tirto.id - Kembali meningkatnya kasus COVID-19 di Indonesia terpicu karena terus bermutasinya virus Corona, di antaranya adalah sub-varian Omicron BA.4 dan BA.5 yang mendorong gelombang infeksi baru di Tanah Air.
Terbaru, 'Centaurus' atau subvarian Omicron BA.2.75 yang sudah terdeteksi di Indonesia dari tiga warga berdasarkan laporan Kementerian Kesehatan pada 18 Juli lalu juga telah menimbulkan kekhawatiran baru.
Bentuk lain dari virus yang terdeteksi pertama kali di India pada Mei lalu itu telah menarik perhatian otoritas kesehatan di seluruh dunia, termasuk mantan Penasihat Senior Gedung Putih, Andi Slavitt.
Subvarian baru ini diperkirakan menyebar pada tingkat yang lebih cepat daripada kerabat Omicron sebelumnya, varian BA.5, BA.4, dan BA.2.
Saat ini 'Centaurus' telah terdeteksi di sekitar 10 negara lain, termasuk Inggris, AS, Australia, Jerman dan Indonesia. Varian ini memiliki 11 mutasi unik dari BA.5.
"Ini memberikan petunjuk yang kuat tentang apa yang akan terjadi di masa depan. Dunia yang kita tinggali adalah dunia dengan tidak hanya gelombang yang terus menerus, tetapi gelombang (Corona) yang begitu sering," kata Slavitt melalui akun resmi Twitternya pekan lalu.
Karenanya, lanjut Slavitt, salah satu perhatian utama dalam memerangi virus adalah gambaran yang lebih jelas yang muncul tentang seberapa sering dan secara radikal virus itu bermutasi dan menciptakan gelombang baru yang dapat mendorong banyak infeksi ulang.
Epidemiolog dari Griffith University Dicky Budiman mengatakan, virus COVID-19 subvarian BA.2.75 kemungkinan lebih berbahaya dibandingkan varian COVID-19 lain seperti alpha, omicron maupun BA.4 dan BA.5.
Virus BA.2.75 ini, kata Dicky, bukan hal yang bisa dianggap remeh, karena kemampuannya setidaknya sama dengan subvarian Omicron BA.5.
“Yang membuat saya mau berhipotesis seperti itu karena pertama data yang ada saja dalam waktu yang relatif singkat memperlihatkan kemampuan dia dalam menginfeksi, menular itu jauh lebih efektif,” ucap Dicky kepada Tirto, Jumat (8/7/2022) lalu.
Dikutip The Guardian Post, Pusat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Eropa (ECDC) menetapkan BA.2.75 sebagai "varian dalam pemantauan" pada 7 Juli, yang berarti ada indikasi bahwa itu bisa lebih menular.
Kekhawatiran ini dipicu oleh banyaknya mutasi yang dikandung BA.2.75 dibandingkan dengan pendahulunya Omicron.
Kekhawatiran lainnya adalah bahwa perubahan genetik dapat membuat virus lebih mudah melewati antibodi, protein pelindung yang dibuat oleh tubuh sebagai respons terhadap vaksin atau infeksi dari varian sebelumnya.
Tetapi para ahli mengatakan vaksin dan booster masih merupakan pertahanan terbaik melawan Covid yang parah.
Shishi Luo, kepala penyakit menular untuk Helix, sebuah perusahaan yang memasok informasi pengurutan virus ke Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit AS (CDC), mengatakan, BA.2.75 adalah pengingat lain bahwa virus corona terus berkembang dan menyebar.
“Kita harus menerima bahwa kita sekarang hidup dengan tingkat risiko yang lebih tinggi daripada dulu,” ujarnya seperti diwartakan Time.
Apa Itu Centaurus, Subvarian Omicron BA.2.75?
Seperti BA.4 dan BA.5, Centaurus adalah sub-varian yang lebih menular dari strain Omicron COVID-19.
Centaurus mengandung mutasi yang sama dengan strain BA.2, ditambah beberapa mutasi tambahan di atasnya, oleh karena itu disebut BA.2.75.
Sejumlah besar mutasi yang memisahkan varian baru dari pendahulu Omicron inilah yang memicu kekhawatiran para ahli.
Beberapa dari mutasi tersebut berada di area yang berhubungan dengan protein lonjakan dan memungkinkan virus untuk mengikat sel secara lebih efisien.
Selain itu, perubahan genetik dapat membuat virus lebih mudah melewati antibodi, protein pelindung yang dibuat oleh tubuh sebagai respons terhadap vaksin atau infeksi dari varian sebelumnya, sehingga lebih mudah menular.
Tetapi meskipun Centaurus dianggap sangat menular dan mampu menghindari vaksin dan kekebalan dari infeksi sebelumnya, masih belum diketahui apakah itu menyebabkan penyakit yang lebih serius daripada varian lainnya, dan mungkin masih kurang menular daripada BA.4 dan BA.5 .
"Sebuah studi baru-baru ini menunjukkan bahwa itu kurang kebal dari BA.4/5 dengan infeksi dan vaksinasi Omicron sebelumnya," kata Dr Benjamin Schwessinger dari Australian National University dikutip The Thaiger.
"Pada saat yang sama penelitian menemukan bahwa itu lebih kebal pada individu dengan infeksi Delta sebelumnya. Oleh karena itu, keuntungan pertumbuhan BA.2.75 mungkin sangat bergantung pada populasi," tukasnya.
Editor: Iswara N Raditya