Menuju konten utama

Nestapa Segoro Tambak di Antara Banjir Rob & Eksploitasi Alam

Gara-gara eksploitasi alam dan kebijakan yang tak berpihak, upaya warga Segoro Tambak menahan banjir rob makin berat.

Nestapa Segoro Tambak di Antara Banjir Rob & Eksploitasi Alam
puluhan perahu nelayan bersandar di sungai kawasan cemandi, sedati, sidoarjo, jawa timur, selasa (14/6). dampak gelombang tinggi yang menerjang sepanjang laut selatan pulau jawa sepekan terakhir, memaksa nelayan setempat tidak melaut dan mengakibatkan pasokan ikan laut berkurang drastis. antara foto/umarul faruq/foc/16.

tirto.id - Banjir rob seakan telah jadi “kawan akrab” warga Desa Segoro Tambak, Kecamatan Sedati, Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur. Seperti dituturkan seorang warga Saleh, bencana itu akan datang di sekitar tanggal 15 setiap bulan dalam kalender Jawa—alias tepat saat bulan purnama. Di momen itu, banyak nelayan berhenti melaut karena khawatir dimakan ombak.

Kalau banjir datang enggak ada yang berani melaut. Ombaknya tinggi soalnya,” ungkap Saleh yang berprofesi sebagai nelayan pada Kamis (23/1/2025).

Hal serupa juga dituturkan oleh Santi Mulyana. Mendekati tanggal 15, tutur Santi, para sesepuh desa akan mengumumkan bahwa bencana langganan tak lama lagi akan datang. Tak lama pula, berita itu akan menyebar ke sepenjuru desa.

Santi menganggap hari itu sebagai momen yang melelahkan. Pasalnya,dia mesti mengangkat barang-barang di rumahnya ke tempat yang lebih tinggi. Secepat dia mengisi tenaga, secepat itu pula tenaga itu akan habis.

Ketika banjir rob akhirnya datang, Santu pun tak bisa tinggal duduk berleha-leha. Dia mesti menyedot air yang menggenangi rumahnya dengan mesin penyedot air. Lantaran lokasinya dekat sungai, air luapan banjir tak akan surut bila hanya dibiarkan begitu saja.

Pekerjaan itu juga tak lantas tuntas ketika air sudah surut. Dia mesti mengepel lumpur yang menjejak di lantainya.

Di sini, memang sudah biasa kalau banjir. Apalagi, rumahnya berada di kawasan rendah. Apalagi juga, kalau kasur di rumah enggak ada dipan. Itu besoknya pasti mencuci kasur,” terang Santi pada Kamis (23/1/2025).

Tak hanya rumah-rumah, banjir rob juga tak luput menghajar tambak-tambakmilik warga Segoro Tambak. Ketika itu terjadi, sudah pasti banyak ikan yang hilang dalam sekejap mata.

Santi tak akan menghitung berapa jumlah ikan yang masih tersisa. Yang pasti banjir rob adalah bencana yang membikin usaha tambaknya merugi.

Saya punya tambak. Cuma saya menyewakan ke orang lain. Kalau banjir, lumayan itu ruginya. Gimana lagi, banyak ikan yang hilang,” akunya.

Selama ini, warga Segoro Tambak telah melakukan banyak hal untuk mengatasi banjir robyang rutin datang itu. Dari mulai peninggian jalan, pembuatan tanggul, hingga perbaikan selokan. Namun, banjir tetap menerjang kampungnya.

Sebenarnya sih dengan kita meninggikan jalan, kondisinya jadi mendingan. Cuma kok saya pikir dari tahun ke tahun debit air makin naik. Misalnya, pada Desember tahun kemarin air itu tingginya di bawah lutut saya pas,” kata perempuan berusia 35 tahun itu.

Kenaikan Muka Air Laut dan Penurunan Muka Tanah

Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Jawa Timur, Wahyu Eka Setyawan, menjelaskan bahwa banjir rob merupakan peristiwa banjir yang terjadi di kawasan pesisir akibat naiknya permukaan air laut, baik secara alami maupun faktor antropogenik.

Pasang air laut yang bertepatan dengan bulan purnama atau fenomena lain, seperti spring tide,” kata Wahyu saat dihubungi kontributor Tirto pada Jumat (24/1/2025).

Wahyu mengatakan bahwa banjir rob juga disebabkan oleh kenaikan permukan air laut. Selain perubahan iklim, menurutnya, kenaikan muka air laut di pesisir Sedati dan Surabaya Raya juga disebabkan oleh adanya perubahan pola arus laut dan sedimentasi di Selat Madura.

Lalu, penurunan muka tanah secara regional yang memberikan kesan bahwa air laut naik lebih cepat dari yang sebenarnya (realative sea level rise). Juga kemungkinan dampak dari femomena La Nina bulan September, Oktober, dan November ditandai dengan curah hujan tinggi. Bisa jadi aktivitas tektonik di Jawa Timur yang mempengaruhi kestabilan daratan,” tambahnya.

Toriq Fatur Rahman dalam studinyaPemetaan Potensi Wilayah Banjir dan Analisis Wilayah Terdampak Tahun 2041 (Studi Kasus: Kecamatan Sedati Kabupaten Sidoarjo) (2022) mencatat bahwa kenaikan permukaan air laut di kawasan Sedati rata-rata mencapai 1,26 mm setiap tahun.

Sementara itu, laju penurunan muka tanah dalam kurun 2017-2022 pernah tercatat mencapai 32,43 cm.

“Hasil lain juga menunjukkan bahwa wilayah Kecamatan Sedati yang berpotensi tergenang banjir rob pada tahun 2041 seluas 6407,1 Ha. Berdasarkan luasan tersebut, kemudian terbagi atas 3 kelas ancaman banjir rob, yaitu rendah (149,43 Ha) sedang (1254,46 Ha) dan tinggi (5003,12 Ha),” tulis Toriq.

Menurut Wahyu, penurunan muka tanah itu disebabkan oleh alih fungsi ruang yang sangat masif di Sidoarjo. Salah satunya diperuntukkan untuk pembangunan perumahan komersial.

Pembangunan perumahan komersial memperoleh pengakuan secara legal sejak terbitnya Peraturan Daerah (Perda) Kabupaten Sidoarjo Nomor 4 Tahun 2024. Perda tersebut menyatakan bahwa Sidoarjo masuk dalam rencana pengembangan kawasan Gerbangkertasusila. Rencana itu meliputi pengembangan bandara di Sidoarjo dan kawasan penunjangnya.

Hal itu sebenarnya bertentangan dengan Perda Kabupaten Sidoarjo Nomor 6 Tahun 2009 yang menyatakan bahwa Sedati merupakan wilayah lindung pesisir dan tangkap nelayan. Peraturan itu berlaku sejak terbit hingga 2029.

Artinya ada irisan tumpang tindih penetapan kawasan sehingga memicu pulled factor dari alih fungsi yang cukup signikan,” ungkapnya.

Wahyu pun menambahkan bahwa penurunan muka tanah bisa terjadi karena aktivitas pengambilan air tanah secara besar-besaran untuk kebutuhan ekonomi, konstruksi, maupun rumah tangga dalam perumahan komersial.

Juga beban berat dari infrastruktur yang mempercepat kompresi tanah, terutama di wilayah yang memiliki lapisan tanah lunak atau aluvial. Artinya, ada beban wilayah yang tak sepadan dengan lokasi ruang,” jelasnya.

Hutan Mangrove Terus Menyusut

Wahyu mengingatkan bahwa penurunan dan kerusakan vegetasi mangrove di pesisir Sidoarjo juga memegang peranan penting dalam memperparah dampak banjir rob di Desa Segoro Tambak. Pasalnya, hutan mangrove berfungsi sebagai penahan gelombang dan abrasi.

Tanpa mangrove yang baik, gelombang pasang lebih mudah menggerus daratan, memperparah abrasi, dan meningkatkan resiko banjir rob,” tegas Wahyu.

Dalam skripsinya yang berjudul Kajian Kondisi Hutan Mangrove di Pesisir Sedati Kabupaten Sidoarjo Tahun 2006-2015 (2016, PDF), Hanggar Hadi Putra mencatat bahwa penurunan luasan hutan mangrove di Sidoarjo memang terjadi secara masif. Dalam konteks Sedati, dia mendapati bahwa penurunan itu terjadi dari mulanya 532 hektar pada 1998 menjadi 343,85 hektar pada 2001.

Yang mengkhawatirkan, penurunan luasan hutan mangrove itu pun terus terjadi hingga kini.

Menurut Wahyu, hal itu diperparah dengan pemberian Hak Guna Bangunan (HGB) di perairan Sidoarjo. Secara prediktif, alih fungsi kawasan perairan dapat meningkatkan intensitas banjir rob. Sebabnya, aktivitas ini dapat mengurangi area resapan air dan mengubah fungsi alami kawasan pesisir sebagai penahan banjir rob.

Alih fungsi kawasan perairan, termasuk pemberian HGB di atas laut Sidoarjo, secara prediktif akan memperburuk kondisi ini. Ini bisa dilihat dengan ketika ada HGB adalah munculnya reklamasi. Misal, yang terjadi di Jakarta sebagai contoh, atau Gresik yang mendorong penurunan fungsi ekosistem,” terangnya.

Untuk mengatasi masalah banjir rob, menurut Wahyu, berbagai pihak perlu dilibatkan, mulai dari pemerintah hingga masyarakat Segoro Tambak. Dalam konteks pemerintah, pusat dan daerah perlu berkolaborasi.

Menurut Wahyu, pemerintah pusat dan pemda jelas harus menghentikan kebijakan yang eksploitatif terhadap alam dan beralih merancang kebijakan tata ruang yang berkelanjutan.

Perlu kolaborasi dari berbagai pihak, terutama pemerintah pusat dengan pemerintah daerah dengan merancang kebijakan tata ruang yang berkelanjutan, mengontrol pembangunan, dan merehabilitasi ekosistem mangrove. Penanganan jangka panjang mencakup penghentian eksploitasi air tanah, rehabilitasi mangrove, pengaturan pembangunan, dan peningkatan kesadaran masyarakat,” pungkasnya.

Baca juga artikel terkait BANJIR ROB atau tulisan lainnya dari Muhammad Akbar Darojat Restu

tirto.id - News
Kontributor: Muhammad Akbar Darojat Restu
Penulis: Muhammad Akbar Darojat Restu
Editor: Fadrik Aziz Firdausi