tirto.id - Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi memberikan penjelasan soal rencana pemerintah mengimpor beras. Mendag menyebut, impor diperlukan untuk memperkuat stok Bulog.
“Bulog harus punya iron stock 1-1,5 juta ton. Itu adalah common knowledge yang sudah kita punya bertahun-tahun,” kata Lutfi dalam konferensi pers daring, Jumat (19/3/3021).
Sesuai penugasannya, Bulog mengadakan operasi pasar 80 ribu ton per bulan atau sekitar 1 juta ton per tahun. Untuk itu, kata Lutfi, Bulog harus memiliki iron stock tidak boleh kurang dari 1 juta per tahun.
Untuk pemenuhan stok tersebut, Bulog bisa melakukannya melalui pengadaan baik lokal maupun internasional (impor). Jika penyerapan lokal oleh Bulog sudah cukup, maka pengadaan melalui impor tidak diperlukan lagi.
“Kalau memang panen baik, tentu Bulog akan mengisi stok dari pengadaan dalam negeri,” kata Lutfi.
Kondisi ini, kata Lutfi, pernah terjadi pada tahun 2019 dan 2020, saat Indonesia tidak memerlukan impor karena iron stock Bulog sudah cukup. “Ini ada mekanisme yang dinamis,” kata mantan kepala BKPM itu.
Yang terjadi saat ini, kata Lutfi, stok Bulog kurang dari 1 juta. Tepatnya di angka 800 ribu ton. Dari jumlah itu, sekitar 300 ribu ton merupakan beras turun mutu, yang merupakan sisa impor tahun 2018. Praktis, stok beras Bulog hanya sekitar 500 ribu ton.
“Ini adalah stocking yang paling rendah dalam sejarah Bulog. Anda bisa tahu bagaimana rasa hati saya ngilunya,” kata Lutfi.
Dengan melihat kondisi stok Bulog itu, Lutfi akhirnya mengusulkan kepada Menko Perekonomian untuk menggelar rapat koordinasi guna membahas pengamanan stok beras Bulog. “Saya yang minta diadakan rakor,” tegas Lutfi.
Seperti diketahui, rakor akhirnya memutuskan untuk membuka keran impor beras hingga 1 juta ton.
Lutfi menjelaskan, impor bisa saja tidak dilakukan, yang penting Bulog bisa mengamankan iron stock hingga 1 juta ton melalui pengadaan lokal. Sayangnya, pengadaan beras dari lokal terkendala oleh rendahnya penyerapan oleh Bulog akibat mutu gabah yang tidak memenuhi ketentuan.
Lutfi menjelaskan, musim hujan menyebabkan gabah petani basah. Padahal, Bulog memiliki ketentuan tersendiri untuk pembelian beras yakni harus memiliki kadar kekeringan tertentu. “Yang terjadi sekarang, hujan tidak berhenti jadi gabah petani basah. Secara aturan, Bulog tidak bisa menyerap gabah basah,” jelas Lutfi.
Ia menjelaskan, gabah petani akhirnya tidak terserap oleh Bulog. Petani kemudian menjualnya kepada pedagang. Pedagang sendiri tidak berani membeli langsung gabah basah ini jika tidak memiliki pengering. Jika gabah basah langsung digiling, maka akan menghasilkan beras yang pecah atau kualitas buruk sehingga harganya rendah.
“Ini yang terjadi di lapangan. Tidak ada yang salah. Bulog punya aturan, pedagang punya prioritas bagaimana membeli gabah petani, saya punya acuan," tambah Lutfi.
Catatan Lutfi, hingga medio Maret, Bulog hanya mampu menyerap 85 ribu ton beras. “Bayangan saya, mereka harus menyerap 400-500 ribu ton hari ini,” tegas Lutfi.
Untuk itu, pemerintah akhirnya memutuskan untuk mengamankan stok dengan membuka keran impor beras. Pemerintah berharap bisa mendapatkan sumber-sumber beras yang banyak untuk mengamankan pasokan dalam negeri.
“Kalau saya bilang tidak boleh impor, akan memberikan adverse effect pada market,” kata Lutfi.
Dengan membuka keran impor, kata Lutfi, pemerintah juga ingin memberikan pesan kepada para spekulan untuk tidak bermain-main dengan pemerintah. “Kalau macem-macem, saya bisa guyurin pasar,” katanya.
Lutfi kembali menegaskan bahwa impor tidak akan dilakukan saat panen raya. “Dan hari ini tidak ada beras impor yang menghancurkan harga petani karena belum ada yang impor,” tegasnya.
Keputusan pemerintah mengimpor beras menuai protes dari sejumlah kepala daerah, karena beberapa wilayah akan segera memasuki panen raya. Impor dikhawatirkan akan menekan harga pembelian di tingkat petani.
Penulis: Nurul Qomariyah Pramisti
Editor: Abdul Aziz