tirto.id - Rumah yang terletak di Jalan Brawijaya Raya Nomor 6, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Minggu (19/11/2023) sore, tampak dipenuhi puluhan awak media. Rumah berlantai dua tersebut merupakan kediaman Wakil Presiden RI ke-10 dan ke-12, Jusuf Kalla (JK). JK akan kedatangan tamu sore itu, yakni bakal calon presiden (capres) Ganjar Pranowo.
Keduanya bertemu pada pukul 16.00 WIB dengan mengenakan kemeja batik. Persamuhan yang berlangsung 60 menit itu disebut Ganjar dan JK membicarakan aspek kebangsaan dan ihwal politik saat ini. Mereka sama-sama sepakat mendesak aparatur negara bersikap netral dalam mengawal Pemilu 2024 mendatang.
Lebih lanjut, dalam sesi tanya jawab dengan awak media, JK tampak menyetujui pendapat Ganjar Pranowo yang menilai terjadi kemerosotan dalam penegakan hukum saat ini. Pendapat Ganjar tersebut memang belakangan menjadi pembicaraan karena menyasar pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi).
“Soal hukum ini ya seperti dikatakan, kalau di Makassar saya baca, Pak Ganjar mengatakan (memberi nilai) 5 gitu kan. Ya saya kira Anda juga mungkin sependapat itu, terutama karena suasana terakhir ini kan. Ini yang menentukan bangsa ke depan, sangat penting sekali,” kata Jusuf Kalla.
JK menambahkan, semua pihak pasti menginginkan menjaga bangsa Indonesia mencapai visi Indonesia Emas 2045. Mimpi yang beberapa kali digaungkan juga oleh Presiden Jokowi.
“Tapi syaratnya adalah berlakulah adil, berlakulah netral, begitu tidak, maka bangsa ini akan mengalami masalah,” tambah JK.
Dalam kesempatan tersebut, Ganjar juga kembali memperkuat pendapatnya soal rapor merah penegakan hukum pemerintahan Jokowi. Menurutnya, kejadian akhir-akhir ini yang membuat dirinya melayangkan nilai sedemikian rendah dalam penegakan hukum.
“Tentu dengan kejadian terakhir, angka itu menjadi tidak sama seperti sebelumnya alias turun lah skornya,” kata Ganjar.
Sebelumnya, pendapat tersebut dilontarkan Ganjar ketika menjadi tamu dalam acara Sarasehan Nasional Ikatan Keluarga Alumni (IKA) Universitas Negeri Makassar (UNM). Saat itu, dia ditanya oleh akademisi UGM, Zainal Arifin Mochtar, soal pendapatnya terhadap penegakan hukum pemerintahan Jokowi.
Ganjar memberikan skor 5 dari skala penilaian 1 hingga 10, soal rapor penegakan hukum pemerintahan Jokowi. Ganjar sendiri menghadiri acara tersebut menggunakan pakaian hitam. Hal itu dinilainya sebagai ekspresi atas keadaan Indonesia saat ini.
“Dengan adanya kasus di MK nilainya jeblok. Karena dengan kejadian itu, persepsi publik hari ini jadi berbeda, yang kemarin kelihatan tegas, hari ini dengan kejadian-kejadian terakhir jadi tidak demikian. Maka nilainya jeblok,” ucap Ganjar dalam acara itu, Sabtu (18/11/2023) lalu.
Ganjar mengacu pada kontroversi putusan MK Nomor 90/2023 yang memicu reaksi keras di masyarakat. Putusan MK yang prosesnya terbukti melanggar etik ini dinilai sejumlah kalangan memberikan karpet merah bagi putra sulung Presiden Jokowi, Gibran Rakabuming Raka, menjadi bakal calon wakil presiden (cawapres) pada Pemilu 2024. Gibran mendampingi bakal calon presiden (capres) Koalisi Indonesia Maju (KIM), Prabowo Subianto.
Hasil Survei Penegakan Hukum Era Jokowi
Pernyataan Ganjar soal penegakan hukum di era Jokowi lembek perlu diuji lebih saksama, bagaimana persepsi publik selama ini terkait potret hukum di negeri ini. Salah satu indikatornya, melihat tingkat kepuasan publik terhadap penegakan hukum era Jokowi melalui hasil survei dari beberapa lembaga.
Sejumlah lembaga survei belakangan ini juga sempat memotret kepuasan masyarakat terhadap penegakan hukum pemerintahan Presiden Jokowi. Hasil yang didapatkan bisa dibilang cukup bervariatif dengan parameter kepuasan yang berbeda-beda.
Hasil survei Arus Survei Indonesia (ASI) periode 3-8 November 2023, menampilkan sejumlah persoalan utama yang dihadapi bangsa Indonesia saat ini. Permasalahan korupsi, yang merupakan salah satu instrumen penegakan hukum, menjadi masalah utama Indonesia saat ini menurut responden.
Korupsi menjadi kategori masalah dengan angka responden terbanyak yaitu 30,1 persen. Masalah utama selanjutnya adalah kemiskinan (24,4 persen), pengangguran (21,4 persen), kesenjangan sosial (7,3 persen), dan utang negara yang terus meningkat (6,7 persen). Dari survei ini juga diperlihatkan bahwa masalah korupsi masih menjadi persepsi utama masyarakat lintas generasi.
“Jika dibedah berdasarkan usia/generasi, 'masalah korupsi' menjadi keprihatinan hampir semua generasi, mulai dari Gen Milenial, Gen X, Baby Boomer, hingga generasi Pre-Boomer,” tulis hasil survei ASI tersebut.
Sementara itu, Survei Indikator Politik periode 27 Oktober-1 November 2023 menampilkan hasil bahwa 56,2 persen responden menganggap keamanan nasional saat ini baik. Ada 26,3 persen responden yang merasa keamanan nasional sedang dan 12,4 persen buruk.
Dalam penegakan hukum, angka responden yang merasa penegakan hukum saat ini buruk 20,7 persen. Sedangkan responden yang menganggap penegakan hukum saat ini sedang ada 33 persen dan yang merasa baik ada 38,5 persen.
Kendati demikian, aspek pemberantasan korupsi terlihat masih butuh pembenahan serius. Angka responden yang merasa pemberantasan korupsi negeri ini sudah baik hanya 31,1 persen. Skor ini bersaing dengan responden yang merasa pemberantasan korupsi masih buruk, yakni 30,4 persen. Sebanyak 28 persen responden menilai sedang dalam aspek pemberantasan korupsi.
“Persepsi terhadap pemberantasan korupsi terbelah sangat besar, yang menilai negatif sedikit lebih banyak ketimbang yang menilai positif,” tulis Survei Indikator Politik dalam hasil surveinya.
Di sisi lain, survei Litbang Kompas periode Agustus 2023 menunjukan hasil lebih baik dari kerja-kerja pemerintah di bidang penegakan hukum pada survei Litbang Kompas sebelumnya. Kepuasan di bidang penegakan hukum berada di angka 61,9 persen.
Namun, membandingkan dengan survei-survei lain sebelumnya, tingkat kepuasan terhadap kinerja pemerintah di bidang hukum ini bukanlah yang tertinggi.
“Dari 11 kali survei yang pernah dilakukan Litbang Kompas sejak 2019, rekor kepuasan publik pada kerja-kerja pemerintah di bidang hukum tercatat tertinggi terjadi pada survei periode Januari 2022 dengan tingkat kepuasan mencapai 65,9 persen,” tulis Litbang Kompas, Selasa (22/8/2023).
Dibandingkan dengan hasil survei periode Mei 2023, pencapaian ini mengalami sejumlah peningkatan. Penuntasan kasus kriminal menjadi aspek dengan tingkat kepuasan paling tinggi, yakni 60,2 persen. Sedangkan kepuasan terhadap upaya pemerintah memberantas praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme mencapai angka 55,9 persen.
Respons Koalisi Indonesia Maju
Koalisi Indonesia Maju (KIM) mempertanyakan pernyataan yang dilontarkan Ganjar terkait merosotnya penegakan hukum pemerintah Jokowi. Mereka bahkan menilai, seakan-akan Ganjar mengkritik cawapresnya sendiri yang seorang Menkopolhukam saat ini, Mahfud MD.
Seperti yang dilontarkan Wakil Komandan Komunikasi TKN Prabowo-Gibran, Herzaky Mahendra Putra, yang menilai baru kali ini seorang capres mengkritisi cawapresnya sendiri.
“Mungkin sebelum berniat memperbaiki kinerja penegakan hukum dengan menjadi wapres ke depannya, sebaiknya Pak Mahfud fokus dulu bekerja dengan optimal sebagai Menkopolhukam,” ungkap Herzaky dihubungi reporter Tirto, Minggu (19/11/2023).
Ia menegaskan, KIM mendukung penuh upaya perbaikan penegakan hukum di berbagai lini. Herzaky juga mengapresiasi kinerja para penegak hukum. “Namun, tetap ruang koreksi, kritikan, masukan, harus tetap ada. Agar penegakan hukum Indonesia semakin membaik ke depannya,” sambungnya.
Dalam keterangan terpisah, Sekretaris Jenderal Partai Bulan Bintang (PBB), Afriansyah Noor, menilai bahwa penilaian soal penegakan hukum harus dilakukan secara jelas. Menurutnya, pendapat yang dilontarkan Ganjar merupakan sebuah asumsi liar. Lebih jauh, ia menganggap hal tersebut sebagai framing tidak jelas terhadap Jokowi.
“Sangat liar dan lebih kepada framing tidak jelas, hanya drakor (drama Korea),” ungkap Ferry.
Teranyar, giliran Ketua Harian DPP Gerindra, Ahmad Sufmi Dasco, yang menilai pernyataan Ganjar seharusnya merupakan evaluasi internal. Dasco lantas mempertanyakan penilaian Ganjar apakah pernyataan itu merupakan evaluasi Ganjar-Mahfud atau pribadi.
“Karena kalau saya lihat juga di situ kan ada Pak Mahfud sebagai penanggungjawab Polhukam,” kata Dasco di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (20/11/2023).
Di sisi lain, Ketua DPP PDIP Puan Maharani yakin pernyataan Ganjar soal angka penegakan hukum jeblok di era Jokowi tidak sembarangan. Ia yakin Ganjar punya data tentang klaim tersebut.
“Ya Pak Ganjar menyatakan hal tersebut pasti mempunyai data yang beliau sampaikan,” kata Puan saat ditemui di kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin (20/11/2023).
Puan mengatakan, sudah seharusnya penegakan hukum di Indonesia sesuai aturan. Ia berharap penegakan hukum tidak bernuansa tebang pilih di masa depan.
Cawapres Ganjar sekaligus Menkopolhukam saat ini, Mahfud MD ikut buka suara. Mahfud menjelaskan, yang dimaksud Ganjar mengalami penurunan dalam penegakan hukum adalah akibat putusan MK nomor 90/2023 yang terbukti dalam prosesnya melanggar etik.
Ia menegaskan bahwa penegakan hukum yang merosot itu bukan menyasar dirinya. Lebih lanjut, Mahfud bahkan mengutip survei Litbang Kompas untuk mendukung argumennya.
“Kalau mau objektif, Anda lihat hasil survei Kompas terakhir. Penegakan hukum itu 64, tertinggi sepanjang pemerintahan Pak Jokowi. Bidang politik dan keamanan 76, tertinggi sepanjang pemerintahan Pak Jokowi, dan itu Menkopolhukamnya saya,” tuturnya.
Pernyataan Ganjar Itu Kritik atau Gimik Politik?
Analis politik dari Universitas Padjadjaran Kunto Adi Wibowo menilai kritik Ganjar memiliki argumen yang valid. Apalagi, setelah putusan MK Nomor 90/2023 yang memantik banyak kritik dari publik.
Sayangnya, kata dia, Ganjar terlalu menggeneralisasi sasaran kritiknya sehingga argumennya mudah diserang kubu lawan.
“Ganjar terlalu gebyah uyah atau terlalu menggeneralisasi nilai penegakan hukum di era Pak Jokowi. Kalau dia spesifik kasus hukumnya dan fenomena hukumnya, mungkin akan lebih mantap itu kritiknya,” kata Kunto dihubungi reporter Tirto, Senin (20/11/2023).
Sementara itu, Kunto mengingatkan bahwa aspek penegakan hukum sangat luas. Sehingga diperlukan kehati-hatian dalam membaca hasil survei soal kepuasan penegakan hukum.
“Kalau orang ditanya penegakan hukum secara umum bingung dan akhirnya oke-oke saja kan. Jadi menurut saya kita yang harus hati-hati dengan benchmark hasil survei,” terangnya.
Sementara itu, peneliti Indonesia Political Opinion (IPO), Dedi Kurnia Syah menyampaikan bahwa kritik yang dilayangkan Ganjar justru berpotensi merugikan dirinya. Kritik Ganjar, kata dia, bisa jadi merupakan bentuk depresi politik, karena elektabilitasnya yang masih sulit bersaing dengan Prabowo Subianto.
“Itulah sebab ia layangkan kritik ke pemerintah, tetapi lupa jika penegakan hukum adalah wilayah cawapresnya sendiri yakni Mahfud MD,” ujar Dedi dihubungi reporter Tirto.
Menurutnya, Ganjar masih dianggap bagian dari Jokowi karena sesama kader PDIP, sehingga kritik itu akan sulit dipercaya publik. Selanjutnya, kelompok pemilih yang kritis terhadap pemerintah, sebetulnya sudah terkonsentrasi cenderung ke capres Anies Baswedan.
“Ini juga akan menyulitkan Ganjar meraup suara dari ceruk itu,” tambah Dedi.
Analis politik dari Universitas Al Azhar Indonesia Ujang Komarudin menilai pernyataan Ganjar bisa dinilai sebagai kritik sekaligus gimik politik. Sayangnya, sebagai kritik pendapat itu dinilai Ujang malah menjadi kontraproduktif.
“Tapi kalau Ganjar yang kritik itu jadi kontraproduktif karena bagaimanapun kritikan bagus tapi di saat yang sama cawapresnya Pak Mahfud yang Menkopolhukam dan punya tugas membenahi hukum,” kata Ujang dihubungi reporter Tirto.
Menurut Ujang, memang harus ada second opinion dari lembaga survei. Namun, hasil temuan survei harus dipaparkan dengan jujur sebagaimana kondisi penegakan hukum saat ini. Ia sendiri menilai penegakan hukum saat ini masih morat-marit dan jauh panggang dari api.
“Pihak pemerintah dan Jokowi akan menganggap (kritik) ini karena Ganjar tidak didukung Jokowi dan marah maka mengkritik,” ujar Ujang.
Sementara itu, ia menilai wajar reaksi keras yang dilayangkan Koalisi Indonesia Maju. Menurutnya, mereka merasa bahwa Jokowi dan Gibran telah diserang oleh kritik Ganjar.
“Ini kan serangan terhadap Jokowi dan kebetulan Gibran adalah Cawapres Prabowo di KIM. Tentu yang keras mengkritik adalah pihak KIM karena dianggap menyerang Jokowi,” terangnya.
Penulis: Mochammad Fajar Nur
Editor: Maya Saputri