Menuju konten utama

Selain Jaga Makanan, Mengukur Gerak Penting Cegah Diabetes Anak

Pola 5210 untuk memerangi diabetes pada anak; 5 kali sehari makan buah, tidak lebih dari 2 jam pegang gadget, 1 jam berolahraga setiap hari, dan 0 gula.

Selain Jaga Makanan, Mengukur Gerak Penting Cegah Diabetes Anak
Diabetes pada anak. Getty Images/iStockphoto

tirto.id - Artikel sebelumnya: Pencapaian Akademik Jadi Pemicu Meningkatnya Diabetes Anak

“Saya punya pasien anak laki-laki umur 8 tahun dengan berat badan 80 kilogram. Dia sudah punya tanda hitam di lehernya, atau pseudo acanthosis nigricans, tanda prediabetes. Warna hitam di leher itu karena tingginya insulin, terjadi karena anak-anak dari kecil sudah gemuk,” ujar Dr. Michael Triangto, Sp.KO, dokter spesialis Kesehatan Olahraga.

Selain menjaga pola makan, orang tua dapat mencegah terjadinya diabetes pada anak dengan memberikan waktu atau fasilitas untuk bergerak. Bagaimana kesadaran orang tua akan pentingnya olah tubuh secara rutin dan terukur?

Lala Sirat (44) instruktur yoga di LaLaLaLand Kids Yoga mengatakan bahwa tidak banyak orang tua yang menyadari pentingnya olah tubuh. Sebagai instruktur yoga anak, ia mengatakan bahwa belum banyak orang tua yang menyadari manfaat yoga.

“Banyak orang tua berpikir bahwa anak-anak tidak akan betah dengan yoga. Padahal kenyataannya anak-anak senang melakukan gerakan-gerakan yoga,” ujar ibu 2 anak remaja, Ravya (16) dan Ranuka (9). Lala mengajar anak mulai usia balita hingga usia 9 tahun.

Menurut Lala gerak tubuh sangat diperlukan, “Karena dengan bergerak tubuh menjadi bugar. Tubuh bugar berkaitan dengan otak yang cerdas. Bergerak seperti aktivitas yoga misalnya, dapat menjaga kesehatan tubuh, mempertahankan kelenturan dan menguatkan otot di setiap bagian tubuh.”

Sehat, bugar, dan mencegah kegemukan adalah hal penting bagi Lela Latifa (32) ibu dari Indi (5). Ia memilih gimnastik untuk anaknya. “Indi mengikuti gimnastik dua kali seminggu dengan durasi 90 menit,” kisah Lela, yang mengaku terkejut dengan yang diberitakan oleh Kementerian Kesehatan RI tentang peningkatan prevalensi diabetes melitus tipe 2 pada anak dan remaja.

“Tahunya kan, diabetes melitus itu penyakitnya orang dewasa atau lansia, tapi sekarang anak-anak dan remaja pun bisa terkena,” ujar Lela yang menyukai yoga dan dance.

Di saat angka kejadian Covid-19 mulai menurun, Lela kembali membiasakan Indi bersepeda sore selama 15 menit, dan menari atau melompat-lompat setiap pagi sebelum ke sekolah.

“Dulu sebelum pandemi kami juga berenang, lalu selama pandemi tidak berenang, kemudian setelah pandemi kami mengurangi berenang. Masih takut,” ujar Lela.

Kurangnya pengetahuan tentang pentingnya gerak di kalangan orang tua juga diakui oleh Renita (40). “Saya dibilang sadis terhadap anak,” kata Renita sambil tersenyum. Kinan, anak perempuannya yang kini berusia 11 tahun sudah belajar Tae Kwon Do sejak berusia 8 tahun.

Selain Tae Kwon Do, Kinan juga les menari seminggu sekali dengan durasi 2 jam. “Anak perempuan kalau sudah menstruasi kan badannya cenderung melar ya… Menurut saya anak perempuan harus banyak bergerak supaya badannya nggak ‘meledak’,” demikian alasan Renita.

Tak hanya memberikan kesempatan untuk bergerak, menurut Michael menjaga pola makan juuga sangat penting.

“Memperbaiki pola makan dan gaya hidup bergerak dapat memperbaiki prediabetes,” kata Michael. Ia menyarankan, begitu anak terdiagnosa diabetes, berikan dia fasilitas untuk berolahraga.

“Kalau tidak sempat karena harus belajar, berikan mini cycle yang bisa dilakukan sambil duduk, sementara anak tetap bisa belajar. Harganya murah, jadi nggak ada alasan untuk tidak bergerak,” katanya.

Senada dengan Michael, Prof. Dr. dr. Aman Bakti Pulungan, Sp.A(K), FAAP - Project Leader World Diabetes Foundation - DM type 1 di Indonesia ini, mengemukakan pola 5210 untuk memerangi diabetes pada anak-anak. Apa maksudnya? 5 kali sehari makan buah, tidak lebih dari 2 jam pegang gadget, 1 jam berolahraga setiap hari, dan 0 gula.

“Tak perlu tambahan gula karena karbohidrat sudah mengandung gula. Ayam goreng tepung, itu sudah mengandung karbohidrat,” kata Aman di akun instagramnya. Ia menghimbau agar orang tua mengawasi jajanan anaknya di sekolah.

Michael menghimbau agar orang tua tidak memanjakan anak dengan makanan. “Karena merasa bersalah meninggalkan anak bekerja atau memuaskan keinginannya untuk belanja anak dibelikan banyak makanan,” katanya.

Lebih lanjut ia menegaskan, kalau anak sudah obesitas dan prediabetes, orang tua harus paham permasalahan anak terkait diabetes melitus, dan pola makannya. Anak butuh bergerak. “Ada pasien saya anak SMA yang berat badannya 120 kilogram. Ini bisa diabetes. Tapi orang tuanya malah nyalahin anaknya, bukannya memberikan fasilitas untuk bergerak,” kata Michael.

Infografik Diabetes Anak

Infografik Diabetes Anak. tirto.id/Fuad

Anak Perempuan Rentan Diabetes Melitus

Usia remaja adalah masa puncak pertumbuhan. Di usia ini hormon pertumbuhan mengalami percepatan peningkatan. Di usia remaja, 15 sampai 20 persen tinggi badan dewasa dicapai, dan sekitar 25 sampai 50 persen berat badan ideal dewasa dicapai.

Ini mengakibatkan perubahan komposisi tubuh. Pada masa sebelum pubertas, proporsi jaringan otot dan lemak pada anak perempuan dan laki-laki sama, ungkap sebuah riset tentang lemak tubuh.

Pada masa pubertas, pertambahan jaringan otot pada anak laki-laki lebih banyak daripada jaringan lemak, demikian pun massa tubuh tanpa lemak lebih tinggi daripada anak perempuan.

Sehingga dengan demikian kebutuhan nutrisi pun berbeda pada keduanya. Remaja perempuan membutuhkan protein tinggi di usia 11 sampai 14 tahun, sementara pada remaja laki-laki di usia 15 sampai 18 tahun. Kekurangan protein di usia tersebut akan menghambat pertumbuhannya, ungkap Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI).

Untuk pertumbuhan normal, kebutuhan lemak dan lemak esensial wajib dipenuhi. Namun itu bukan berarti anak remaja boleh makan lemak tanpa aturan.

Pedoman makanan di berbagai negara termasuk Indonesia atau yang disebut gizi seimbang menganjurkan konsumsi lemak tidak lebih dari 30 persen dari energi total, dan tidak lebih dari 10 persen berasal dari lemak jenuh.

Yang termasuk sumber lemak jenuh adalah susu, daging dengan lemak, margarin dan mentega, cake, donat dan sejenisnya, es krim dan lain-lain (IDAI, Seputar Kesehatan Anak/Nutrisi pada Remaja).

“Bukan berarti tidak boleh sama sekali. Es krim boleh, tapi diatur. Tidak setiap saat bisa dikonsumsi karena tersedia di kulkas,” kata dokter Michael. Anak-anak dan remaja meski sudah melakukan olahraga secara teratur dengan durasi yang tepat, tetap harus dijaga pola makannya.

“Anak sudah berenang selama 1 jam misalnya. Teman-temannya sehabis berenang minum soft drink, masa anak kita nggak boleh? Boleh, tapi batasi maksimal dua kali saja dalam sebulan,” kata Michael.

“Orang tua wajib mengawasi dan mengontrol jajanan anak-anak di sekolah karena anak-anak tidak tahu,” demikian himbauan Prof. Aman dalam akun Instagramnya.

Bagaimana Lela mengatur pola makan anaknya? “Saya belum menghindari makanan tinggi gula atau menerapkan makanan yang gluten free, tapi sudah menerapkan pola makan gizi seimbang untuk kami sekeluarga,” ujar Lela.

Renita, meski tidak membatasi asupan untuk Kinan yang banyak melakukan aktifitas fisik, Kinan tidak pernah tertarik dengan makanan tinggi kalori. “Kinan lebih menyukai makanan rumahan. Sekali-sekali, misalnya habis bertanding saya belikan fast food. Tapi kue-kue manis dia tidak pernah minta,” ujar Renita.

Bagi orang tua yang memiliki anak perempuan, menjaga pola makan dan memberikan waktu untuk banyak bergerak sangatlah penting. Di usia remaja, persentase lemak pada anak perempuan lebih tinggi daripada remaja laki-laki. Sejalan dengan bertambahnya usia, jaringan lemak pada perempuan akan meningkat.

International Diabetes Federation mencatat, perempuan lebih rentan menderita penyakit kronis seperti diabetes melitus. Tahun 2012 sebanyak 300 juta orang di seluruh dunia mengidap diabetes melitus, sebanyak 60 juta dari mereka adalah perempuan berusia reproduktif, yaitu 15 sampai 49 tahun.

Diperkirakan pada tahun 2015 - 2050 mayoritas kasus diabetes melitus terjadi pada perempuan.

Karena pada masa hamil perempuan kurang bergerak sehingga membuat tubuh tidak banyak menghabiskan karbohidrat atau glukosa lewat aktifitas fisik. Saat hamil, enzim AMPK - enzim dalam setiap sel yang memengaruhi proses pengolahan energi - tidak bekerja dengan baik sehingga memicu resistensi insulin yang memicu diabetes gestasional yang muncul saat hamil. Meski tidak banyak bergerak, karena laki-laki tidak mengalami kehamilan, enzim AMPK tetap mengontrol kerja insulin dengan baik.

Orang tua sebaiknya peka melihat perubahan yang terjadi pada anak. Bila anak makan banyak tetapi berat badan turun tanpa sebab, sering buang air kecil termasuk di malam hari, lebih cepat haus dan banyak minum, periksakan ke dokter dan lakukan tes darah untuk melihat kadar gula darahnya.

Baca juga artikel terkait DIABETES ANAK atau tulisan lainnya dari Imma Rachmani

tirto.id - Kesehatan
Kontributor: Imma Rachmani
Penulis: Imma Rachmani
Editor: Lilin Rosa Santi