tirto.id - Dua orang positif terjangkit Covid-19 di daerah Jabodetabek minggu lalu. Kabar ini sontak membuat warga Jakarta dan sekitarnya membeli barang kebutuhan pokok, mencari masker dan hand sanitizer, sebagian lain buru-buru mencari cara pencegahan virus Corona, dan mungkin ada juga yang berniat kabur ke luar kota. Di tengah situasi kacau, Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto mungkin adalah salah satu yang paling tenang.
Ketenangan ini juga sebenarnya ditunjukkan beberapa pejabat negara lain, seperti Jepang atau Filipina. Di Negeri Sakura, pemerintah Jepang sempat lengah dan tidak ekstra hati-hati terhadap deteksi virus Corona.
Pemerintah Jepang meloloskan 23 orang dari kapal Diamond Princess, padahal sekitar 600 orang lain dalam kapal tersebut terjangkit virus Corona. Hasil tes atas 23 orang awalnya negatif, tapi di kemudian hari, satu orang wanita dites dan hasilnya positif Corona. Barulah saat itu Menteri Kesehatan Jepang Katsunobu Kato meminta maaf.
Pasien Covid-19 yang pertama meninggal di luar Cina ditemukan di Filipina. Pemerintah Filipina tidak melarang penerbangan langsung dari Cina ke Filipina. Akibatnya, ada satu warga Wuhan yang terbang ke Filipina, terinfeksi virus Corona, dan meninggal dunia.
Ada pula satu orang lainnya yang sudah berkunjung ke tiga kota di Filipina dan positif terjangkit virus Corona. Parlemen di Filipina mengkritik Sekretaris Kesehatan Filipina, Fransisco Duque III karena tidak cermat dalam mengidentifikasi orang-orang yang terinfeksi.
“Saya pikir ini bukan hanya masalah gagalnya komunikasi, tapi juga kegagalan kepemimpinan departemen kesehatan,” kata Senator dari pihak oposisi, Francis Pangilinan.
Pemerintah Filipina juga mengatakan telah siap menghadapi virus Corona, kendati kenyataan di lapangan berbeda. Di salah satu rumah sakit yang merawat pasien Corona, seorang perawat membeberkan bahwa pemerintah tidak transparan dalam usaha menanggulangi penyebaran dan penanggulangan virus Corona.
Selain kurangnya tenaga ahli, alat kesehatan di rumah sakit juga minim untuk melindungi tenaga medis. Filipina dikatakan siap terhadap penyebaran virus Corona. Rupanya klaim itu omong kosong belaka.
“Ketika kementerian kesehatan mengatakan kita siap dengan ini (Corona), aku tidak tahu apa mereka mengatakannya demi mencegah kepanikan publik atau memang hanya berbohong saja,” kata seorang suster yang enggan disebutkan namanya, seperti dilansir Al Jazeera (18/2/2020).
Bukankah ini mirip dengan Indonesia?
Menenangkan atau Bohong?
Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto memang mengutamakan ketenangan. Sebelum ada dua orang teridentifikasi positif Corona, imbauan yang diutamakan Terawan adalah “tenang” dan jangan panik. Harapan Terawan, masyarakat bisa tetap lancar beraktivitas, seperti pergi ke pasar, sekolah, dan bekerja. Alasannya agar kondisi ekonomi Indonesia tetap stabil, tidak seperti di Jepang. Apalagi, Jepang telah memerintahkan agar aktivitas belajar-mengajar diberhentikan sementara.
“Enjoy,” kata Terawan hari Minggu (26/1/2020).
Baginya, yang perlu panik bukan masyarakat melainkan Kementerian Kesehatan. Dengan adanya virus Corona, maka yang perlu khawatir adalah dirinya sendiri dan jajaran Kemenkes. Namun, dia juga menambahkan bahwa sebenarnya Indonesia sudah siap menghadapi virus Corona.
“Kalau ada [Corona] ya kita sudah siap semua, antisipasinya, apa yang mau dikerjakan, tahu siapa berbuat apa dan apa yang mau dilakukan, itu yang sangat penting," tegas Terawan.
Benarkah realisasinya demikian?
Setelah dua orang positif Corona diumumkan Jokowi, situasi menjadi di luar kendali. Pertama, identitas dan alamat korban tersebar secara sembarangan. Korban bersangkutan bahkan sampai stres karena fotonya tersebar ke mana-mana. Kedua, rumah korban juga tidak diisolasi penuh dan hanya dipasangi garis polisi.
Jawaban Terawan juga tidak memberi jaminan keamanan bagi warga yang tinggal di sekitar rumah korban ataupun Depok. Dia berpendapat tidak perlu ada karantina besar-besaran untuk kota Depok dan sekitarnya. Padahal daerah-daerah itu seharusnya bisa dicek dan diawasi dengan jangka waktu lebih lama sebelum dinyatakan aman, begitu pula restoran Amigos yang didatangi korban.
“Masa seluruh Indonesia harus ditutup? Ya enggak lah, siapa yang mau nutup,” kata Terawan di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin (2/3/2020).
Setelah identifikasi Corona, Amigos tidak jadi tutup sementara karena pengecekan dari Departemen Kesehatan menunjukan hasil tes karyawan Amigos negatif Corona. Padahal menurut Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Corona mampu menyebar lewat benda mati.
Awalnya Wuhan pun tidak dikarantina, sampai akhirnya pemerintah China tiba-tiba melakukan karantina provinsi Hubei dan membuat warganya kalang kabut. Siapa yang bisa menjamin Depok dan sekitarnya tak bernasib sama apabila Corona menyebar di kemudian hari?
Bagi Terawan, warga yang tak terdampak harus “meningkatkan imunitas” karena kalau “kuat maka [virus Corona] tidak akan masuk”. Namun beberapa masalah timbul dari sini. Pertama, apa yang perlu dilakukan meningkatkan imunitas seseorang sampai tidak bisa terjangkit Corona? Kedua, apa semua orang punya keistimewaan untuk kebal Corona selamanya?
Untuk pencegahan dini yang terjangkau saja, Kemenkes tidak bisa banyak membantu. Pemerintah belum mengamankan persediaan hand sanitizer dan masker saat pengumuman dua orang pasien Corona diumumkan. Banyak orang yang menimbun stok hand sanitizer dan masker, kemudian menjualnya dengan harga berkali-kali lipat. Parahnya lagi, pemerintah juga tidak cepat tanggap dalam menyiapkan hand sanitizer di tempat-tempat umum. Hanya PT KAI saja yang terlihat paling siap.
Bagi Terawan, Corona adalah penyakit yang bisa sembuh secara alamiah. Anggapan ini keliru. Masyarakat perlu bantuan dari tenaga ahli dan pemerintah untuk menjaga diri sekaligus sembuh dari Covid-19.
Terawan juga terkesan menganggap enteng Corona dengan membiarkan penerbangan ke Indonesia dari negara yang tak terdampak. Keberadaan warga negara Jepang yang kebetulan terjangkit Covid-19 dan melakukan kontak fisik dengan korban pertama Corona di Indonesia tidak serta merta membuat Kemenkes ekstra waspada. Padahal bisa jadi orang dari negara bebas Corona sebelumnya berkunjung ke negara melakukan kontak dengan warga negara terdampak.
Terawan mengklaim bahwa yang paling penting adalah penanganan kesehatan pasien Corona yang sudah mengikuti standar World Health Organization (WHO). Dia tidak mau bersikap berlebihan untuk masalah penanggulangan karena menurut Terawan, Corona adalah “penyakit yang bisa sembuh sendiri.”
"Kita memang pas ada [Corona] ya bagaimana? Yang paling penting adalah teknik menanganinya sudah sesuai kaidah WHO," kata Terawan.
Kendati jawaban untuk Terawan sebenarnya mudah, lakukan pencegahan lebih ketat lagi sebelum terlambat alih-alih melakukan upaya menenangkan yang terkesan bohong.
“Pasien dalam kondisi sehat. Dua-duanya sehat. Sama, enggak ada panas. Batuk dikit saja," jelas Terawan.
Padahal jelas, keduanya berada dalam kondisi tidak sehat dan terjangkit Corona yang sampai sekarang tidak ada vaksinnya.
Mau Sampai Kapan?
Korea Selatan, negara yang terlebih dahulu terkena penyebaran Corona sempat punya penanganan yang baik. Mereka melarang aktivitas ramai di muka publik. Pemerintah juga menyiapkan hand sanitizer di setiap ruangan, kamar kecil, hingga moda transportasi. Pada 23 Februari, Korea Selatan mengumumkan status siaga merah terkait penyebaran Corona.
Padahal sebelumnya, pada 17 Februari 2020, Korea Selatan sukses merawat 30 orang penderita Corona tanpa ada satupun yang meninggal dunia. Sepuluh orang di antaranya bahkan diizinkan pulang karena tidak ada tanda-tanda penyakit serius.
Ini karena pada tanggal 18 Februari, seorang yang tidak percaya dirinya terjangkit Corona memilih pergi ikut kebaktian di Gereja. Akibatnya dia menularkan virus itu ke sebagian orang dan jumlah terduga Corona di Korea Selatan meningkat jadi ribuan orang.
Korea Selatan awalnya lebih parah lagi. Pada 2015, ketika virus MERS menyerbu Negeri Ginseng, pemerintah tidak punya penanganan yang matang. Akibatnya, 38 orang meninggal dunia. Kecemasan publik ini pula yang ikut menjadi bahan bakar penggulingan Presiden Park Geun-hye pada 2017 menurut Nathan Park dalam "Cults and Conservative Spread Coronavirus in South Korea" yang terbit di Foreign Policy(27/2/2020).
Dua penemuan Covid-19 seharusnya cukup jadi peringatan dini bagi pemerintah. Pada saat wabah Severe Acute Respiratory Syndrome (SARS) merebak di Indonesia pada 2003, Menko Kesra Jusuf Kalla segera menetapkan SARS sebagai ancaman nasional dan mengakui bahwa penyebarannya sangat cepat.
Beberapa tindakan yang dilakukan adalah memberikan peringatan kepada orang yang berniat ke luar negeri, menyebarkan masker ke maskapai-maskapai penerbangan, dan melatih jajaran Kementerian Kesehatan untuk bisa mendeteksi penyakit SARS.
Inspektur Jenderal Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan Departemen Kesehatan, Umar Fahmi Achmadi, juga mengimbau masyarakat menghindari tempat yang padat penghuni dan ruangan sempit, serta berkunjung ke rumah sakit untuk menghindari penyakit demam panas dan batuk.
Pemerintah juga tidak segan-segan memberitahu masyarakat bahwa ketika ada tiga orang diduga terpapar SARS di Indonesia, negara belum punya peralatan untuk mendiagnosa penyakit SARS. Oleh sebab itu, Menteri Kesehatan Achmad Suyudi berharap masyarakat waspada dan tidak melakukan banyak kontak dengan orang lain.
Bukan hanya itu, pemerintah juga menghidupkan kembali UU Nomor 4 Tahun 1984 tentang Penyakit Menular sebagai upaya darurat menanggulangi penyebaran SARS. Berbagai langkah preventif dan transparan sudah dilakukan pemerintah meski belum ada korban meninggal saat itu.
Kini penjelasan terkait Corona sudah bukan lagi menjadi tanggung jawab Terawan. Presiden Joko Widodo sudah menunjuk orang lain yang dianggapnya bisa memberi penjelasan terkait Corona lebih baik pada masyarakat. Terawan sebagai Menkes bertugas menyokong data di belakangnya.
"Pemerintah juga telah menunjuk juru bicara resmi untuk penanganan Corona, yakni dr. Achmad Yurianto. Seandainya, kalau ada pertanyaan silakan ke beliau. Beliau ditunjuk resmi oleh pemerintah," kata Deputi Protokol, Pers, dan Media Sekretariat Presiden Bey Machmudin di Istana Kepresidenan, Jakarta, Selasa (3/2/2020) seperti dilansir Antara.
Editor: Windu Jusuf