Menuju konten utama

Pejabat Asal Njeplak Cuma Bikin Gaduh dan Tak Benahi Masalah

Kalau penyanyi harus terus-menerus berlatih vokal, maka pejabat publik harus terus berlatih komunikasi publik yang efektif, jangan asal ngomong. 

Pejabat Asal Njeplak Cuma Bikin Gaduh dan Tak Benahi Masalah
Kepala Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) Benny Rhamdani berpose usai mengikuti wawancara khusus bersama LKBN Antara di Wisma Antara B, Jakarta, Senin (26/2/2024).ANTARA FOTO/Erlangga Bregas Prakoso/nz

tirto.id - Beberapa hari lalu publik dibuat memicingkan mata saat membaca sebuah berita. Komedian senior, Tessy, merasa tersinggung. Gawat betul itu warta, siapa berani bikin Tessy mangkel?

Masyarakat ikut kesal. Bukan karena seberapa penting bobot berita soal komedian bernama asli Kabul itu, tapi akar yang memantik rasa ketersinggungan komedian tersebut.

Pangkal persoalan ini muncul saat masyarakat dibuat gaduh dengan pernyataan pejabat yang bilang ada sosok berinisial T sebagai pengendali judi online di Indonesia.

Pejabat itu adalah Kepala BP2MI, Benny Rhamdani. Pernyataan Benny sontak menjadi bola liar karena dia sendiri tak bilang siapa sosok berinisial T tersebut.

Tessy, ya Tessy, yang memiliki nama diawali huruf T jadi kena getahnya. Ini serius, Tessy tak sedang bercanda atau bermain ketoprak. Pasalnya, kuasa hukum dia, Nazaruddin Lubis, sampai mesti sowan ke Gedung Bareskrim Polri, di Jakarta, Selasa (30/7/2024) lalu, untuk memberikan klarifikasi.

Rupanya pernyataan Benny memantik kisruh sebab beberapa klien Tessy jadi curiga kepada sang komedian. Tak tanggung-tanggung, Tessy jadi kehilangan kontrak pekerjaan sebagai brand ambassador produk herbal.

Tidak heran Tessy harus repot-repot mengirimkan kuasa hukum ke Markas Besar Polri untuk menyatakan bahwa bukan dia sosok berinisial T yang disebut Benny.

“Kami menegaskan juga bahwa kalau ada buktinya, tangkap itu pelaku sebenarnya, sehingga tidak melebar dan meresahkan masyarakat,” ujar kuasa hukum Tessy, Nazaruddin, kepada awak media di Bareskrim Polri.

Tantangan dari pihak Tessy masuk akal dan logis. Beralasan juga kekesalan Tessy, karena pernyataan soal sosok T memang jadi simpang siur. Masyarakat jadi gaduh dan menduga-duga pernyataan Benny yang asal lempar tanpa penjelasan.

Bukan hanya jadi kontroversi, perkataan Benny justru terbukti kontraproduktif dengan upaya pemerintah yang ingin sapu bersih judi online. Kenapa begitu? Ternyata Benny mengaku bukan bermaksud demikian.

Setelah diperiksa enam jam oleh polisi, Benny berujar bahwa ada misleading alias salah sangka soal sosok T yang disebut-sebut sebagai pengendali judi online. Ternyata T yang dimaksud adalah sosok sindikat penempatan kerja ilegal, dan bukan di Indonesia, tapi di Kamboja.

Kenapa harus gaduh dan ramai dulu untuk klarifikasi bahwa itu salah paham. Imbasnya, masyarakat malah bingung dan bertanya-tanya.

Pernyataan-pernyataan pejabat publik yang bikin gaduh dan kontroversial memang sering terjadi. Entah jadi diwajarkan atau kelewat tuman, sikap pejabat yang begitu sering kali terulang. Padahal, persoalan seperti ini tak bisa dianggap sebagai angin lalu belaka.

Analis Sosio-politik dari ISESS, Musfi Romdoni, memandang akar persoalan berulang sikap pejabat publik yang sering asal njeplak di khalayak adalah pola humas yang buruk. Pejabat publik sering alpa bahwa mereka bukan sekadar memimpin lembaga biasa. Karena terlena, berpikiran yang penting menjabat dan punya kuasa.

“Karena merasa sebagai pejabat memiliki kekuasaan, mereka lupa kalau setiap pernyataan dan tingkah lakunya menjadi konsumsi publik. Ini sebenarnya mental feodal, mental yang belum sepenuhnya sadar sedang berada di iklim demokrasi,” kata Musfi kepada Tirto, Rabu (31/7/2024).

Musfi merasa para pejabat kita tidak memiliki kesadaran yang cukup bahwa mereka tengah berbicara di publik. Penyebab masalah ini berulang, menurut Musfi, pejabat publik merasa berbicara di ruang tertutup dengan kolega dekat, sehingga sering ngawur di hadapan publik.

Masyarakat sendiri jangan sekonyong-konyong disalahkan jika jadi gaduh. Menurut Musfi, sudah jadi sifat lazim manusia untuk menaruh perhatian pada sesuatu yang biasa. Jadi jika ada sesuatu yang berbeda, misterius, atau terdengar asing—apalagi datang dari mulut pejabat publik—sudah tentu jadi perhatian.

“Manusia dikenal sebagai Homo Quaerens atau makhluk yang memiliki rasa ingin tahu yang tinggi. Jadinya ketika disodorkan inisial [T] misalnya, masyarakat langsung penasaran,” jelas Musfi.

Header Terawan lagi

Header Terawan lagi. tirto.id/Fuad

Persoalan Berulang

Jika menengok ke belakang, memang sudah banyak sekali deretan pernyataan dari pejabat publik yang bikin masyarakat semaput atau tepok jidat. Misalnya, beberapa waktu lalu, Menko Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, Muhadjir Effendy, punya wacana memberikan bantuan pada keluarga pejudi online.

Hal ini dinilai masyarakat tak membenahi masalah dan jadi terlihat seperti pemberian insentif pada pejudi. Memang, siapa yang menjamin bansos atau uang dari pemerintah tak diputar untuk modal judi. Tapi tak sekali ini saja Muhadjir mengeluarkan pernyataan kontroversial.

Ia juga pernah usul agar Kementerian Agama (Kemenag) membuat fatwa pernikahan lintas tingkat perekonomian. Jadi si miskin bisa kawin dengan si kaya, dan sebaliknya. Pernyataan Muhadjir itu bahkan sempat jadi sorotan media internasional.

Lain Muhadjir, lain juga Terawan Agus Putranto, saat masih menjabat Menteri Kesehatan. Ketika pandemi Covid-19 melanda dunia, termasuk mulai masuk Indonesia, Terawan justru sering membuat pernyataan fatal. Publik mungkin masih teringat ketika ia minta agar masyarakat enjoy dengan situasi pandemi Covid-19.

“Dari 1,4 milyar penduduk sana, ya paling 2 ribuan [yang terkena corona]. [Sebanyak] 2 ribu dari 1,4 milyar itu kan kayak apa. Karena itu pencegahannya jangan panik, jangan resah, enjoy saja, makan yang cukup,” kata Terawan pada Januari 2020.

Ah, andai santai-santai ala Terawan betul-betul ampuh usir Covid-19 dari Indonesia, mungkin ucapannya itu tak jadi kontroversi. Faktanya, pemerintah kita kalang kabut di awal pandemi Covid-19 karena pejabat publik justru menyepelekan persoalan ini.

Selain itu, Kepala Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP), Yudian Wahyudi, sempat juga melontarkan pernyataan yang membuat masyarakat meradang. Yudian pernah berkata bahwa konstitusi negara ada di atas kitab suci. Seraya bilang Pancasila di atas agama.

Menteri Kehutanan dan Lingkungan Hidup, Siti Nurbaya, juga pernah menyatakan kalimat yang dinilai kontroversial dan memantik gaduh.

Pada 2021, ia mencuit di akun Twitter pribadinya bahwa: “pembangunan besar-besaran era Presiden Jokowi tidak boleh berhenti atas nama emisi karbon atau atas nama reforestasi”. Sepertinya tak perlu banyak teori untuk menjelaskan kenapa cuitan tersebut berakhir dirisak warganet.

Namun tentu yang masih segar dalam ingatan dan barangkali bikin menganga, adalah pernyataan Presiden Jokowi saat pemilu 2024 lalu. Presiden, yang anaknya jadi salah satu kandidat calon wakil presiden kala itu, justru bilang bahwa dirinya boleh memihak dalam pemilu.

Tak tanggung-tanggung, demi meyakinkan rakyat, presiden rela membuat video klarifikasi sambil menunjukkan pasal-pasal dalam UU Pemilu yang mendukung pernyataannya. Seperti yang publik tahu, klarifikasi beliau hanya bermodalkan kertas berisi tulisan segede gaban.

Sejatinya, masih banyak lagi pernyataan pejabat publik negeri ini yang mengundang gaduh dan kontroversi. Sebaiknya, memang harus mulai ada pembenahan bagaimana para pejabat publik berkomunikasi dengan khalayak.

Persoalan ini bakal membawa dampak buruk terhadap masyarakat luas jika terus dibiarkan, apalagi diwajarkan.

Pakar komunikasi politik dari Universitas Padjadjaran, Kunto Adi Wibowo, menilai sikap pejabat publik yang asal njeplak dan doyan bikin kontroversi bakal mengalihkan perhatian masyarakat terhadap persoalan yang penting dan esensial. Kunto mengibaratkannya seperti seorang pesulap yang tengah memamerkan trik-triknya.

“Penonton diminta memerhatikan tangan yang satu, padahal tangan yang lain sedang melakukan sesuatu. Tapi memang tidak ada bukti apa yang sedang disulap,” kata Kunto kepada Tirto, Rabu.

Silaturahmi Hari Raya Idul Adha di Kemenko PMK

Menko PMK Muhadjir Effendy memberikan sambutan saat silaturahmi Hari Raya Idul Adha 1445 Hijriah di Kantor Kemenko PMK, Jakarta, Rabu (19/6/2024). ANTARA FOTO/Erlangga Bregas Prakoso/tom.

Selain itu, pejabat publik yang gemar melontarkan pernyataan kontroversial juga tak akan membenahi persoalan yang tengah jadi pembicaraan. Misalnya dalam kasus Benny, alih-alih membuat terang praktik judi online, justru penanganannya jadi kontraproduktif.

“Sebagai pejabat publik harus akuntabel atas apa yang dia ucapkan di publik. Akuntabilitas itu harus didukung dengan transparansi jangan cuma berspekulasi,” ujar Kunto.

Sedikitnya, kata Kunto, ada tiga motif mengapa pejabat sering kali asal njeplak dan membuat pernyataan gaduh. Pertama, sebab haus akan perhatian publik. Kedua, karena ingin mengalihkan perhatian masyarakat terhadap isu-isu tertentu.

Nah, alasan terakhir ini yang bikin melongo, barangkali menurut Kunto, pejabat publik memang tak berniat membuat gaduh dengan cari perhatian publik dan tak ada niatan juga ingin melakukan pengalihan isu.

Namun, akibat kultur birokrasi di negeri ini yang masih kental prinsip asal bapak senang, jadi pejabat publik merasa anteng-anteng saja melempar pernyataan sesuka hati.

“Akhirnya terjadi akrobat -akrobat pernyataan publik asal njeplak saja di hadapan media. Kita [masyarakat] jadi kehilangan perhatian membahas atau perhatian pada isu-isu penting,” ucap Kunto.

Mengamini pendapat Kunto, Manajer Riset dan Program dari The Indonesian Institute, Center for Public Policy Research (TII), Arfianto Purbolaksono, menilai pejabat publik yang berbicara asal njeplak dan bikin gaduh punya dua motif utama: mencari popularitas dari sorot kamera dan tengah mengedepankan persoalan tertentu untuk dibahas di ruang publik.

Publik sendiri, menurut pria yang akrab disapa Anto itu, inginnya pihak-pihak yang disebut atau bertanggung jawab dalam perkataan kontroversial pejabat publik, segera merespons. Hal ini agar tidak terjadi simpang siur di masyarakat dan memberikan kepastian informasi publik.

“Publik jadi menilai pemerintah sendiri tidak memiliki komunikasi yang baik di internalnya,” kata Anto kepada Tirto, Rabu.

Dampak buruk dari perilaku asal njeplak pejabat publik adalah kebingungan di masyarakat. Rakyat jadi bertanya-tanya sebetulnya secakap apa tata kelola internal pemerintah sendiri.

Anto berujar, sebaiknya pejabat publik mengeluarkan pernyataan sesuai dengan tugas dan fungsinya sehingga tak ada saling serobot atau keseleo lidah. Paling penting, mengingat kapasitas pribadi sebagai pejabat publik yang memiliki beban memikul akuntabilitas dan kredibilitas di hadapan rakyat

“Internal pejabat sendiri kadang bersahut-sahutan dengan suara yang berbeda, ini kan juga membingungkan publik,” ujar Anto.

Menurutnya, fungsi kementerian tingkat koordinator bisa lebih dioptimalkan untuk mencegah persoalan ini. Kementerian dan lembaga perlu melakukan harmonisasi dan komunikasi yang efektif di bawah kementerian koordinator.

Jadi, kalau seorang penyanyi saja terus-menerus berlatih vokal, tak ada salahnya pejabat publik juga terus berlatih komunikasi publik yang efektif. Tentu tak enak kalau rakyat jadi garuk-garuk kepala dan punya pikiran: segini aja nih kapasitas pejabat publik kita? Maka, jangan marah jika muncul persepsi demikian jika tak mau berbenah.

“Jangan sampai dengan pernyataan kontroversial, publik jadi makin bingung yang akhirnya banyak pertanyaan-pertanyaan bisa digiring ke mana-mana,” tutup Anto.

Baca juga artikel terkait KOMUNIKASI PUBLIK atau tulisan lainnya dari Mochammad Fajar Nur

tirto.id - News
Reporter: Mochammad Fajar Nur
Penulis: Mochammad Fajar Nur
Editor: Irfan Teguh Pribadi