tirto.id - Pengamat pendidikan, Budi Trikorayanto menanggapi kekerasan yang dialami tenaga pendidik di Indonesia. Ia mengatakan, tidak perlu pilih kasih dalam penegakan hukum terhadap siswa sekolah dasar, menengah pertama dan menengah atas yang melakukan tindak kriminal.
“Kalau setiap hari anak melakukan hal tidak baik terhadap gurunya lalu diampuni dengan alasan dia masih anak, dia masih ada harapan dan sebagainya itu tentunya akan terus menerus begini,” tegas Budi saat dihubungi Tirto, Sabtu (24/2/2018).
Sebelumnya, kekerasan terhadap guru sempat terjadi di berbagai daerah, salah satunya menimpa Ahmad Budi Cahyono. Guru honorer itu meninggal setelah dipukul oleh muridnya di SMAN 1 Torjun, Sampang. Pelaku berinisial MH tidak terima dan memukul Ahmad usai ditegur berkali-kali.
Selain itu, Kepala Sekolah SMPN 4 di Sulawesi Utara, Astri Tampi juga dipukuli berkali-kali oleh orang tua murid karena tidak terima anaknya dihukum. Akibat pukulan itu, hidung Astri patah, tangannya luka dan kepalanya lebam.
Budi yang juga Sekretaris Jenderal Asosiasi Sekolah Rumah dan Pendidikan Alternatif (Asah Pena) ini menyampaikan, anak yang melakukan tindak kriminal harus bertanggungjawab atas dirinya sendiri.
“Sekolah tidak pernah mengajarkan hal-hal yang negatif. Itu tidak pernah jadi kurikulum sekolah. Setiap anak harus bertanggungjawab atas dirinya sendiri,” kata Budi. “Berarti yang salah itu pasti dari luar sekolah, udah sakit begitu anaknya.”
Budi mengaku sudah mengeluarkan 20 siswa dalam setahun terakhir. Banyak di antara mereka yang tergolong nakal, mulai dari tidak hadir dalam pelajaran, hingga membawa golok ke kelas untuk mengancam guru.
Mengeluarkan siswa bermasalah dianggap sebagai cara paling efektif oleh Budi. Keputusan ini dianggap lebih baik daripada siswa yang berkelakuan buruk mempengaruhi siswa lainnya. Mengenai nasib siswa yang dikeluarkan karena bermasalah, Budi tak ambil pusing. Menurutnya, nasib siswa itu ada di tangannya.
“Keamanan guru di sekolah itu harus terjamin. Berani macam-macam sama guru di sekolah, kita keluarkan dia. Jadi jangan kita mempertahankan satu orang lalu merusak seluruh tatanan sekolah. Mau dia jadi sampah masyarakat atau berpendidikan, itu keputusan dia sendiri,” tegasnya.
Meski begitu, ia tidak menampik bahwa siswa bisa menjadi bermasalah karena kompetensi pengawas dan guru yang kurang mumpuni. Padahal, aturan mengenai hak dan kewajiban guru yang diberikan oleh Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan sudah cukup jelas.
“Kadang saya lihat orang Dinas Pendidikan itu juga enggak ngerti tentang aturan-aturan, sedang hukum yang harus ditegakan aja dia enggak jelas yang mana itu,” kata dia.
Penulis: Felix Nathaniel
Editor: Alexander Haryanto