tirto.id - Pada sebuah malam di awal Juni 1971, profesor sejarah Universitas Harvard Gar Alperovitz berjumpa dengan peneliti senior MIT Daniel Ellsberg dalam acara pesta makan malam di Cambridge. Sebagai sesama penentang Perang Vietnam keduanya langsung akrab. Pemerintahan Nixon, aktivisme liberal, senjata nuklir, dan Perang Vietnam jadi menu obrolan mereka malam itu.
Saat hendak pulang, seorang mahasiswa pascasarjana Universitas Harvard mencegat Alperovitz. Tiba-tiba saja si mahasiswa menyebut soal-soal sensitif tentang Vietnam, juga tentang “sekotak penuh makalah”. Sayang, karena sang mahasiswa tak menjelaskan lebih jauh, pembicaraan malam itu menguap begitu saja.
Beberapa hari kemudian, mahasiswa yang sama mengaku bahwa Ellsberg telah mempercayakan ribuan halaman dokumen kepadanya. Dia bilang bahwa Ellsberg telah menyerahkan dokumen itu pada seorang wartawan The New York Times, tapi belum ada kejelasan soal penerbitannya. Hal itu membuat sang mahasiswa dan Ellsberg berniat menyebarkan dokumen itu ke koran-koran lainnya. Tentu saja Alperovitz setuju.
Begitulah mulanya Alperovitz terlibat dalam pembocoran dokumen perang rahasia yang di kemudian hari dikenal sebagai Pentagon Papers. Ellsberg mengaku pernah mencoba membocorkan dokumen rahasia itu kepada para anggota Kongres tetapi ditolak mentah-mentah. Lalu dia berpikir untuk memuatnya di koran atau bahkan di pers mahasiswa Harvard Crimson saja.
“Saya takut jika FBI duluan menangkapku dan merampas semua dokumen ini,” kata Ellsberg sebagaimana dikutip Eric Lichtblau dalam artikelnya untuk The New Yorker berjudul “The Untold Story of the Pentagon Papers Co-conspirators”.
Dokumen Kebohongan Amerika
Pentagon Papers adalah dokumen hasil riset tentang riwayat peran Amerika Serikat di kawasan Indocina dari Perang Dunia II hingga 1968. Proyek riset itu dimulai 1967 dan diarahkan langsung oleh Menteri Pertahanan Amerika Serikat Robert S. McNamara. Pentagon Papers mencakup 47 bundel dokumen, terbagi dalam sekitar 3.000 halaman makalah naratif dan 4.000 halaman lampiran.
Ellsberg adalah salah seorang peneliti yang bekerja di proyek tersebut. Mantan marinir dan analis militer Pentagon itu awalnya adalah pendukung peran AS di Indocina. Pandangannya berubah drastis setelah bertugas di Vietnam pada 1965-1967.
“Ia menyimpulkan bahwa Amerika Serikat tak punya harapan untuk menang. Setelah kembali ia menjadi semakin radikal dan tertekan mendapati pemerintah yang baru terpilih pun tak menggunakan kesempatan untuk melepaskan keterlibatan AS dari kebodohannya di Vietnam,” tulis Floyd Abrams dalam artikelnya di New York Times berjudul “The Pentagon Papers, A Decade Later”.
“Mengapa mulai tahun 1969 saya mengambil risiko dipenjara untuk mengungkapkan dokumen itu? [...] Saya percaya bahwa pola rahasia macam itu dan eskalasinya perlu diekspos karena selalu diulang-ulang oleh presiden yang baru,” ungkap Ellsberg dalam opininya di New YorkTimes berjudul "Lying About Vietnam".
Rasa marah itulah yang mendorong Ellsberg berani membuka brankas penyimpanan dokumen RAND Corporation, tempatnya bekerja sebelum pindah ke MIT, pada malam 1 Oktober 1969. Hampir selama setahun setelahnya ia mencoba melobi beberapa anggota Kongres Amerika Serikat agar mau membuka dokumen itu.
Setelah upaya lobi gagal, Ellsberg akhirnya memutuskan untuk membocorkan dokumen yang bertajuk asli “Report of the Office of the Secretary Defense Vietnam Task Force” itu ke media. Ia pun menghubungi Neil Sheehan dari New York Times.
Pada awal Maret 1971, Ellsberg bertemu dengan Sheehan di rumahnya. Keduanya sepakat untuk menerbitkan dokumen itu di New York Times. Tetapi butuh waktu beberapa bulan bagi redaksi untuk mempelajari dokumen tersebut dan mengatur penerbitannya.
Namun, kerja redaksi New York Times terlalu lama buat Ellsberg. Bagaimanapun tindakan Ellsberg ilegal dan ia takut FBI keburu mengendus keberadaannya. Karena itulah ia meminta bantuan seorang mahasiswa Harvard, hingga akhirnya Alperovitz turun tangan.
Ketika Alperovitz dan kawan-kawannya mulai merancang penyebaran Pentagon Papers, kejutan yang ditunggu Ellsberg datang juga. Pada 13 Juni 1971, artikel pertama Sheehan tentang Pentagon Papers tayang di halaman depan New York Times.
Floyd Abrams menulis bahwa Pentagon Papers menguak banyak kebohongan pemerintah Amerika Serikat terkait Perang di Vietnam. Presiden Harry S. Truman, misalnya, memberikan bantuan militer kepada Perancis dalam perangnya melawan Vietminh. Atau Presiden Eisenhower yang melanggar Perjanjian Jenewa 1954 dengan alasan menyelamatkan Vietnam Selatan dari serangan Komunis.
New York Times lebih lanjut menguak kebohongan Presiden Lyndon B. Johnson kepada publik dan Kongres Amerika Serikat dengan alasan “kepentingan nasional dan signifikansi” Perang Vietnam. Laporan lainnya menyebut Presiden Kennedy berperan aktif dalam penggulingan dan pembunuhan Presiden Vietnam Selatan Ngo Dinh Diem pada 1963. New York Times juga mengungkapkan bahwa operasi bombardir oleh militer Amerika Serikat di Vietnam Utara tak mampu membuat pejuang Vietcong mundur. Meski begitu pemerintah malah mengatakan kepada rakyat Amerika bahwa operasi itu berhasil.
Lavender Hill Mob bergerak
Keesokan harinya, setelah artikel kedua terbit, New York Times menerima telegram dari Jaksa Agung John N. Mitchell. Jaksa agung AS meminta penerbitan artikel-artikel tentang Pentagon Papers selanjutnya dihentikan. "Publikasi lebih lanjut dari dokumen ini akan menyebabkan kerugian terhadap kepentingan pertahanan Amerika Serikat,” tulis Jaksa Agung Mitchell dalam telegramnya.
New York Times menolak dan pemerintah federal menggugat pembocoran dokumen-dokumen itu. Seorang hakim federal kemudian mengeluarkan perintah penghentian penerbitan sementara artikel-artikel tentang Pentagon Papers. New York Times terpaksa memenuhinya. Di saat New York Times tak berkutik, Alperovitz dan kawan-kawannya mulai bergerilya mendekati media-media lain.
Kepada jurnalis Eric Lichtblau, Ellsberg mengisahkan bahwa peran kelompok Alperovitz yang dinamai Lavender Hill Mob—dari sebuah film keluaran 1951 tentang sekelompok perampok bank amatir—ini sangat penting karena merekalah yang mengatur dan mendistribusikan salinan Pentagon Papers ke banyak media. Alperovitz juga menjadi perantara pertemuan Ellsberg dengan Ben H. Bagdikian, wartawan The Washington Post.
Washington Post adalah koran kedua yang mendapat salinan Pentagon Papers dan kemudian menerbitkannya. Sama halnya dengan New York Times, Editor Eksekutif Washington Post Ben Bradlee juga ditelepon Kejaksaan Agung Amerika Serikat. Ia diminta menghentikan pemberitaan Pentagon Papers dan menyerahkan salinannya—permintaan basi yang langsung ditolak Bradlee.
Washington Post dan New York Times kemudian bertarung melawan sensor pemerintah lewat Mahkamah Agung. Pada 26 Juni 1971, Mahkamah Agung mulai menggelar sidang atas kasus ini. Selama persidangan berjalan The Lavender Hill Mob mengirim salinan Pentagon Papers ke lebih dari selusin koran.
Ellsberg memberikan rekomendasi koran yang harus disasar untuk menerbitkan Pentagon Papers, mulai dari Boston Globe, St. Louis Post-Dispatch, Los Angeles Times, Christian Science Monitor dan Detroit Free Press. Tugas Alperovitz adalah menelpon redaksi masing-masing koran itu.
Eric Lichtblau menulis, “Alperovitz memperkenalkan dirinya sebagai Mr. Boston—nama samaran yang dimunculkan dalam liputan Washington Post—dan kemudian menawarkan untuk berbagi sejumlah dokumen.” Tugas mengantarkan salinan ke redaksi dilakukan oleh para mahasiswa anti-perang yang ia ajak bekerja sama.
“Masa perang” terhadap sensor itu akhirnya berakhir pada 30 Juni. Mahkamah Agung Amerika Serikat memutuskan bahwa pemerintah tidak dapat memaksakan "pengekangan" pada surat kabar dan memblokir publikasi Pentagon Papers. Ini dianggap sebagai salah satu keputusan paling penting yang mendukung kebebasan pers berdasarkan Amandemen Pertama.
"Pers ada untuk melayani warga, bukan pemerintah. Kekuatan pemerintah untuk menyensor pers dihapuskan sehingga pers selamanya tetap bebas mengkritik pemerintah. [...] dan yang terpenting tanggung jawab pers yang bebas adalah mencegah pemerintah menipu warganya sendiri dan mengirim mereka ke tanah seberang untuk mati karena demam dan perang,” kata Hakim Hugo L. Black, salah satu hakim dalam perkara itu, sebagaimana dikutip Floyd Abrams dalam “The Pentagon Papers, A Decade Later”.
Menurut Abrams penerbitan Pentagon Papers, baik atau buruk, adalah awal dari periode baru dari pers yang militan. “Sejak itu wartawan melihat fungsi mereka sebagai pengungkap ketidakberesan alih-alih corong pemerintah,” tulisnya.
Namun di balik itu, ada pula kecenderungan lain. Pengungkapan Pentagon Papers membuat media semakin getol memproduksi artikel-artikel investigasi dan menyebabkan naiknya pemberitaan dengan sumber anonim.
Penulis: Fadrik Aziz Firdausi
Editor: Windu Jusuf