tirto.id - Persaingan kubu komunis melawan kapitalis dalam Perang Dingin memicu teknologi berkembang lebih cepat dibanding sebelum Perang Dunia II. Amerika Serikat dan Uni Soviet berlomba-lomba tak hanya dalam pembuatan senjata mematikan, tapi juga dalam menjelajah angkasa.
Sudah banyak negeri yang dipecah-belah dengan perang saudara oleh dua kubu tadi. Jika di abad ke-16 bangsa imperialis Eropa berlomba mengarungi lautan, di abad ke-20 mati-matian berlomba menanamkan pengaruh di ruang angkasa. Dari perseteruan itu belakangan muncul istilah "Perang Bintang."
Uni Soviet pun ambisius. Menjelang peringatan 40 tahun Revolusi Bolshevik, sebuah pesawat ruang angkasa diluncurkan di awal November 1957. Namun, misi pesawat ruang angkasa percobaan yang hanya ditumpangi Laika, seekor anjing jalanan betina dari Moskow, gagal. Pesawat meledak dan Laika tewas. Kematian sang anjing yang menjadi kelinci percobaan Soviet itu dikecam orang-orang barat pecinta binatang.
Di bulan berikutnya, Amerika juga meluncurkan satelitnya dari Space Center Florida. Namun, seperti halnya pesawat Soviet, pesawat ini pun meledak.
“Pada 1960, Yuri Gagarin dan 19 pilot lainnya, setelah dikurangi dari 2.200 kandidat lain untuk dikirim sebagai kosmonot. Mereka dilatih juga berlomba menjadi manusia pertama yang tiba di ruang angkasa,” tulis Ben Hubbard dalam Yuri Gagarin And Race to Space (2015).
Sejarah kemudian mencatat Yuri Gagarin sebagai manusia pertama yang berada di ruang angkasa.
“Pada 12 April 1961, setelah lima misi Vostok tanpa nama, semuanya siap untuk penerbangan pertama manusia ke luar angkasa. Kehormatan itu jatuh kepada Mayor Angkatan Udara 27 tahun, Yuri Gagarin. Hari itu, dia menjadi yang pertama berada di orbit bumi, parasutnya jatuh di dekat Saratov, hanya 108 menit setelah dia meluncur,” tulis Brian Harvey dalam Russia in Space: The Failed Frontier (2000).
Apa yang dialami Yuri Gagarin itu menjadi kebanggaan Soviet. Beritanya pasti luar biasa bagi Blok Timur—yang sepaham dengan Uni Soviet. Saat itu, di Amerika Serikat, John Fitzgerald Kennedy baru 3 bulan 9 hari menjadi Presiden Amerika. Pada minggu-minggu pertama Yuri Gagarin di luar angkasa, Kennedy sedang sibuk dengan rencana menginvasi Kuba yang dengan mudah digulung armada Fidel Castro pada 19 April 1961.
Pasukan penyerbu CIA itu menjadi sandera Castro dengan nilai tukar $53 juta. Peristiwa memalukan itu dikenal sebagai Invasi Teluk Babi. Tentu saja kegagalan di hadapan ini sangat memalukan bagi presiden negara adidaya.
Di tengah isu Teluk Babi yang tidak membikin senang, Kennedy sempat bertemu para pejabat lembaga antariksa Amerika, National Aeronautics and Space Administration (NASA).
“Setelah berkonsultasi dengan Wakil Presiden Lyndon Johnson, Pimpinan NASA James Webb dan pejabat lain, disimpulkan bahwa mendaratkan seorang Amerika di bulan akan menjadi prestasi lebih di bidang teknologi,” demikian yang terpacak di situsweb history.nasa.gov.
Sebulan setelah penyerangan ke Kuba, Presiden Kennedy berpidato. “Saya percaya bangsa ini bisa berkomitmen mencapai tujuan, sebelum dekade ini berakhir telah mendaratkan manusia di bulan dan kembali ke bumi dalam keadaan selamat,” ucapnya di hadapan Kongres, 25 Mei 1961.
Setidaknya, sebelum 1969 berakhir harus ada orang Amerika yang tiba di bulan. Bagi Kennedy, “Tak satu pun proyek luar angkasa pada masa ini yang akan tampak lebih hebat bagi umat manusia atau lebih penting bagi penjelajahan luar angkasa jarak jauh; dan tak satu pun yang tampak rumit atau mahal untuk dilaksanakan.”
Untuk mencapai tujuan itu, Kennedy mengatakan “kami usulkan untuk mengembangkan penguat bahan bakar alternatif cair dan padat, jauh lebih besar ketimbang yang sekarang dikembangkan [….] kami usulkan dana tambahan untuk pengembangan mesin lain...” Kennedy pun tak kalah ambisiusnya dengan Nikita Kruschev empat tahun sebalumnya, sebelum Laika jadi korban.
Bagi Kennedy, misi ke bulan bukan misi satu orang saja. Bukan kerja sang astronot saja. Ini kerja seluruh bangsa. “Kita semua harus bekerja untuk menempatkan dia di sana,” katanya. Satu orang Amerika mewakili semua orang Amerika. Proyek menuju ke bulan tentu tidak murah. Ratusan juta dolar akan dirogoh negara “untuk mempercepat pengembangan roket nuklir.”
Tentu saja Kennedy meminta dukungan pada Kongres dan semua rakyat Amerika. Pidato menarik itu, lumayan untuk menutup malu atas insiden Teluk Babi. Menurut Shofwan Al Banna Choiruzzad dalam ASEAN di Persimpangan Sejarah: Politik Global, Demokrasi, & Integrasi Ekonomi (2014), “Presiden Kennedy yang awalnya menolak program pengembangan teknologi ruang angkasa pun akhirnya meluncurkan program pendaratan manusia ke bulan.”
Di tahun berikutnya, ide ke antariksa masih terus dia ngiangkan ke kuping orang-orang Amerika. “Tidak ada bangsa calon pemimpin bangsa lain yang ingin tertinggal dalam perlombaan antariksa,” katanya dalam pidato di Universitas Rice (21/09/1962).
Namun, September tahun berikutnya, Kennedy mengajak Uni Soviet untuk bersama-sama pergi ke bulan dalam pidatonya di Perserikatan Bangsa Bangsa (20/09/1963). Kata Kennedy, “Amerika Serikat dan Uni Soviet memiliki sumber daya yang mumpuni soal bidang antariksa untuk lebih lanjut bekerja sama bersama-sama melakukan eksplorasi ruang angkasa.”
Dua bulan dua hari setelah pidato yang mengajak Uni Soviet ke bulan bersama, peluru nyantol di kepala, tenggorokan, dan pinggul atas Kennedy. Ia ditembak saat berada di Dallas. Tertuduh atas kematian Kennedy itu adalah Lee Harvey Oswald. Meski Kennedy tewas, mimpi orang-orang Amerika untuk pergi ke bulan tak pudar. Nama Kennedy diabadikan untuk sebuah pusat kendali ruang angkasa bernama Kennedy Space Center di Florida.
Setelah kerja keras bertahun-tahun, Apollo 11 berhasil diluncurkan pada 16 Juli 1969, untuk menuju ke bulan. Apollo11 diluncurkan dari Kennedy Space Center di Florida Space.
Menurut jfklibrary.org dan history.nasa.gov, pesawat ulang-alik yang diawaki Neil Armstrong, Edwin Aldrin, dan Michael Collins itu tiba di bulan 20 Juli 1969 hingga 26 Juli 1969. Para kosmonot dalan misi yang dinikmati kepresidenan Richard Nixon (1969-1974) ini rata-rata berusia 38-39 tahun.
Mereka semua pulang dengan selamat ke bumi sebelum dekade 1960-an berakhir. Seperti yang dimaui Kennedy.
Penulis: Petrik Matanasi
Editor: Maulida Sri Handayani