Menuju konten utama
Pilkada Serentak 2024

Menelaah Pergantian 101 Kepala Daerah yang Habis Masa Jabatan 2022

Pelantikan penjabat kepala daerah akan dilakukan bertepatan saat gubernur, bupati dan wali kota selesai masa jabatannya.

Menelaah Pergantian 101 Kepala Daerah yang Habis Masa Jabatan 2022
Sembilan pasang gubernur dan wakil gubernur terpilih diambil sumpah jabatannya saat pelantikan oleh Presiden Joko Widodo di Istana Negara, Jakarta, Rabu (5/9/2018). ANTARA FOTO/Puspa Perwitasari/aww/18.


tirto.id - 101 kepala daerah yang terdiri atas 7 gubernur, 76 bupati, dan 18 wali kota akan habis masa jabatannya tahun ini. Kekosongan jabatan ini akan diisi penjabat kepala daerah dan menjadi pembahasan serius setelah Presiden Joko Widodo meminta posisi tersebut diisi oleh figur yang baik dengan penuh seleksi.

“Seleksi figur-figur pejabat daerah betul-betul dilakukan dengan baik, sehingga kita mendapatkan pejabat daerah yang capable, memiliki leadership yang kuat, dan menjalankan tugas yang berat di tengah situasi ekonomi global yang tidak mudah. Sehingga penyiapan pemilu dan pilkada serentak 2024 ini bisa berjalan dengan baik,” kata Jokowi dalam rapat persiapan pemilu dan pilkada serentak minggu lalu.

Menteri Dalam Negeri, Tito Karnavian juga menyatakan pelantikan penjabat kepala daerah bukanlah suatu hal yang baru. Sehingga segala perangkat peraturan sudah disiapkan institusinya.

“Mengenai masalah PJ kepala daerah, kami berprinsip ini bukanlah suatu hal yang baru, dan ini sudah berulang kali dilakukan. Bahkan yang terakhir sudah ada 270 kepala daerah saat Pilkada 2020,” kata Tito saat Rapat Dengar Pendapat dengan Komisi II DPR RI.

UU Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada mengamanatkan, untuk mengisi kekosongan jabatan gubernur, diangkat penjabat gubernur yang berasal dari jabatan pimpinan tinggi madya. Sementara kekosongan jabatan bupati atau wali kota akan diisi oleh penjabat bupati/wali kota yang berasal dari jabatan pimpinan tinggi pratama.

“Di dalam Undang-Undang Pilkada dan ASN yang mengatur norma PJ, dan kita kembali pada aturan tersebut. Untuk gubernur jabatan pimpinan tinggi madya, dan bupati atau wali kota jabatan pimpinan tinggi pratama,” kata Tito.

Tito juga meminta publik untuk mengawasi proses kinerja para penjabat kepala daerah yang akan segera dilantik tersebut. Menurutnya penjabat yang dipilih nantinya bisa dilepas dari tanggung jawabnya apabila tidak memiliki performa yang baik.

“Apabila diilustrasikan para penjabat tersebut seperti kapolda di daerah yang sewaktu-waktu bisa dicopot bila melakukan pelanggaran atau memiliki performa yang tidak baik," ujarnya.

Kepala Pusat Penerangan Kementerian Dalam Negeri, Benni Irwan menegaskan, pelantikan penjabat kepala daerah akan dilakukan bertepatan saat gubernur, bupati dan wali kota selesai masa jabatannya.

“Kami akan melantik segera, seperti saat ini ada 5 gubernur yang habis masa jabatannya di bulan Mei, maka penjabatnya akan segera dilantik saat itu juga, dan masih ada yang habis jabatannya di Juni dan juga Oktober,” kata Benni.

Dilansir dari data Kemendagri, pada 2022 setidaknya ada 101 kepala daerah yang akan habis masa jabatannya, lalu pada 2023 ada 171 kepala daerah yang juga akan habis periode jabatannya. Adapun jumlah ketersediaan ASN yang memenuhi kriteria penjabat kepala daerah terdiri atas jabatan pimpinan tinggi madya sebanyak 622 terbagi atas 588 bertugas di pemerintahan pusat dan 34 di daerah.

Sedangkan pemegang jabatan pimpinan tinggi pratama sebanyak 4.626 yang terbagi atas 3.123 di pemerintahan pusat dan 1.503 di daerah.

TNI dan Polri Dalam Pusaran Penjabat Kepala Daerah

Posisi penjabat kepala daerah terbuka besar bagi pejabat Polri dan TNI. Menurut Tito, masuknya TNI dan Polri di posisi penjabat kepala daerah sudah sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.

“Tidak melarang TNI dan Polri, kalau melarang justru bertentangan dengan aturan undang-undang," kata Tito.

Hal senada diungkapkan Benni. Ia menjelaskan para TNI dan Polri yang bisa masuk adalah mereka yang memegang jabatan publik di lembaga atau kementerian dengan level pimpinan tinggi madya atau pratama.

“Mereka bisa dilantik untuk menjadi penjabat kepala daerah selama memenuhi persyaratan dan berada di level setingkat eselon 1 untuk penjabat gubernur dan eselon 2 untuk penjabat bupati dan wali kota," ujarnya.

Dalam Peraturan Pemerintah Nomor tahun 2005 ada sejumlah aturan seperti menduduki jabatan struktural dan memiliki kategori pekerjaan bernilai baik.

“Nantinya aturan tersebut menjadi penilaian para pimpinan tinggi madya dan pratama untuk menjadi penjabat. Pihak gubernur, bupati dan wali kota juga bisa mengusulkan pejabat di daerahnya untuk dipertimbangkan oleh Kemendagri,” kata Benni.

Menurut Benni, para penjabat gubernur akan dilantik oleh presiden dan penjabat bupati dan wali kota akan dilantik oleh menteri dalam negeri.

“Proses pemilihan semuanya sepengetahuan presiden, karena pemilihan penjabat gubernur menggunakan instruksi presiden, sedangkan penjabat bupati dan wali kota dari instruksi menteri dalam negeri,” kata dia.

Potensi Konflik Kepentingan

Kemendagri menyadari adanya potensi kepentingan yang bisa terjadi pada penjabat kepala daerah yang akan segera dilantik pada Mei 2022. Menurut Benni, posisi penjabat kepala daerah akan menjadi ujian bagi para ASN di eselon 1 dan 2 dalam mengemban fungsi pemerintahan.

“Mereka nantinya akan diuji dengan situasi dan kondisi di lapangan. Tentunya hal ini butuh pengawasan dari publik, media hingga LSM," ujarnya.

Selain itu, kata Benni, ada 4 batasan yang tidak boleh dilanggar oleh penjabat kepala daerah, antara lain: Pertama, dilarang melakukan mutasi pegawai. Kedua, dilarang membatalkan perizinan yang telah dikeluarkan pejabat sebelumnya atau mengeluarkan perizinan yang bertentangan dengan yang dikeluarkan oleh pejabat sebelumnya.

Ketiga, dilarang membuat kebijakan pemekaran daerah yang bertentangan dengan kebijakan pejabat sebelumnya. Keempat, dilarang membuat kebijakan yang bertentangan dengan kebijakan penyelenggaraan pemerintahan dan program pembangunan pejabat sebelumnya.

“4 hal tersebut bisa dilakukan dengan persetujuan tertulis dari menteri dalam negeri,” kata Benni.

Benni menambahkan, kepala daerah yang habis masa jabatannya tidak bisa diperpanjang. “Jabatan mereka harus segera diisi dan tidak bisa dibuatkan dengan Inpres atau Inmen mengenai perpanjangan karena itu bertentangan dengan undang-undang."

Direktur Eksekutif Perhimpunan Pemilihan Umum dan Demokrasi (Perludem) Khoirunnisa Nur Agustiati mengatakan, proses pemilihan penjabat kepala daerah harus berjalan demokratis dan terbuka untuk publik dalam proses seleksinya.

“Karena penjabat sementara ini adalah konsekuensi dari Undang-Undang Pilkada, maka harus dilakukan, namun tetap harus memperhatikan asas demokratis sebagaimana yang diatur dalam konstitusi kita. Jadi, walaupun menunjuk orang namun tetap ada prosesnya," ujarnya.

Selain itu, Khoirunnisa meminta ada perhatian khusus kepada sejumlah daerah yang memiliki UU khusus, seperti di Papua. “Pertimbangan untuk memilih putra daerah di Papua juga harus diperhatikan karena sebagai semangat otonomi daerah," terangnya.

Sementara itu, Guru Besar UIN Syarif Hidayatullah, Azyumardi Azra mengungkapkan, penunjukan penjabat kepala daerah merupakan bentuk tergerusnya kedaulatan rakyat dalam skala otonomi daerah.

“Otonomi daerah diperjuangkan rakyat dengan susah payah, dan seharusnya apabila tidak ada pilkada dan jabatan kepala daerah habis, opsinya adaah diperpanjang,” kata dia dalam diskusi ‘Politisasi Desa dalam Perspektif Etika Pemerintahan’ yang berlangsung secara daring, Sabtu (9/4/2022).

Azra juga meminta pemerintah untuk kembali menimbang kebijakan dalam menunjuk penjabat kepala daerah. Salah satunya untuk tidak memilih penjabat gubernur maupun bupati dan wali kota dari kalangan TNI dan Polri.

“Ada banyak suara yang tidak menginginkan agar (penjabat) tidak dari kalangan TNI atau Polisi. Tapi tidak ada respons dari presiden atau Kemendagri," katanya.

Baca juga artikel terkait PILKADA SERENTAK 2024 atau tulisan lainnya dari Irfan Amin

tirto.id - Politik
Reporter: Irfan Amin
Penulis: Irfan Amin
Editor: Abdul Aziz