tirto.id - Jenazah Raja Solo Sri Susuhunan Pakubuwana XIII rencananya akan dimakamkan di Astana Raja-raja Mataram Imogiri, Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta, pada Rabu (5/11/2025). Sebelumnya, Sunan PB XIII mangkat di Rumah Sakit Indriati Solo Baru, Sukoharjo, Minggu (2/11/2025) pagi.
Sunan Pakubuwana XIII mangkat di usia 77 tahun setelah 21 tahun bertakhta di Keraton Kasunanan Surakarta/Solo. Kepergian Sinuwun ke-12 dari Solo ini menyisakan duka mendalam, terutama bagi keluarga internal keraton.
Sementara itu, prosesi pemakaman Sunan Pakubuwana XIII akan dilakukan secara adat. Nantinya, jenazah Sinuwun akan dikirab dari kompleks keraton hingga Rumah Dinas Wali Kota Solo Loji Gandrung pada Rabu pagi, sebelum dimakamkan di Imogiri.
Jenazah Sinuwun akan diantar menggunakan Kereta Pusaka Pralaya yang berusia ratusan tahun. Saat ini, jenazah PB XIII lebih dulu disemayamkan. Sebelum diantar ke pemakaman, masyarakat bisa memberikan penghormatan terakhir saat di Masjid Pujosono sejak Senin (3/11/2025).
Kenapa Pakubuwana XIII Raja Solo Dimakamkan di Imogiri Jogja?
Pakubuwana XIII akan dimakamkan di Astana Raja-raja Mataram Imogiri, Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta, sebagaimana pendahulu Raja-raja Solo. Pemakaman raja-raja trah Mataram Islam di Imogiri ini sudah berlangsung sejak era Sultan Agung.
Tradisi sejak era Sultan Agung ini kemudian berlanjut hingga penerusnya, baik oleh Keraton Solo maupun Keraton Yogyakarta. Mataram Islam sebelumnya terpecah menjadi Keraton Solo dan Keraton Yogya melalui Perjanjian Giyanti pada 1755 yang juga dikenal sebagai Palihan Nagari.
Setelah perpecahan kerajaan itu, tradisi pemakaman raja-raja di Imogiri juga berlanjut untuk Susuhunan dari Keraton Solo, kendati secara geografis Imogiri lebih dekat ke wilayah Keraton Yogyakarta.
Berdasarkan rute jalan Google Maps, Keraton Yogyakarta dan Astana Imogiri hanya berjarak sekitar 16-an km. Sebaliknya, Astana Imogiri dan Keraton Solo terpaut jarak sekitar 75-an km.
Uniknya meski lebih dekat ke Keraton Jogja, sebagian Imogiri sempat diakui sebagai wilayah enclave dari Keraton Solo. Atau dalam artian lain, sebagian wilayah Imogiri tersebut secara administratif pernah menjadi milik Keraton Solo di luar wilayah intinya.
Mengutip laman Imogiri, salah satu ketentuan Imogiri masuk Solo ini tertuang dalam Perjanjian Klaten pada 27 September 1830. Tidak hanya Imogiri, wilayah Kotagede –yang merupakan wilayah di Daerah Istimewa Yogyakarta saat ini– juga pernah diakui menjadi milik Keraton Solo.
“Makam-makam suci di Imogiri dan Kotagede di daerah Mataram, dan makam-makam Seselo di daerah Sukowati tetap menjadi milik kedua raja. Untuk merawat makam-makam di Mataram, 500 cacah tanah di dekatnya diserahkan kepada Paduka Susuhunan [Raja Solo]. Sementara untuk makam Seselo di Sukowati 12 jung tanah diserahkan kepada Paduka Sultan Yogyakarta, di dekatnya digunakan bagi perawatan makam ini,” tulis ketentuan Pasal 5 Perjanjian Klaten dikutip dari laman Pemerintah Kapanewon Imogiri Bantul.
Karena daerah enclave tersebut, dulu muncul istilah Imogiri Surakarta dan Kotagede Surakarta. Wilayah Imogiri Surakarta itu meliputi Kalurahan Imogiri, Karangtalun, Karangtengah, Kebonagung, dan Kalurahan Girirejo, ditambah Kalurahan Dlingo, Mangunan, Muntuk dan Kalurahan Temuwuh.
Sedangkan Kapanewon Kotagede Surakarta meliputi Kalurahan Jagalan, Singosaren, Segarayasa, Bawuran, dan Kalurahan Wanalela, ditambah Kalurahan Terong serta Jatimulyo.
Perlahan, Imogiri dan Kotagede kemudian dimasukkan ke dalam wilayah administratif Daerah Istimewa Yogyakarta. Salah satunya lewat UU Darurat No. 5 Tahun 1957 tentang Pengubahan Kedudukan Wilayah Daerah Enclave Imogiri, Kota Gede, dan Ngawen. Sebagai informasi, Ngawen yang berlokasi di Gunungkidul juga sempat menjadi wilayah enclave Kadipaten Mangkunegaran –yang puranya berada di Kota Solo.
Lantas, muncul regulasi lain seperti UU Nomor 14 Tahun 1958 tentang Penetapan "Undang-Undang Darurat No. 5 Tahun 1957 tentang Pengubahan Kedudukan Wilayah Daerah-Daerah Enclave Imogiri, Kota Gede dan Ngawen”.
Lalu juga ditegaskan melalui Peraturan Daerah Istimewa Jogjakarta Nomor 1 Tahun 1958 tentang Perubahan Batas dan Nama Kapanewon-Kapanewon Imogiri, Gondowulung dan Kotagede dalam Kabupaten Bantul.
Meski kini sepenuhnya menjadi wilayah administratif Daerah Istimewa Yogyakarta, namun Keraton Jogja dan Keraton Solo masih sama-sama memiliki kewenangan untuk merawat Astana Imogiri. Hingga saat ini, abdi dalem dari kedua keraton juga masih saling berdampingan dalam merawat Imogiri.
Sejarah Astana Imogiri Bantul & Pembagian Makam Raja Solo-Jogja
Melansir laman Pemerintah Kabupaten Bantul, Astana Makam Raja-raja Mataram Imogiri atau Makam Raja Pajimatan Imogiri, sudah ada sejak masa pemerintahan Sultan Agung. Makam ini dibangun sekitar 1554 Saka atau 1632 Masehi dan selesai pada tahun 1566 Saka atau 1645 Masehi (Babad Momana).
Makam Imogiri pertama kali digunakan pada 1568 Saka (1644 Masehi), setelah Sultan Agung mangkat. Setelahnya, raja-raja keturunan Mataram Islam, baik dari Solo maupun Jogja, juga dimakamkan di Imogiri.
Makam Raja-raja Mataram Imogiri memiliki setidaknya 8 bagian, yakni Astana Sultan Agungan, Astana Paku Buwanan, Astana Suwargan, Astana Besiyaran, Astana Saptorenggo, Astana Kaswargan, Astana Kaping Sangan, dan Astana Kaping Sedasan.
Astana Sultan Agungan dan Astana Paku Buwanan merupakan tempat makam raja-raja yang memerintah Mataram sebelum kerajaan dibagi menjadi dua, yakni Yogyakarta dan Surakarta.
Di dalam Astana Sultan Agungan terdapat makam Sultan Agung dan Susuhunan Amangkurat II. Pada Astana Pakubawanan terdapat makam Susuhunan Paku Buwana I, Susuhunan Amangkurat IV, dan Susuhunan Paku Buwana II.
Sedangkan ke-6 astana lainnya dibedakan menjadi dua bagian, yaitu untuk Raja-raja Solo yang berada di sayap barat dan untuk raja-raja Yogyakarta yang berada di sayap timur. Khusus untuk raja Keraton Solo, terdapat 3 bagian.
Tiga bagian dari Keraton Solo tersebut, di antaranya Astana Kasuwargan (Susuhunan Pakubuwana III, IV, dan V), Astana Kaping Sangan (Susuhunan Paku Buwana VI, VII, VIII, dan IX), serta Astana Kaping Sedasan (Paku Buwana X, XI, dan XII).
Rencananya, Sunan PB XIII yang baru mangkat, akan dimakamkan di Astana Kasedasan. Jenazah Sinuwun ke-12 Solo ini akan berada satu kedaton dengan makam 3 pendahulunya yakni PB X, XI, dan XII.
Editor: Iswara N Raditya
Masuk tirto.id


































