atau gaya hidup dan lingkungan,” jelas Narila.

Terkait gaya hidup, menurut Narila, yang saat ini menjadi tantangan krusial adalah masalah aktivitas fisik dan pola makan seimbang. Akibat gempuran kegiatan dan waktu yang terbatas, kedua hal tersebut seringkali terabaikan. Belum lagi kondisi kesehatan mental yang dapat mempengaruhi kesehatan fisik.

“Jadi mengubah gaya hidup menjadi gaya hidup sehat adalah salah satu kunci pencegahan penyakit-penyakit yang banyak menjadi beban sekarang di Indonesia,” ujar Narila.

Baca juga artikel terkait ANGKA HARAPAN HIDUP atau tulisan lainnya dari Mochammad Fajar Nur

tirto.id - Kesehatan
Reporter: Mochammad Fajar Nur
Penulis: Mochammad Fajar Nur
Editor: Abdul Aziz