tirto.id - Dugaan kasus kekerasan seksual yang dilakukan dosen Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Kediri, Jawa Timur terhadap mahasiswinya mencuat. Korban menginginkan penyelesaian yang adil.
"Harapan korban ada penyelesaian yang adil bagi korban," kata Ketua Pusat Studi Gender dan Anak (PSGA) IAIN Kediri, Sardjuningsih saat dihubungi reporter Tirto, Senin (30/8/2021).
PSGA adalah lembaga yang mendampingi mahasiswi korban kekerasan seksual oleh seorang dosen di IAIN Kendiri. Lembaga itu menerima aduan dari korban, lalu memberikan pendampingan untuk membuat laporan ke pihak rektorat menuntut keadilan.
Sardjuningsih mengkonfirmasi kejadian yang menimpa korban, sebagaimana diungkapkan oleh akun Twitter @KBPenyintas. Korban dan terduga pelaku ada di jurusan yang sama, dan kejadian pelecehan seksual itu berulang.
Saat memasuki semester 5, korban mulai mendapatkan kata-kata tak senonoh yang dikirim melalui pesan teks aplikasi oleh pelaku. Isinya dari ajakan bercinta hingga menikah. Korban risih dan merasa trauma, tapi ia tak berani melapor atau sekadar bersuara.
Akhirnya, ada korban lain yang mengalami pelecehan seksual dan melapor. Kasusnya diusut oleh rektorat, namun sang dosen masih berkeliaran bebas melakukan kekerasan seksual.
Kata-kata tak senonoh yang pernah diterima itu dikira korban tak akan berulang, setelah pelaku dilaporkan ke rektorat. Namun saat korban memasuki semester akhir, kekerasan itu berulang.
Sang dosen kebetulan menjadi salah satu dosen pembimbing skripsinya. Ia minta bimbingan dilakukan di rumah dosen, dalam kesempatan itu pelaku melakukan kekerasan seksual, kali ini disertai dengan kekerasan fisik. Ia ditarik, laptop miliknya ikut terjatuh dan rusak.
"Kasus [kekerasan seksual itu] jelas ada. Kami sedang fokus [menanganinya]" kata Sardjuningsih.
Belakangan setelah kasus itu mencuat, rektorat memberikan pernyataan bahwa sang dosen yang semula menjabat sebagai Kepala Program Studi (Kaprodi) Ilmu Al-Qur'an dan Hadits (IAT) tersebut dijatuhi sanksi.
Sanksi pertama bakal dilakukan penurunan jabatan kepada pelaku. Kedua, pelaku tidak diperbolehkan mendapat kenaikan pangkat selama waktu 2 tahun. Sanksi ketiga, sang dosen tidak boleh melakukan bimbingan skripsi kepada mahasiswa selama 2 semester.
Dosen Predator Tak Hanya Satu
Sang dosen mantan Kaprodi memang sudah ditindak dan dijatuhi sanksi. Namun korban lainnya bermunculan, terduga pelaku pelecehan seksual juga dilakukan dosen lain di kampus yang sama.
Para korban juga didampingi oleh PSGA. Namun Sardjuningsih tak mengkonfirmasi berapa total korban yang sedang dalam pendampingan. Ia menyampaikan "maaf" karena tak bisa menyebut secara detail.
Salah satu mahasiswi IAIN Kediri, Jeje --bukan nama sebenarnya-- yang juga menjadi pendamping sekaligus teman korban bilang kepada reporter Tirto, bahwa korban yang didampingi PSGA lebih dari tiga orang. Ia menghubungkan seorang temannya yang menjadi korban dan dua mahasiswi lainnya yang mendapatkan perlakuan dengan modus yang sama untuk mendapatkan pendampingan dari PSGA.
Jeje bilang berdasarkan cerita dari korban, pelaku menggunakan modus ujian lisan kepada para mahasiswi, lalu menyampaikan pertanyaan tak senonoh mulai dari soal celana dalam hingga soal kemaluan. Jika tak menjawab, maka nilai mereka jelek.
Para korban menyebut, mereka yang saat itu mayoritas masih mahasiswa baru diminta ujian lisan satu persatu menghadap pelaku di satu ruangan. Kejadian tersebut sekitar 2018.
Intimidasi Korban & Pendamping
Setelah muncul sejumlah korban, Jeje kemudian mencari dukungan melalui unggahan media sosial. Tak dinyana, unggahannya itu kemudian menimbulkan ancaman.
Para pimpinan senat mencari akun-akun sosial mahasiswa IAIN Kendiri yang mengunggah soal dugaan kasus pelecehan seksual. Jeje menyebut rektorat hendak memberikan sanksi kepada mahasiswa karena dianggap tak menjaga nama baik kampus.
“Aku sama teman-teman mau dihukum, dikasih sanksi kode etik mahasiswa soalnya ikut mengunggah kasus itu di media sosial,” kata Jeje.
Jeje akhirnya menghapus unggahannya di media sosial Facebook setelah kasus tersebut mencuat dan diberitakan sejumlah media. Namun para korban tetap mendapatkan tekanan, mereka didatangi rumahnya dan dihubungi nomor-nomor yang tidak dikenal.
Sejumlah mahasiswa mendesak agar rektorat mengusut tuntas kasus dugaan kekerasan seksual di IAIN Kediri. Belasan mahasiswa melakukan aksi demonstrasi pada Jumat, 27 Agustus 2021.
Kholifah Putri, yang menjadi koordinator lapangan saat demo Jumat lalu bilang kepada reporter Tirto bahwa mereka menuntut rektorat bertindak tegas terhadap semua pelaku. Sebab, diduga dosen yang menjadi pelaku kekerasan seksual terhadap mahasiswi lebih dari satu.
“Kenapa kami sampai melakukan aksi, karena memang kita mengetahui dari para korban pelakunya lebih dari satu, kami merasa tidak adanya keadilan karena yang diproses satu pelaku saja,” kata Putri melalui sambungan telepon, Senin, 30 Agustus 2021.
Dalam tuntutan mereka meminta agar rektor menindak tegas para pelaku dan agar diproses secara hukum. Kemudian meminta agar memulihkan kondisi psikologi dan memberikan keadilan terhadap korban.
Selain itu, mereka menuntut agar kampus berkomitmen menciptakan lingkungan yang ramah gender sehingga kasus kekerasan seksual tidak berulang. Dan meminta agar rektorat transparan dalam membuat sanksi ataupun kebijakan kepada pelaku.
Putri termasuk barisan mahasiswa lainnya mengaku akan berkomitmen untuk mengawal kasus kekerasan seksual ini. Ia berharap kampus terbuka dan tak melakukan tekanan terhadap mahasiswa yang memperjuangkan haknya.
“Kasusnya sangat merugikan mahasiswa. Ketika rektorat menindak kami sebagai pendamping kawan-kawan, mereka juga salah. Kami memperjuangkan hak mahasiswa yang ada di kampus,” kata dia.
Wakil Rektor III IAIN Kediri Wahidul Anam sebelumnya telah memberikan keterangan resmi kepada sejumlah media terkait kasus kekerasan seksual di kampusnya. Namun saat reporter Tirto berupaya melakukan konfirmasi ulang dan permintaan wawancara melalui pesan singkat tak direspons. Sementara panggilan telepon dialihkan.
Penulis: Irwan Syambudi
Editor: Abdul Aziz