tirto.id - Menteri Keuangan, Sri Mulyani, akan menginvestigasi penyebab turunnya Purchasing Manager’s Index (PMI) manufaktur yang pada Juli 2024 ini posisinya berada di level 49,3 atau lebih rendah dari posisi bulan Juni yang sebesar 50,7. Angka PMI manufaktur Juni itu pun sebenarnya juga menurun dibandingkan posisi Mei 2024.
“Pada bulan yang lalu juga sudah terjadi koreksi menurun dan sekarang turun di bawah 50,” tutur Sri Mulyani usai konferensi pers hasil rapat berkala KKSK, di Jakarta, Jumat (2/8/2024).
Sri Mulyani bilang bahwa salah satu penyebab anjloknya angka PMI manufaktur itu adalah penurunan permintaan baru atas barang-barang manufaktur yang mengalami moderasi. Sebab lain berasal dari penurunan permintaan di dalam negeri maupun ekspor, baik karena faktor musiman maupun kompetensi barang-barang impor.
“Ini terutama barang-barang konsumsi. Kami akan lakukan investigasi demand side. Permintaan domestik melemah, ekspor untuk negara-negara yang ekonomi mengalami kecenderungan melemah,” tegasnya.
Menurut Sri Mulyani, PMI manufaktur sangat dipengaruhi oleh kinerja industri, termasuk tekstil dan alas kaki. Namun, pada saat yang sama, ada beberapa industri yang belum masuk dalam hitungan PMI manufaktur, di antaranya sektor hilirisasi dan minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO) yang justru menyumbang pertumbuhan tinggi pada perekonomian nasional.
“Kita akan lihat dampaknya dari seluruh makro ekonomi,” imbuh dia.
Menteri Keuangan meyakinkan bahwa angka PMI manufaktur akan mengalami perbaikan seiring dengan menguatnya perekonomian nasional tahun depan. Apalagi, dia melihat indeks kepercayaan bisnis dari para pengusaha nasional masih cukup kuat.
Sebagai informasi, Indeks Kepercayaan Industri (IKI) Juli 2024 tercatat sebesar 52,40, melambat dibanding bulan sebelumnya yang sebesar 52,50. Meski turun, IKI Juli 2024 masih dalam level ekspansi.
“Ada suatu optimisme dan kita akan terus eksplor. Bahwa volume penjualan mereka produksinya akan meningkat seiring kondisi market yang tahun depan menguat. Itu memberikan harapan. Sehingga, kita harapkan koreksi PMI ini sifatnya sementara,” harap Sri Mulyani.
Sementara itu, untuk mendongkrak kinerja industri, pemerintah bersama Bank Indonesia dan OJK akan melakukan berbagai upaya kolaboratif. Sebagai contoh, pemerintah telah mengeluarkan aturan bea masuk anti-dumping untuk menjaga agar kinerja ekspor nasional tetap apik.
“Kalau industri konstruksi dan pendukungnya kita menggunakan insentif perpajakan. Pak Gub (Gubernur BI, Perry Warjiyo) pakai likuiditas. Untuk hilirisasi, ada insentif perpajakan dan dukungan proteksi dalam negeri dan dari sisi value change. Kita akan melihat industry by industry. Khususnya, industri yang menyerap tenaga kerja seperti tekstil, garmen, dan lain-lain,” jelas Sri Mulyani.
Penulis: Qonita Azzahra
Editor: Fadrik Aziz Firdausi