Menuju konten utama

Murni Teror atau Murni Dipelihara?

Napi-napi terorisme kembali melancarkan aksinya selepas dari penjara. Upaya melakukan deradikalisasi ternyata tak banyak berhasil.

Murni Teror atau Murni Dipelihara?
Sunakim alias Afif alias Nakim bin Jenab, pelaku penembakan saat aksi teror di Jalan MH Thamrin, kawasan Sarinah, Jakarta, Kamis (14/1/2016). ANTARA FOTO/XINHUA/Veri Sanovri

tirto.id - Penjara hadir di tengah masyarakat untuk membikin efek jera. Alih-alih kapok saat di penjara, para napi terkadang malah makin nekat dan beringas usai keluar dari penjara. Dalam konteks terorisme misalnya, alih-alih sukses dideradikalisasi, setelah keluar dari penjara para terpidana teroris banyak yang tetap melakukan aksi “jihad” nya itu dengan aksi teror lanjutan.

Natsir Abbas, mantan pemimpin Jamaah Islamiyah yang kini jadi pengamat terorisme mengakui bahwa selama di penjara, para terpidana teroris ini tetap saling menjaga interaksi. “Pastinya begitu, mereka dalam penjara dahulu, mungkin tidak ketemu, tapi mereka bertemu dengan teroris-teroris lain. Banyak dari mantan teroris itu keluar dari penjara kemudian bergabung dengan ISIS,” ucapnya kepada tirto.id.

Natsir pun menyarankan agar tabir aksi teror itu dibuka sehingga semuanya bisa dideteksi dengan melacaknya dari penjara. “Kalau kita ingin men-track harus dimulai dari dalam penjara. Karena kenapa? Sebab orang yang dalam penjara, cari siapa teman mereka, siapa yang sering bertemu mereka, dan lain-lain,” ujarnya.

Kebanyakan aksi teror terjadi dalam dua tahun terakhir selalu dikaitkan dengan para pendukung ISIS. Pemahaman ISIS tersebut sialnya diperoleh saat mereka mendekam di penjara.

Afif alias Sunakim, pelaku aksi teror Bom Thamrin misalnya. Afif pernah dipenjara karena kasus terorisme di Aceh pada 2010. Dia divonis dipenjara di LP Cipinang. Saat di Cipinang inilah dia bertemu dengan Aman Abdurrahman yang konon kata polisi dianggap sebagai pemimpin ISIS di Indonesia. Pengenalan Afif dengan Aman inilah yang membuat dia semakin radikal.

Pemahaman Aman memang sejalan dengan pemahaman ISIS yang dengan mudah memvonis kafir dan murtad (keluar dari Islam) kepada Muslim yang tidak sepaham dengan mereka, siapapun mereka kafirkan termasuk Al-Qaeda – induk ISIS itu sendiri. Para jihadis menyebut istilah ini dengan takfiri. Selama di penjara inilah Aman mencekoki Afif dengan pemahaman takfiri.

"Di penjara, ideologi Afif bertambah radikal, apalagi setelah dia bertemu Aman Abdurrahman, tokoh ISIS di Indonesia," kata pengamat terorisme, Solahuddin dikutip dari Antara, Januari lalu.

Diprediksikan Afif menjalin hubungan erat dengan Aman pada periode 2011 sampai pertengahan 2012, karena pada 16 Oktober 2012 secara dadakan pemerintah memindahkan Aman bersama dengan terpindana kasus teroris lainnya seperti Abu Bakar Ba’asyir, Qomaruddin, Abdullah Sonata, Heri Kuncoro alias Uceng dan Ja’far ke Nusa Kambangan.

Ada dugaan kuat Juhanda alis Jo pelaku teror Bom Samarinda juga terpengaruh oleh Aman pada periode ini. Pasalnya sejak 2011, Juhanda memang mendekam di LP Cipinang karena terlibat kasus teror bom buku yang juga melibatkan komplotan Pepi Fernando. Pada momen itulah Juhanda dekat dengan Aman.

Terkait dengan hal ini, Natsir mengakui bahwa bisa saja ada keterikatan Aman dengan kasus Bom Samarinda. “Saya tidak mengatakan dari dalam penjara ada yang mengendalikan, maksud saya, cari orang yang mengikuti ISIS dari dalam penjara. Itu bisa dikembangkan. Dari situ kita bisa mengetahui siapa saja yang berhubungan dengan mereka,” tegas Natsir.

“Contohnya, pelaku penyerangan di Thamrin, mereka kan juga sempat di penjara dan di dalam itu mereka tidak pernah mau ikut kegiatan deradialisasi. Mereka anti kepeada pemerintah dan aparat. Sejak dalam penjara ikut kelompok isis. Nyatanya juga yang di Samarinda juga dari penjara, ikut ISIS di penjara,” tambahnya.

Infografik Teror bom Samarinda

Selain Afif dan Juhanda, ada pula nama Sultan Aziansyah pelaku penikaman tiga polisi di kawasan Cikokol, Tangerang, Banten akhir Oktober lalu. Mabes Polri mengkonfirmasi Sultan adalah anggota Jemaah Ansharut Daulah (JAD). “Sudah cukup terkonfirmasi, Sultan merupakan bagian dari Aman Abdurahman,” ucap Juru bicara mabes Polri Boy Rafli Amar (21/10/16).

Berbeda dengan Afif dan Juhanda, Sultan tidak pernah di penjara. Boy mengatakan Sultan sering datang ke pondok pesantren Ansharullah yang diketuai Fauzan Al Anshori di Ciamis. Fauzan diketahui bergabung dengan JAD. Diketahui organisasi ini dibentuk oleh Aman pada 2015 lalu. JAD adalah sempalan dari Jama'ah Ansharut Tauhid (JAT) pimpinan Abu Bakar Ba’asyir.

Saat kasus Bom Thamrin, kepala BNPT yang saat itu menjabat, Saud Usman Nasution mengakui pihaknya memang susah mengontrol Aman. Dia mengatakan sudah berupaya untuk berdialog dengan Aman dan memindahkan penempatan Aman lebih diisolasi agar tidak mempengaruhi sesama narapidana.

“Kami mencari cara bagaimana supaya yang sudah radikal ini dipisah-pisah, jangan sampai mempengaruhi yang lain. Jangan digabung. Aman Abdurahman salah satu yang keras, sangat keras sekali. Sulit bagi kita untuk berkomunikasi,” katanya dikutip dari BBC Indonesia.

Aman dikenal sebagai sosok agitator dan propagandis handal. Jeruji besi tidak bisa menghentikannya melakukan perekrutan, menyebarkan propaganda, dan melakukan radikalisasi kepada mereka yang diluar penjara.

Saat mendekam di Cipinang dan Nusa Kambangan, Aman dengan leluasa menyebarkan pemikirannya lewat tulisan-tulisan di blog Millah Ibrahim. Tidak hanya tulisan, bahkan Aman pun sering membagikan rekaman suara dan video entah itu lewat blog ataupun akun sosial media. Hal ini bahkan diakui oleh BNPT sendiri, hal itu tertuang dalam sebuah artikel di website damailahindonesia.com [Website kampanye BNPT] isinya begini:

“Hukuman penjara nyatanya memang tidak membuat kapok sosok Aman Abdurrahman, ia melakukan ceramah di dalam penjara. Ia bahkan sempat menggunakan ponsel untuk melakukan ceramah, sehingga ceramahnya bisa keluar melompati jeruji penjara.”

Yang jadi pertanyaan adalah kenapa Aman bisa leluasa melakukan ini? Akses kemudahan yang didapat Aman ini memunculkan nada sinisme di kalangan jihadis [simpatisan Jamaah Islamiyah yang loyal terhadap Al Qaeda dan bertentangan dengan ISIS]. Teori konspiratif pun muncul bahwa Aman hanyalah antek yang sengaja ditanam BNPT dan Polisi untuk memainkan isu terkait terorisme.

Tudingan ke arah sana dikatakan oleh Wakil Ketua Komisi III DPR RI. “Kesannya teroris hari ini kayak state terorism. Ada mainan pemerintahan dalam konteks ini.”

“Siapa yang dirugikan dalam demo 4 November kemarin, itu pemerintah kan. Jangan-jangan ini bagian dari terorisme yang lain yang didorong kesengajaan-kesengajaan agar benturan-benturan horisontal ini bagian dari menyelamatkan isu Ahok misalnya. Ini kan berbahaya," urainya.

“Makanya kita mengharapkan penegak hukum transparan untuk menyikapi ini. Jangan sampai fitnah-fitnah yang enggak enak. Karena kecederungann ini adalah mainnan. Karena polanya sama dengan pola di rezim Orde Baru. Kalau pemerintahan tersudut pasti ada operasi-operasi untuk mengalihkan isu itu,” ucapnya kepada tirto.id.

Selain itu muncul juga analisa lain bahwa Aman sebenarnya tidak bisa mengontrol tindakan liar para pendukungnya di luar sana karena dia sudah diisolir dengan ketat di dalam penjara. Disebutnya nama Aman tidak lepas dari kebingungan aparat keamanan membongkar jaringan teror yang kini makin kian rumit. Alhasil pengutipan nama Aman yang dikaitkan dengan ISIS adalah upaya BNPT untuk mencari kambing hitam.

Baca juga artikel terkait TERORISME atau tulisan lainnya dari Aqwam Fiazmi Hanifan

tirto.id - Hukum
Reporter: Aqwam Fiazmi Hanifan
Penulis: Aqwam Fiazmi Hanifan
Editor: Nurul Qomariyah Pramisti