Menuju konten utama
Hari Lahir Pancasila:

Muhammadiyah Soroti Masih Banyak Terjadi Pengingkaran Pancasila

Muhamadiyah mengingatkan peringatan Hari Lahir Pancasila jangan hanya seremonial, tetapi mesti menjadi kompas ideologis dan etika publik bernegara.

Muhammadiyah Soroti Masih Banyak Terjadi Pengingkaran Pancasila
Wisatawan mengunjungi Rumah Kebangsaan Pancasila di Desa Jogjogan, Cisarua, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Minggu (1/6/2021). ANTARA FOTO/Arif Firmansyah/rwa.

tirto.id - Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Haedar Nashir, menegaskan bahwa peringatan kelahiran Pancasila setiap 1 Juni bukanlah sekadar seremonial semata, tetapi mesti menjadi kompas ideologis dan etika publik bernegara.

"Jadikan momentum kelahiran Pancasila sebagai komitmen nilai dan moral kebangsaan untuk merefleksikan kembali jati diri Indonesia sebagai bangsa yang berlandaskan Pancasila," ujar Haedar dalam keterangannya di Jakarta, Minggu (1/6/2025) dilansir dari Antara.

Haedar mengatakan di tengah dinamika zaman, Pancasila harus senantiasa menjadi kompas ideologis dan etika publik dalam kehidupan bernegara. Sebab, pada dimensi ini kehidupan bernegara masih memiliki titik lemah.

Menurut dia, korupsi, ketimpangan sosial, penyalahgunaan kekuasaan, dan rendahnya keteladanan moral para elite adalah bentuk-bentuk pengingkaran terhadap Pancasila yang mesti dikoreksi bersama.

"Demikian juga penyalahgunaan otoritas dalam pengelolaan sumberdaya alam, kuatnya oligarki politik dan ekonomi, penyelewengan dan politisasi hukum, dan perusakan etika bernegara masih kuat dalam kehidupan bernegara di negeri ini," kata dia.

Praktik kehidupan politik, ekonomi, dan budaya pasca-reformasi sangat liberal, yang berdampak pada kehidupan yang serba boleh atau pragmatis dan oportunistik, seperti politik uang, politik transaksional, premanisme, dan sikap warga negara yang serba permisif.

"Karenanya, tantangan terbesar saat ini bukanlah mempertentangkan Pancasila dengan ideologi lain serta terus memproduksi isu radikalisme tanpa fokus dan kejelasan pemikiran. Tetapi, bagaimana kita mengaktualisasikan nilai-nilai Pancasila secara otentik dalam realitas sosial, politik, ekonomi, hukum, serta seluruh praktik berbangsa dan bernegara," kata Haedar.

Menurut Hardar, jika Soekarno menyebutkan Pancasila sebagai philosopische grondslag (dasar filosofis) atau Weltanschauung (pandangan dunia), maka Dasar Negara tersebut harus menjadi fondasi bangunan kehidupan berbangsa dan bernegara secara struktural dan aktual dalam perikehidupan berbangsa bernegara.

Artinya, Pancasila harus betul-betul dijadikan nilai penting yang menjiwai dan sekaligus membentuk pemikiran mendasar dalam kehidupan berbangsa dan penyelenggaraan bernegara.

"Selain itu, membuahkan perilaku nyata para pejabat, aparatur, seluruh elite publik dalam menjalankan pemerintahan negara dari pusat sampai daerah," kata Haedar.

Bagi Muhammadiyah, lanjut Haedar, Pancasila tidak bertentangan dengan ajaran Islam. Sebaliknya, nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila sangat sejalan dengan ajaran Islam: Ketuhanan, Kemanusiaan, Persatuan, Musyawarah, dan Keadilan Sosial.

Sejak awal kemerdekaan hingga kini, Muhammadiyah berkomitmen untuk menerima, menjaga, dan mengamalkan Pancasila secara konsisten dalam kehidupan berbangsa, melalui dakwah pencerahan, pendidikan, kesehatan, dan aksi sosial kemanusiaan.

"Muhammadiyah mengunci sikap dasar itu dalam dokumen resmi Negara Pancasila Darul Ahdi Wasyahadah," kata Haedar.

Baca juga artikel terkait HARI LAHIR PANCASILA

tirto.id - Politik
Sumber: Antara
Editor: Bayu Septianto