tirto.id - Mereka berpakaian serupa demonstran Palestina. Kafiyeh motif kotak-kotak atau balaklava hitam menutup hampir seluruh wajah. Fasih berbahasa Arab. Turut menyanyikan yel-yel anti-Israel. Kadang-kadang juga melempar batu atau kayu ke arah tentara Israel, atau memanas-manasi massa agar bergerak mendekati barikade.
Lalu, secepat kilat, orang-orang ini menangkap salah satu demonstran, mengamankannya hingga terguling ke tanah. Pistol dikeluarkan dari balik baju, ditembakkan beberapa kali ke udara, lalu ditodongkan moncong panas ke arah demonstran lain.
Tentara Israel, yang menyaksikan seluruh kejadian, buru-buru datang untuk membantu mengamankan tangkapan. Kadang bisa dapat lebih dari satu. Demonstran lain membubarkan diri, kemudian lari tunggang langgang sembari berteriak “Musta'ribeen! Awas ada musta'ribeen!”
Musta'ribeen, atau mista'arvim dalam Bahasa Ibrani, bermula dari Bahasa Arab “musta'rib” yang berarti orang yang ahli bahasa dan budaya Arab. Dalam konteks keamanan Israel, musta'ribeen adalah agen rahasia yang menyamar menjadi seorang berkebangsaan Arab untuk menjalankan misi khusus di tengah-tengah masyarakat Palestina atau negara Arab lain.
Mengutip laporan Linah Alsaafin untuk Al Jazeera, mereka hadir di tengah-tengah protes anti-Israel di Tepi Barat maupun Jalur Gaza. Misalnya, ada musta'ribeen yang hadir di dalam protes yang digelar penduduk Kota Rammalah, Tepi Barat. Protes pada 13 Desember 2017 itu muncul usai Presiden Amerika Serikat Donald Trump mengakui Jerusalem sebagai ibu kota Israel.
Gerombolan demonstran disusupi oleh beberapa musta'ribeen yang menangkap tiga pemuda Palestina, demikian Alsaafin mengutip keterangan rekan jurnalisnya dari kantor berita Wafa, Rasha Harzallah. Harzallah menambahkan para penyusup hanya berada di lokasi selama sekitar 10 menit.
Pakaiannya mirip sekali dengan yang dikenakan orang-orang Palestina. Salah satu yang berdiri dekat Harzallah memakai kaos merah tua dan mukanya ditutupi kafiyeh. Si penyusup ini sebelumnya berdiri di garis depan bersama demonstran asli Palestina lain, juga turut melemparkan batu-batu ke arah tentara Israel.
“Mereka sekitar lima orang, dan menarik senjata lalu mulai menembakkannya ke udara. Tentara (Israel) tiba-tiba merangsek maju dalam jumlah besar, dan mereka mulai menembak dengan peluru tajam ke arah para demonstran, bahkan ke wartawan. Ia menodongkannya ke arahku dan seorang fotografer di sampingku memperingatkan untuk jangan maju lagi.”
Nachman Ben-Yehuda dalam bukunya Political Assassinations by Jews: A Rhetorical Device for Justice (2012) menjelaskan unit pertama musta'ribeen didirikan pada 1942 atau sebelum negara Israel dideklarasikan.
Unitnya menjadi bagian dari Palmach, pasukan tempur elit Haganah. Haganah adalah organisasi paramiliter Yahudi di Palestina ketika masih berstatus wilayah mandat Britania Raya. Haganah aktif dari periode 1920-1948 dan jadi cikal bakal Pasukan Pertahanan Israel (IDF).
Unit musta'ribeen pertama aktif hingga 1950. Tidak ada informasi yang mendetil terkait unit karena mereka selalu beroperasi di bawah tanah. Militer Israel juga akan membubarkan satu unit musta'ribeen saat misi telah rampung—alias ketika sosok-sosoknya ketahuan demonstran Palestina. Ketika dibentuk lagi, para anggotanya bisa jadi sama sekali baru atau minimal berubah formasi.
Salah dua unit musta'ribeen yang paling tersohor adalah Samson Unit dan Duvdevan Unit. Samson Unit, atau biasa disebut Shimson, aktif sejak tahun 1986. Anggotanya sekitar 250 orang dan ditempatkan di Jalur Gaza. Pada 1995 Shimson dibubarkan sebagai efek dari Perjanjian Oslo.
Duvdevan Unit bernama lain dari Unit 217. Didirikan oleh mantan Perdana Menteri Ehud Barak dan aktif sejak 1986 hingga sekarang. Tugasnya di Tepi Barat. Jadi ada kemungkinan para musta'ribeen yang disaksikan Harzallah adalah anggota Unit 217. Duvdevan adalah satu-satunya unit IDF yang tidak punya misi perang, melainkan menjalankan misi-misi kecil di banyak titik.
Musta'ribeen mendapat pelatihan yang intens agar bisa berpikir dan bertindak layaknya warga Palestina. Misi utama mereka adalah untuk mengumpulkan data-data intelijen, menangkap warga Palestina, dan dengan demikian, bagi pemerintah Israel, masuk dalam upaya kontra-terorisme.
Total waktu latihannya 15 bulan: empat bulan pelatihan infanteri dasar; 2,5 bulan pelatihan infanteri lanjutan; dua bulan pelatihan unit dasar dengan fokus navigasi perkotaan; empat bulan belajar tradisi Arab, bahasa, dan kamuflase seperti warga sipil (rambut, lensa kontak, pakaian, dll). Di fase ini mereka juga dituntut paham dan fasih menjalankan salat, puasa, dan kebiasaan keagamaan lain. Sisanya satu bulan terakhir dipakai untuk latihan menembak, mengemudi, dan kemampuan teknis lain.
“Para agen harus fasih berbahasa Arab seakan-akan itu bahasa ibu mereka. Mereka menjalani kursus untuk menguasai dialek Palestina dan aksen Arab sesuai dengan wilayah operasi mereka, misalnya Yaman atau Tunisia,” jelas Pakar intelijen Israel Antoine Shalhat kepada Al Jazeera.
Meski dandanan penting, kadang anggota musta'ribeen baru direkrut dari orang-orang yang memang punya kesamaan fisik seperti orang Arab. Mereka mesti menguasai kemampuan menempatkan diri dan bergerak di tengah-tengah demonstrasi yang digerakkan para demonstran asli Palestina. Dengan begitu, mereka akan memiliki momentum yang tepat untuk melancarkan penyergapan.
Meski sulit diidentifikasi, bukan berarti demonstran Palestina tak punya celah untuk curiga. Menurut Harzallah, jika massa aksi melempari batu ke barisan tentara Israel tapi tentara diam saja, maka ada kemungkinan ada anggota musta'ribeen di tengah-tengah demonstran.
“Mereka (tentara Israel) tak berbuat apa-apa. Menurut pengalamanku, massa aksi paham bahwa jika tentara Israel tiba-tiba menghentikan tembakan gas air mata atau peluru karet, maka kemungkinan besar ada musta'ribeen di antara mereka.”
Musta'ribeen bisa berlaku amat kejam. Pada November 2015 Middle East Eye melaporkan serbuan 20-30 musta'ribeen ke sebuah rumah sakit di Hebron, 30 km dari Yerusalem. Mereka membunuh seorang pria Palestina yang diduga melakukan serangan penikaman kepada tentara Israel satu bulan sebelumnya.
Korban bernama Abdallah Azzam Shalaldeh (27). Penyerang menggunakan dua mobil kecil menuju rumah sakit dan bisa masuk dengan salah satunya berpura-pura sedang hamil. Saat sudah masuk, para petugas rumah sakit ditodong senjata api oleh sebagian musta'ribeen, sementara lainnya menyerbu kamar Abdallah Azzam.
Militer Israel mengklaim Shalaldeh tewas karena saat akan diamankan ia malah melawan sehingga ditembak atas nama pertahanan diri para musta'ribeen. Versi yang berbeda disampaikan saksi di lokasi kejadian. Mereka bilang Shalaldeh sengaja dieksekusi memakai tembakan jarak dekat, lima kali, saat baru saja keluar dari toilet.
Jejak kekejaman lain, sebagaimana yang disaksikan Harzallah, terjadi pada demonstrasi pada 2015, atau yang disebut warga Palestina sebagai “Intifada pisau”. Para musta'ribeen menembak dua orang demonstran dari jarak dekat. Salah satunya di kepala, yang kemudian korban ditarik ke sisi jalanan.
Harzallah melihat sedikit daging hasil tembakan di tanah. Ia pun mengira korban langsung meninggal. Belakangan diketahui bahwa korban bernama Mohammad Ziyadeh. Usianya masih sangat muda, sebagaimana demonstran Palestina lainnya. Untungnya ia tak meninggal. Ia dioperasi oleh pihak rumah sakit, dan kini hidup dengan kondisi lumpuh sebagian.
Kehadiran para musta'ribeen di palagan protes membuat rakyat Palestina makin waspada. Salah satu cara untuk membedakan diri dari agen-agen Israel tersebut adalah dengan menyelipkan ujung bawah baju ke ikat pinggang. Jadi, jika ada yang tak melaksanakannya, ada kemungkinan ia adalah musta'ribeen yang membawa pistol.
“Mereka juga harus berhati-hati ketika sebuah kelompok kecil menyeret para demonstran lebih dekat ke posisi tentara Israel. Dan harus dipastikan ada kelompok khusus yang bertugas mengawasi para demonstran,” pungkas Harzallah.
Penulis: Akhmad Muawal Hasan
Editor: Windu Jusuf