tirto.id - Puluhan tahun sudah warga di Dermaga Ujung, RW 22, Kelurahan Pluit, Kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara hidup berdampingan dengan aliran air laut yang meresap masuk ke dalam pekarangan rumah mereka. Para warga menyadari bahwa itu menjadi risiko sebagai warga yang hidup di pesisir pantai, yang kini air lautnya semakin tinggi karena pemanasan global yang tak tahu kapan akan berhentinya.
Namun banjir rob, demikian namanya, lebih tinggi dari biasanya. Aliran air itu masuk ke rumah warga pada Jumat (15/11/2024) lalu. Banjir rob di hari itu mencapai 20 sentimeter atau setinggi lutut orang dewasa. Seiring waktu berjalan, laju banjir rob bukannya berhenti, melainkan semakin mengalir kencang, bahkan mencapai tinggi satu meter. Banjir itu menggenangi permukiman dengan luas 11 RT dan berpenduduk dua ribu kepala keluarga.
Mayoritas rumah warga setempat yang sudah ditinggikan dari permukaan tanah juga tetap terkena air asin. Karina, atau akrab disapa Mama Ica, bercerita bahwa dia harus mengungsi ke rumah saudaranya di kawasan Matraman, Jakarta Pusat demi menghindari banjir rob.
Dia sudah melakukan langkah antisipasi demi perabotan rumahnya tak terkena air laut. Salah satunya dengan memberi alas batako untuk sejumlah perkakas elektroniknya. Namun usaha itu sia-sia, karena banjir setinggi satu meter tetap merendam rumahnya, dan mengenai perabotan elektroniknya hingga saat dia kembali sudah ditemukan dalam kondisi rusak.
"Kulkas sudah dinaikkan itu ada batako beberapa di bawah, terus ada Magiccom yang juga kena, ini saya nggak berani menyalakan karena takut kena setrum," kata Mama Ica kepada reporter Tirto, Jumat (22/11/2024).
Mama Ica yang juga pedagang warteg menceritakan bahwa banjir rob menggenangi sekitar permukimannya selama sepekan. Walaupun volume airnya beragam, terkadang naik dan juga surut bergantung pada kondisi laut saat itu. Imbas banjir rob, kini usahanya sepi. Para pekerja yang menjadi pelanggannya ogah mampir ke warungnya karena takut kena percikan air banjir yang aromanya telah bercampur baur, hingga bau busuk sampah yang menyatu.
"Kalau nggak banjir bisa tujuh liter beras yang habis, tapi hari ini dua liter beras belum habis," jelas Mama Ica.
Hal sama juga dialami oleh pedagang air jeriken yang bernama Salim (50). Dia telah berjualan selama puluhan tahun di kawasan Dermaga Ujung dengan menggunakan gerobak dari rumah ke rumah. Namun di masa banjir ini, menurutnya menjadi paling sulit dari masa sebelumnya.
Salim menceritakan bahwa peminat air bersih darinya cukup tinggi, namun akses untuk mengantarkan ke pelanggan membuatnya kesulitan, terutama saat harus menerjang banjir yang tak jarang membuat gerobaknya karam di antara air asin yang keruh tersebut.
"Saya kalau banjir kadang dibantu anak-anak yang main air itu. Mereka mendorong gerobak saya sambil renang, jadi lumayan saya cukup terbantu," kata Salim.
Selain itu, banjir rob membuatnya tak bisa mengantisipasi sejumlah bahaya yang ada di jalanan. Akibatnya kakinya harus terkena benda tajam hingga robek. Salim menunjukkan bekas lukanya ke reporter Tirto, dan kini luka tersebut sudah menjadi koreng dengan nanah yang menguning karena dia tak mau segera mengobatinya.
"Kalau saya pakai sepatu boots, jalan saya jadi berat, nggak mau saya," tutur Salim.
Meski banyak usaha yang omzetnya anjlok karena banjir rob, namun sejumlah pihak memanfaatkannya untuk usaha baru. Masyarakat setempat mengembangkan kendaraan motor roda tiga dengan bak belakang untuk menjadi angkutan umum membantu menerjang banjir. Dalam pengamatan Tirto, angkutan roda tiga tersebut cukup laku dengan ongkos sekali jalan Rp5 ribu dengan kisaran jarak tempuh 1 KM dan melewati area yang direndam banjir.
Ketua RT 10 RW 22 Dermaga Ujung, Muhadi mengungkapkan bahwa banjir rob yang merendam kawasannya selama sepekan ini adalah tertinggi selama sejarah. Dia menceritakan bahwa banjir rob sudah menjadi makanan tahunan bagi warganya, mereka sudah terbiasa karena lazimnya air laut itu hanya masuk kawasan pemukiman setinggi lutut orang dewasa.
"Baru kali ini loh satu meteran lebih, satu meter sampai ke rumah-rumah juga kena semua, dan hampir merata gitu," kata Muhadi di balai RT 10. Saat itu dia sedang sibuk menerima bantuan dari sejumlah pihak untuk dibagikan kepada warganya.
Dia mengatakan bahwa selama sepekan air rob selalu tinggi dan masuk ke dalam rumah warga. Baru pada Jumat, airnya kemudian berangsur surut dan menyisakan sisa genangan di Jalan Dermaga Ujung yang masih tinggi dan digunakan oleh anak-anak sebagai wahana kolam renang. Menurutnya, air hujan di wilayah itu menjadi penyebab air rob semakin tinggi.
"Dari Jumat (15/11/2024), Sabtu, Minggu, Senin, Selasa, Rabu, air bah itu tinggi terus. Baru Kamis Jumat ini mending, tinggal tersisa 40 atau 30 cm," ucap dia.
Muhadi juga mengaku mengalami kerugian imbas banjir rob yang menimpa kampungnya. Dia harus kehilangan sejumlah stok ikannya yang sudah tak layak jual imbas lemari pendingin atau freezer miliknya rusak terkena air rob. Muhadi mengungkapkan bahwa ikan simpanannya merupakan stok yang akan dijualnya pada saat momen tahun baru. Menurutnya, selama akhir tahun ikan memiliki daya jual tinggi terutama kepada mereka yang sedang berplesir di kawasan pantai utara Jakarta.
"Akhir tahun harga ikan sedang tinggi-tingginya," jelasnya.
Ia bersyukur, saat ini sudah ada banyak pihak yang memberikan bantuan. Seingat Muhadi, ia menerima bantuan peralatan kebersihan dan bangunan dari Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka dan makanan siap santap serta bahan sembako dari Suku Dinas Sosial Jakarta Utara. Ia juga menerima sejumlah bantuan dari toko waralaba nasional.
Banjir Rob Tertinggi
Kepala Stasiun Meteorologi Maritim Tanjung Priok, Retno Widyaningsih, mengakui bahwa banjir rob selama sepekan di kawasan Dermaga Ujung merupakan tertinggi selama ini. Retno menjelaskan ada sejumlah sebab mengapa banjir rob kian lama kian parah, di antaranya karena curah hujan yang tinggi dan kontur tanah yang lebih rendah dari permukaan laut.
"Ya kejadian rob semakin parah karena saat sore hari ada curah hujan yang tinggi dan air tidak bisa keluar dari wilayah tersebut karena kondisi wilayah yang lebih rendah dari permukaan laut," kata Retno saat dihubungi Tirto.
Pihak Meteorologi Maritim Tanjung Priok telah mengeluarkan imbauan kepada warga setempat bahwa di akhir tahun ini sedang ada fenomena supermoon atau pasang maksimum air lau dan mengakibatkan ketinggian pasanga air laut. Pihaknya meminta warga di wilayah Kamal Muara, Kapuk Muara, Penjaringan, Pluit, Ancol, Kamal, Marunda, Cilincing, Kalibaru, dan Muara Angke untuk waspada dengan banjir rob selama 14-12 November 2024.
"Jadi genangan di wilayah tersebut bertahan cukup lama, walaupun saat ini fase robnya sudah mereda," ungkap dia.
Direktur Eksekutif Rujak Center for Urban Studies, Elisa Sutanudjaja, menambahkan bahwa banjir rob tertinggi tahun ini terjadi tidak hanya karena air laut yang naik, namun juga karena saluran kota yang tidak berfungsi sebagaimana harusnya.
"Itu menunjukkan bahwa riol dan saluran kota tidak berfungsi, mampet, serta laut lebih tinggi dari saluran, jadi tidak bisa mengalir ke laut," kata Elisa.
Sebagai bentuk solusi, Elisa menegaskan perlu ada sejumlah upaya perbaikan menyeluruh pada pemukiman di sekitar dermaga nelayan tersebut. Pihak Rujak sudah mengajukan kepada Kementerian ATR/BPN untuk menata dengan konsep kampung susun, sehingga bisa mengembangkan sistem polder atau pengendali rob dengan mengalirkan air langsung ke laut.
"Kami memang mengajukan program konsolidasi tanah campuran kepada Kementerian ATR/BPN, dimana di situ ada penataan setempat serta pembangunan kampung susun," jelas Elisa.
Dia menentang dengan solusi Giant Sea Wall yang dikemukakan oleh sejumlah pihak. Menurutnya, solusi tembok semacam itu hanya menyelesaikan masalah di hilir dan tak keseluruhan.
"Jadi solusi-solusi semacam tembok itu hanyalah solusi di hilir saja, tetap harus ada perbaikan fundamental mulai dari soal infrastruktur saluran kota hingga penanganan penurunan tanah," kata dia.
Penulis: Irfan Amin
Editor: Andrian Pratama Taher