tirto.id - Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) soal syarat usia capres-cawapres menuai kontroversi. Sebab, putusan ini dinilai sarat dengan kepentingan politik dan terbukti melanggar etik berdasarkan putusan Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK). Anwar Usman pun dipecat dari jabatan Ketua MK.
Di sisi lain, putusan MK terkait perubahan syarat usia capres-cawapres tetap berlaku, sehingga putra sulung Presiden Joko Widodo, Gibran Rakabuming Raka tetap bisa maju sebagai cawapres dari Prabowo Subianto.
Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI pun telah menetapkan tiga pasangan capres-cawapres sebagai peserta pemilu serentak 2024, yaitu: Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar, Ganjar Pranowo-Mahfud MD, serta Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka.
Akan tetapi, suara sumbang terkait pencalonan Gibran tetap saja muncul. Masih banyak yang mempersoalkan masalah etik dalam putusan MK yang dianggap memberikan karpet merah bagi Gibran. Sebaliknya, Koalisi Indonesia Maju (KIM) yang menjagokan Gibran, bersikukuh bahwa pencalonan Gibran telah sesuai konstitusi dan aturan yang berlaku.
Fenomena tersebut lantas direkam oleh sejumlah lembaga dalam survei yang mereka lakukan. Setidaknya ada 3 lembaga yang merilis tren elektabilitas para paslon dan pengaruh isu tertentu, seperti putusan MK dan dinasti politik dalam pencalonan Gibran pada Pilpres 2024, yakni Indikator Politik, Charta Politica, dan Populi Center.
Dalam survei Indikator yang dilakukan pada 27 Oktober-1 November 2023 terhadap 1.220 responden dengan margin of error 2,9 persen, isu putusan MK dan dinasti politik ternyata tidak banyak berpengaruh terhadap persepsi publik. Elektabilitas Prabowo bahkan naik setelah berpasangan dengan Gibran meski dihantam isu etik dan dinasti politik.
Pada hasil survei tren 3 nama, elektabilitas Prabowo naik dari 37 persen menjadi 40,6 persen. Sementara itu, Ganjar turun dari 34,8 persen menjadi 27,8 persen. Sedangkan elektabilitas Anies naik sedikit dari 22,3 persen menjadi 23,7 persen.
Saat disimulasi tiga pasangan calon, Prabowo-Gibran mengantongi 39,7 persen atau yang tertinggi. Posisi kedua adalah Ganjar-Mahfud dengan 30 persen dan Anies-Muhaimin di urutan buncit dengan elektabilitas 24,4 persen.
Hal lain yang menarik dari survei Indikator adalah pengaruh Gibran dan isu politik dinasti. Meski ada penurunan, sekitar 56,5 persen orang masih setuju dengan Putusan MK, sementara 28,8 persen menolak putusan MK. Mayoritas adalah pendukung Prabowo-Gibran (52,2 persen) dan penolak dengan penolak tertinggi dari kubu Ganjar-Mahfud (37,4 persen).
Sementara itu, dalam isu politik dinasti, sekitar 42,9 persen menyatakan biasa saja atau naik dari 33,7 persen dari hasil suvei sebelumnya pada 16-20 Oktober 2023. Kemudian, 7,2 persen tidak begitu mengkhawatirkan atau naik dari sebelumnya 5,9 persen. Sedangkan pihak yang menilai sangat mengkhawatirkan turun dari 14,6 persen menjadi 10,2 persen. Angka yang cukup mengkhawatirkan juga turun dari 33,3 persen menjadi 29 persen.
Temuan yang sama juga dirilis Populi Center. Dalam survei periode 29 Oktober-5 November 2023 terhadap 1.200 responden dan margin of error 2,83 persen, Populi merekam ada 53,1 persen responden setuju dengan keputusan MK tentang batas umur capres-cawapres.
Populi Center juga merekam 15,8 persen menerima putusan MK dan 46,3 persen menyatakan biasa saja. Sementara itu, mereka yang tidak bisa menerima putusan MK ada 9,2 persen serta tidak mau menjawab 10,5 persen.
Sementara itu, saat ditanya lebih lanjut soal politisi pindah partai, ada sekitar 46,7 persen responden menilai biasa saja dan 15,3 persen menerima keputusan itu. Sedangkan 9,5 persen menolak pandangan pindah partai wajar.
Dalam simulasi perolehan suara, paslon Prabowo-Gibran berada di peringkat teratas dengan angka 43,1 persen. Kubu Ganjar-Mahfud 23 persen dan Anies-Muhaimin 22,3 persen. Bahkan, dalam survei Populi, sekitar 42,5 persen responden yakin Prabowo-Gibran bisa memenangkan pemilu satu putaran, disusul Ganjar-Mahfud 21,9 persen dan Anies-Muhaimin 18,4 persen.
Temuan berbeda justru diliris lembaga survei Charta Politica [PDF]. Mereka melihat paslon Ganjar-Mahfud lebih diyakini mengalami kenaikan elektabilitas dari survei pada 13-17 Oktober 2023 dan 26-31 Oktober 2023. Dalam survei 26-31 Oktober 2023, terdapat 2.400 responden dengan margin of error 2 persen.
Berdasarkan data Charta Piolitica, elektabilitas Ganjar-Mahfud naik dari 34,8 persen menjadi 36,8 persen. Paslon Prabowo-Gibran mengalami pertumbuhan 33,2 persen menjadi 34,7 persen. Sementara itu, Anies-Cak Imin turun dari 25,8 persen menjadi 24,3 persen.
Masih dalam survei yang sama, sekitar 48,9 persen responden menilai Gibran tidak layak menjadi cawapres dengan alasan terlalu muda (55,4 persen), praktik politik dinasti (26,7 persen) dan bentuk nyata penyalahgunaan kekuasaan oleh Jokowi (12,4 persen). Sekitar 49,3 persen responden menyebut sebagai dinasti politik dan sekitar 59,3 persen responden menolak dinasti politik.
Berdasarkan tiga survei di atas, ditemukan setidaknya dua kesamaan. Pertama, elektabilitas Prabowo-Gibran masih bersaing, bahkan menang, meski diterpa isu putusan MK dan politik dinasti. Kedua adalah soal posisi elektabilitas Anies-Muhaimin yang masih berada di bawah dua kandidat capres-cawapres lain.
Menanggapi posisi kandidat yang selalu berada di bawah, Ketua Harian Tim Pemenangan Nasional Anies-Muhaimin (Timnas AMIN), Sudirman Said, mengklaim ada perhitungan yang tidak diperhatikan lembaga survei sehingga angka Anies-Muhaimin masih di bawah paslon lain.
“Karakter kita ketika ngomong survei tidak langsung menjawab dengan terus terang,” kata Sudirman di Rumah Koalisi Perubahan di Kebayoran Baru, Jakarta Selatan pada Jumat (10/11/2023).
Oleh karena itu, kata dia, Anies-Muhaimin dan timnya mengincar pada ceruk pemilih yang belum menentukan pilihan atau memilih calon lain, tetapi belum yakin secara mantap.
“Simpanan atau tabungan kita adalah pada ceruk yang belum menentukan pilihan atau memilih di tempat lain tetapi belum mantap," kata dia.
Ia menilai, jumlah pemilih yang belum menentukan pilihan ini lebih besar daripada persentase pemilih AMIN. Selain itu, mereka menilai temuan tidak sesuai daripada saat mereka bertemu konstituen di daerah secara individu dan kelompok.
“Gimana menjelaskan bagaimana bergelombang dukungan ini dengan angka survei, teman-teman melihat ini harus dengan kritis. Bayangkan dukungan berdatangan dengan massa yang besar," kata dia.
Sementara itu, Komandan Hukum dan Advokasi Tim Kampanye Nasional (TKN) Prabowo-Gibran, Habiburokhman, menyoroti soal kritik putusan MK, termasuk kritik yang disampaikan Ketua Umum PDIP, Megawati Soekarnoputri beberapa waktu lalu. Ia meminta bukti intervensi terhadap putusan MK.
“Coba tunjukkan kepada kami. Persoalan intervensi ini di mana dalam putusan MKMK sekalipun, terbukti adanya intervensi tidak ada. Jadi makanya kami terima nasihat Ibu Mega soal bagaimana menjaga pemilu tidak curang dan sebagainya. Tapi contoh-contoh yang dirujuk menurut kami kurang tepat, tidak ada masalah bagi kami ya,” kata Habiburokhman di DPR, Senin (13/11/2023).
Ia menambahkan, “Mungkin saja ada orang yang menyampaikan info-info yang kurang detail, kurang lengkap kepada Ibu Mega.”
Di saat yang sama, ia mengaku kenaikan suara tidak lepas dari tren publik setelah Prabowo maju bersama Gibran. Ia yakin narasi pemenangan satu putaran bisa terjadi.
“Sekarang trennya begitu Anda lihat, ya lonjakan surveinya Pak Prabowo begitu berpasangan dengan Mas Gibran. Kan kalau saya orang Jakarta Timur manggilnya Bang Gibran sekitar hampir 3 kali margin of error atau hampir 10 persen. Apalagi kalau hari ini sudah penetapan,” kata Habiburokhman.
Mengapa Isu MK Tak Berpengaruh ke Elektabilitas?
Pemerhati politik dari Universitas Al Azhar Indonesia, Ujang Komarudin, menilai elektabilitas Prabowo-Gibran tetap tertinggi karena isu yang saat ini ramai di publik adalah isu elite yang hanya dengan latar pendidikan tertentu.
“Artinya ketika survei elektabilitas Prabowo-Gibran itu masih tinggi, masih unggul dibandingkan capres-cawapres yang lain, karena di masyarakat kelas bawah, di bawah, isu tuduhan politik dinasti dan isu soal MK itu tidak berdampak, tidak mengenai mereka dan mereka cuek-cuek aja," kata Ujang, Selasa (14/11/2023).
Sementara itu, kata dia, alasan AMIN masih rendah dalam survei, tetapi ramai saat mereka membuat kegiatan di sejumlah daerah, diduga akibat tiga kemungkinan. Pertama, massa dimobilisasi oleh tim AMIN; kedua, mengadakan kegiatan dengan menggunakan hadiah seperti motor atau mobil; dan ketiga adalah bisa saja simpatisan yang memang mendukung AMIN.
“Tetapi saya melihat kenapa survei Anies-Cak Imin belum tinggi, padahal jumlahnya besar? Itu ada 3 faktor itu. Mungkin yang loyalnya yang mendukung jumlahnya tidak terlalu banyak. Yang banyak mungkin bisa dimobilisasi atau pun bisa karena hadiah itu,” kata dia.
Sementara itu, analis politik dari Universitas Multimedia Nusantara (UMN), Silvanus Alvin, menilai bahwa angka survei Gibran dapat dilihat dari beragam faktor. Pertama, perlu dilihat timeline pelaksanaan survei tersebut, apakah usai putusan MK atau tidak. Bila dilakukan di masa pascaputusan MK, maka perlu didalami latar belakang dan tipikal dari respondennya.
“Isu-isu negatif terkait keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) dan politik dinasti mungkin belum sepenuhnya merasuki opini publik atau bisa saja diabaikan oleh sebagian besar pemilih. Bisa saja, misal mayoritas responden tidak melek politik atau bukan tipe yang mengikuti perkembangan politik nasional, sehingga mereka memberikan tanggapan based on popularitas tokoh semata,” kata Alvin, Selasa (14/11/2023).
Dalam kacamata Alvin, Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming adalah tokoh yang cukup dikenal di tingkat nasional. Media dan narasi politik dapat memainkan peran besar dalam membentuk persepsi masyarakat terhadap mereka.
Kedua, Alvin menilai, kehadiran partai politik yang besar juga memengaruhi. Tentunya, ada narasi positif yang mereka diseminasikan kepada publik, sehingga narasi negatif bisa terabaikan. Hal ini, kata Alvin, pula yang dapat menciptakan perbedaan signifikan dalam elektabilitas Prabowo-Gibran.
Kemudian, popularitas daerah juga memengaruhi elektabilitas kandidat. Saat ini, kata Alvin, Prabowo-Gibran punya jabatan sehingga dikenal publik.
“Ketiga, popularitas di tingkat daerah, hasil kinerja sebelumnya, dan isu-isu lokal juga dapat memengaruhi elektabilitas kandidat. Prabowo sebagai Menhan saat ini, kemudian Gibran juga salah satu tokoh kuat sekaligus wali kota terpilih di Solo serta label anak presiden,” kata Alvin.
Sementara itu, kata Alvin, posisi AMIN menjadi rendah karena media hanya sedikit memberitakan AMIN. Ia menilai, opini publik saat ini dipengaruhi oleh media sehingga isu hanya fokus pada Prabowo-Gibran dan Ganjar-Mahfud.
“Pasangan AMIN mungkin diberitakan, tapi karena kegiatannya jauh dari 'drama politik', bisa saja publik kurang meresapi atau menaruh perhatian. Hal ini terefleksi di survei," kata Alvin.
Akan tetapi, Alvin mengingatkan bahwa pemilih saat ini rata-rata adalah Gen Z dan milenial yang biasanya menentukan pilihan di akhir.
“Namun, patut digarisbawahi kembali hasil survei bukan segalanya. Karena pemilih saat ini, yang mayoritas kalangan muda punya tipikal memutuskan di akhir, yang masuk kategori swing voters," kata Alvin.
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Abdul Aziz