tirto.id - Pernyataan Ketua Umum DPP Partai Nasdem, Surya Paloh, yang mengatakan bahwa hak angket di DPR sudah tidak relevan digulirkan, membuat nasib hak istimewa lembaga legislatif itu semakin gelap. Hal itu disampaikan Paloh selang beberapa jam setelah Mahkamah Konstitusi (MK) menolak permohonan sengketa Pilpres 2024, yang dilayangkan kubu Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar (AMIN) dan Ganjar Pranowo-Mahfud MD.
Nasdem, kata Paloh, menilai hak angket sudah tidak sesuai dengan kondisi pasca-putusan MK soal Pilpres 2024. Paloh merasa ide menggulirkan hak angket untuk menyelidiki kecurangan pemilu telah usang. Sebab, esensinya sudah jauh dari apa yang diharapkan olehnya.
“Dan satu proses perjalanan minute by minute, jam by jam, waktu ke waktu, hari ke hari, saya ini mengira esensi dari keberadaan hak angket sudah jauh dari harapan kita bersama,” kata dia di Kantor DPP Partai Nasdem, Jakarta Pusat, Senin (22/4/2024).
Meski demikian, Surya Paloh tak melarang kadernya yang berada di Fraksi Nasdem DPR RI bila hendak menggulirkan wacana hak angket. Ia mempersilakan kader Nasdem di DPR bila merasa aspirasi mereka mengharuskan untuk ikut mengusulkan hak angket. Dalam pertemuan tersebut, Paloh juga memberikan sinyal bahwa Nasdem akan merapat ke partai koalisi pendukung pemerintahan Prabowo-Gibran.
“Bukan berarti kami menghalangi upaya untuk meneruskan barangkali perjuangkan meneruskan hak angket ini,” ujar Paloh.
Sikap yang diambil bos Media Group itu otomatis membuat nasib hak angket semakin gembos. Sebagai salah satu partai di Koalisi Perubahan, kekuatan Nasdem tentu sangat dibutuhkan PKS dan PKB dalam menyokong hak angket. Ditambah, jika partai politik pengusung Ganjar-Mahfud turut serius menggulirkan hak angket, maka bukan mustahil penyelidikan kecurangan pemilu bisa digolkan DPR.
Namun, tidak hanya Nasdem yang mulai gamang dalam menggulirkan hak angket DPR. Setelah putusan sengketa Pilpres 2024 di MK, Senin (22/4/2024), semakin mempertegas kemenangan Prabowo-Gibran, sejumlah parpol pengusung AMIN dan Ganjar-Mahfud mulai berpikir ulang soal wacana hak angket. Mereka yang tadinya garang dan berkoar menggulirkan hak angket mulai terlihat tiarap.
Setali tiga uang dengan Nasdem, PKB mulai mengkaji ulang relevansi wacana hak angket. Wakil Ketua Umum PKB sekaligus Wakil Ketua MPR, Jazilul Fawaid, mengatakan sejumlah fakta dan permasalahan yang ada dalam hak angket sudah terjawab selama proses sidang perselisihan hasil pemilihan umum di MK.
“Hemat saya, beberapa poin yang mendasari pengajuan hak angket sudah dijawab dalam putusan MK. Relevansi hak angket kita kaji ulang,” kata Gus Jazil, sapaannya, saat dihubungi Tirto, Selasa (23/4/2024).
Gus Jazil menyampaikan, proses pengkajian langkah menggulirkan hak angket dari Fraksi PKB di DPR akan dilakukan dalam sepekan ke depan. Langkah ini diambil setelah MK menolak seluruh eksepsi tuntutan tim hukum AMIN dalam sengketa Pilpres 2024.
“Kita seminggu pertimbangkan dinamika politik fraksi-fraksi di DPR RI untuk mengambil langkah yang terbaik,” ucap dia.
Meski akan dikaji internal partai, anggota Fraksi PKB di DPR, Luluk Nur Hamidah, memastikan akan tetap melanjutkan proses hak angket yang telah ia suarakan. Luluk sempat mendorong hak angket melalui interupsi pada rapat paripurna pembukaan Masa Sidang IV DPR, 5 Maret 2024 lalu.
“Saya masih akan melanjutkan [hak angket]. Insyaallah,” kata Luluk.
Meski begitu Luluk tidak terlalu percaya diri atas respons bergulirnya hak angket ini. Luluk mengungkapkan sudah tak lagi berharap banyak, mengingat syarat pengajuan hak angket minimal harus diikuti oleh dua fraksi dan ditandatangani oleh 25 anggota aktif DPR RI.
“Secara prosedural enggak mungkin bisa diajukan tanpa minimal 25 tanda tangan dan minimal diikuti oleh dua fraksi,” tutur dia.
Parpol Koalisi Perubahan lainnya, PKS, juga bernada ragu ketika ditanya soal nasib hak angket di DPR. Dihubungi terpisah, Juru Bicara PKS, Ahmad Mabruri, menyebut langkah partainya masih akan melihat sikap fraksi-fraksi parpol lain di DPR. Dia menegaskan, PKS tidak mampu mengajukan hak angket sendirian.
“Intinya PKS melihat realitas di lapangan ya. Kalau partai-partai tidak ada yang ajukan hak angket, praktis tak akan jalan,” kata dia kepada reporter Tirto, Selasa (23/4/2024).
Presiden PKS, Ahmad Syaikhu, menebalkan keresahan yang sama. Menurutnya, dalam kondisi terkini, PKS mengaku kesulitan mencari teman. Dia mengklaim, kini tinggal PKS sendirian yang berusaha untuk mengajukan hak angket untuk menyelidiki kecurangan Pilpres 2024 di DPR RI.
“Itulah realitas ini, PKS masih belum mendapatkan pasangan untuk mengajukan hak angket,” kata Ahmad Syaikhu di Kantor DPP PKS, Selasa (23/4/2024).
Dia mengungkapkan, kondisi parpol di DPR kini, sudah terpetakan sesuai masing-masing kepentingan fraksi. Meski demikian, dia percaya hak angket masih berpeluang dilakukan terlepas kondisi yang terjadi di parlemen saat ini.
“Harapan besar untuk angket itu tinggi, tetapi tentu kami akan berjuang, soal hasil apakah lolos atau tidak sebelumnya tergantung pada anggota kita DPR RI,” tutur Syaikhu.
Sikap Kubu Ganjar-Mahfud
Hak angket merupakan salah satu dari tiga hak istimewa DPR untuk menjalankan fungsinya melakukan pengawasan dan kontrol aktivitas terhadap pemerintah. Fungsi pengawasan ini dilakukan agar memastikan kekuasaan tak disalahgunakan dan tetap berjalan sesuai konstitusi dan undang-undang.
Syarat pengajuan hak angket diatur salah satunya, pada Pasal 199 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (MD3).
Dalam pasal itu disebut bahwa, hak angket diusulkan paling sedikit 25 anggota DPR yang berasal dari minimal dua fraksi. Pengusulan hak angket juga disertai dokumen yang memuat materi kebijakan atau pelaksanaan undang-undang yang diselidiki, disertai dengan alasan penyelidikan.
Pada konteks Pilpres 2024, hak angket di DPR pertama kali diusulkan oleh Ganjar Pranowo. Calon presiden nomor urut 2 yang diusung PDIP itu menduga, ada kecurangan dalam penyelenggaraan Pilpres 2024 yang dilakukan secara terstruktur, sistematis, dan masif.
Usulan ini sempat ditanggapi positif oleh parpol di luar pendukung Prabowo-Gibran, seperti PDIP, Nasdem, PKB, dan PKS. Setelah putusan sengketa Pilpres 2024 di MK, sejumlah parpol berhitung ulang soal langkah pengajuan hak angket di DPR.
Soal wacana menggulirkan hak angket, PDIP saat ini tengah menghitung kekuatan parpol untuk melakukan penyelidikan dugaan kecurangan pada Pemilu 2024. Hal ini disampaikan oleh Ketua DPP PDIP Ahmad Basarah, di Kantor DPP PDIP, Jalan Diponegoro, Menteng, Jakarta, Senin (22/4/2024) malam. Dia meminta masyarakat melihat perkembangan soal hak angket dalam beberapa waktu ke depan.
“Jadi, dia tidak berada di ruang hampa, namun demikian ide gagasan untuk kemudian mematangkan hak angket itu terus kami lakukan di DPP PDIP,” ucap Basarah.
Sementara itu, PPP, salah satu partai pengusung Ganjar-Mahfud, pesimistis hak angket bisa dilakukan saat ini. Dihubungi terpisah, Ketua DPP PPP, Achmad Baidowi, mengatakan sejak awal memang tidak ada parpol yang serius mengajukan hak angket di DPR.
“Sesudah putusan MK makin sulit bicara hak angket, karena itu kan putusan final dan mengikat. Yang mau menggulirkan siapa? Melegitimasi hasil pemilu ini kan Mahkamah Konstitusi tidak ada putusan tertinggi selain putusan MK,” ujar Awiek kepada reporter Tirto.
Juru bicara PPP, Usman Tokan, menegaskan bahwa partai berlogo Ka'bah itu tidak akan meneruskan wacana hak angket. Alasannya, kata dia, PPP masih berjuang agar dapat lolos ke Senayan lewat pengajuan PHPU di Mahkamah Konstitusi. Sebagai informasi, hasil rekapitulasi suara nasional PPP dalam Pemilu 2024 hanya 3,8 persen, angka ini di bawah ambang batas parlemen 4 persen.
“Sejak awal atas saran dan pandangan Majelis Kehormatan, tidak perlu terlibat di hak angket, karena saran majelis merupakan bagian dari yang harus kami taati. Kami hari ini masih fokus memperjuangkan agar PPP lolos ke Senayan,” kata dia kepada reporter Tirto.
Pragmatisme Politik
Sikap parpol-parpol yang mulai melempem untuk mengajukan hak angket di DPR tidak jauh disebabkan kentalnya pragmatisme politik di Indonesia. Partai politik sudah tidak memegang ideologi yang kukuh untuk diperjuangkan, dan terjebak sekadar praktik untung-rugi politik.
Analis politik dari Populi Center, Usep S. Ahyar, menilai saat ini fokus parpol sudah tidak lagi soal memperjuangkan menguak kecurangan pemilu. Kini, menurutnya, parpol-parpol mulai memikirkan apakah akan berada di dalam pemerintahan atau di luar pemerintahan Prabowo-Gibran sebagai oposisi.
“Dan proses pemilu dianggap sudah selesai oleh masyarakat. Maka mendorong hak angket ini sudah kecil, karena proses-proses politik di DPR tidak lepas dari basis konstituen yang mereka wakili. Sementara basis massanya tidak banyak mendesak itu,” kata Usep dihubungi reporter Tirto, Selasa (23/4/2024).
Menurut Usep, lobi-lobi politik saat ini berkisar pada bagi-bagi posisi parpol di pemerintahan mendatang. Bukan tidak mungkin, kata dia, parpol pengusung AMIN dan Ganjar-Mahfud ikut merapat ke pemerintahan mendatang. Tentu hal itu akan membuat wacana hak angket otomatis pupus.
“Maka tinggal di masyarakat sebagai konstituen harus ikut mengawasi dan mendorong DPR. Jangan cuma nyoblos udah aja tidak diawasi wakil rakyat di parlemen,” ucap Usep.
Di sisi lain, analis politik dari Indonesia Political Opinion, Dedi Kurnia Syah, berpendapat hak angket sebenarnya rasional diperjuangkan dari sisi substansi. Pasalnya, presiden diduga banyak melakukan manuver yang potensial melanggar UU Pemilu selama Pilpres 2024. Tantangannya, nuansa politik di Indonesia masih sangat kompromistis, dimana hal-hal substansial kalah dengan akomodasi politik.
“Kondisi saat ini memungkinkan hak angket terkubur, PDIP sendiri tidak mendapat dukungan Puan Maharani sebagai ketua DPR, lalu PPP yang tidak memiliki, nyali juga suara. Sementara PKB juga bukan parpol oposisi yang cukup kuat menentang Jokowi,” kata Dedi kepada reporter Tirto.
Sejak awal, Dedi sudah menduga hak angket layu sebelum berkembang. Penyebabnya, masing-masing Parpol pengusung capres-cawapres memiliki kepentingan politis.
“PDIP jelas sejak awal tidak memiliki semangat usulkan hak angket, kita bisa lihat dari sikap Puan Maharani, bahkan saat paripurna Puan tidak berada di ruang sidang. Secara politik, Puan bisa disebut lakukan sabotase pengusulan hak angket,” terang Dedi.
Penulis: Mochammad Fajar Nur
Editor: Maya Saputri