tirto.id - Dosen Ilmu Politik dari Universitas Trisakti, Trubus Rahadiansah, menilai sudah tepat keputusan Ketua Umum PDIP, Megawati Soekarnoputri, yang tak memasukkan nama Hasto Kristiyanto sebagai Sekretaris Jenderal di kepengurusan DPP PDIP yang baru.
Menurut Trubus, bila Megawati memaksakan maka PDIP berpotensi akan tersandera usai Hasto mendapatkan amnesti dari Presiden Prabowo Subianto.
"PDIP sudah seharusnya melepas Hasto. Dan PDIP berpotensi akan tersandera," kata Trubus dalam keterangannya, Minggu (3/8/2025).
Lebih jauh, Trubus mengungkapkan citra PDIP akan menurun bila tetap mempertahankan Hasto menjadi sekjen. Sebab, amnesti hanya memberikan ampunan kepada terpidana, namun tidak mengugurkan status pidananya.
Hal itu sesuai dengan pernyataan Wakil Ketua KPK, Johanis Tanak, yang mengatakan amnesti yang diterima Hasto tidak menghilangkan perbuatan korupsi yang pernah dilakukan Hasto.
Tanak menegaskan status Hasto yang telah dinyatakan bersalah oleh pengadilan tidak luntur, meski adanya pemberian amnesti.
"Amnesti tidak menggugurkan pidana. Jadi menurut saya sudah layak diganti (Hasto), karena menjadi beban," jelas Trubus.
Megawati Soekarnoputri, melantik jajaran kepengurusan partai periode 2025–2030 di Kongres VI PDIP. Sebanyak 37 nama pengurus pusat diumumkan oleh Megawati, termasuk posisi Sekretaris Jenderal yang secara langsung dinyatakan akan tetap dijabat oleh dirinya sendiri.
Pelantikan digelar di arena Kongres VI PDIP, di Nusa Dua Convention Center, Bali, Sabtu (2/8/2025).
Dalam daftar pengurus DPP PDIP yang baru, tak terlihat nama Hasto Kristiyanto. Hasto sendiri telah menjabat sebagai Sekretaris Jenderal PDIP sejak 2015.
Hasto baru saja menghirup udara bebas setelah mendapatkan amnesti dari Presiden Prabowo Subianto, usai terjerat kasus Harun Masiku. Di acara penutupan kongres hari ini, Hasto tetiba hadir saat Megawati mengawali pidatonya di depan para kader PDIP.
Ketua Bidang Keanggotaan dan Organisasi DPP PDIP, Andreas Hugo Pareira, menegaskan amnesti yang diberikan Presiden Prabowo Subianto kepada Hasto Kristiyanto memang merupakan keputusan politik. Hal ini merespons kritik yang dilayangkan sejumlah pegiat antikorupsi terkait amnesti Hasto.
"Keputusan Amnesti memang adalah keputusan politik," kata Andreas ketika dihubungi wartawan Tirto, Minggu (3/8/2025).
Sebabnya, kata dia, Pasal 14 UUD 1945 ayat 2 memang menyatakan keputusan Amnesti dan Abolisi diambil dengan persetujuan DPR.
Keduanya tak sama dengan Grasi dan Rehabilitasi yang diputuskan oleh presiden dengan pertimbangan dari Mahkamah Agung (MA).
Penulis: Nanda Aria
Editor: Bayu Septianto
Masuk tirto.id


































